Button AI Summarize
  • Minim literasi menyebabkan perempuan cenderung tidak mau mengajukan pinjaman ke penyedia jasa keuangan.
  • Lembaga keuangan lebih mempercayai pengajuan kredit oleh perempuan ketimbang laki-laki. 
  • Pemanfaatan data gender membantu penyedia jasa keuangan dalam memetakan dan membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan perempuan.

Ada fenomena menarik mengenai minimnya perempuan yang mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan. Mereka bukannya tidak menginginkannya, melainkan karena tidak mengerti cara mengajukan kredit. Hal ini terungkap dari hasil riset Amartha pada 2023. 

“(Yang tidak mengerti) angkanya lebih tinggi dari laki-laki,” kata Katrina Inandia, Head of Impact and Sustainability Amartha, dalam diskusi “EMPOW(HER): Dengan Data, Mewujudkan Inklusi Keuangan Perempuan yang Merata” yang diselenggarakan Women’s World Banking di Jakarta, pada 20 Maret 2024. 

Padahal, kata dia, pengajuan pinjaman perempuan lebih banyak yang disetujui dibandingkan laki-laki. Kondisi ini sekaligus menunjukkan pentingnya literasi keuangan dan dorongan kepada perempuan untuk memanfaatkan jasa keuangan.

Katrina menjelaskan perusahaan jasa keuangan lebih mempercayai perempuan lantaran dianggap lebih bisa menggunakan dana pinjaman. Perempuan biasanya mengajukan usaha untuk memulai usaha baru, sehingga bank lebih mudah membuktikan penggunaan dananya.

“Selain itu, perempuan juga lebih diligent dalam mengatur keuangannya,” ujar Katrina.

Meski perempuan cenderung lebih dipercaya, data Amartha menunjukkan hal ini tidak serta merta membuat perempuan lebih mandiri dalam pengambilan keputusan. Perempuan lebih banyak menggantungkan keputusan keuangannya kepada pasangan.

Berbekal data gender yang menunjukkan perbedaan penggunaan jasa keuangan antara laki-laki dan perempuan inilah, Amartha mendesain produk atau programnya. Katrina mengatakan, data gender penting karena kebutuhan dan tantangan yang dihadapi perempuan berbeda dengan laki-laki. Alhasil, strategi yang digunakan untuk tiap kelompok pun harus disesuaikan.

Dimulai pada 2010, Amartha adalah salah satu platform financial technology (fintech) yang berfokus ke pendanaan UMKM. Saat ini, Amartha sudah diakses 1,2 juta nasabah dengan total pencairan dana Rp14 triliun. 

Berbasiskan data lengkap hingga gender, Amartha juga membuat sistem penilaian kreditnya sendiri yang membantu memonitor kemampuan pembayaran kembali nasabah. Mengutip situs resminya, tingkat kredit macet Amartha relatif rendah hanya di angka 1,76%.

Data Gender Membantu Perempuan Prasejahtera

Data gender jadi penting bagi lembaga keuangan untuk menjangkau pasar perempuan. Jangkauan lembaga keuangan di pasar 

Tak hanya fintech seperti Amartha yang memanfaatkan data gender. PT Permodalan Nasional Madani (PNM) juga memanfaatkan data untuk menyusun customer classification modeling (CCM). Alhasil, PNM mampu menilai level kewirausahaan nasabah, jumlah pinjaman yang cocok, hingga bentuk pemberdayaannya.

Sama seperti Amartha, PNM menggunakan data untuk menilai kualitas kredit. Kualitas kredit ini membantu account officer PNM untuk menyusun strategi yang tepat untuk menyelesaikan kredit bermasalah.

“Data benar-benar krusial, apalagi bisnis kami overhead cost-nya cukup tinggi. Begitu kita lepas dengan data, bisa amburadul profit nggak dapat, nama baik juga nggak,” kata Executive Vice President of Business Development and Management Services PNM, Razaq Ahmad Manan dalam kesempatan yang sama.

Salah satu produk yang dikembangkan PNM adalah Mekaar yang dimulai sejak 2015. Mekaar memberikan pinjaman modal untuk perempuan prasejahtera pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan akses keuangan. Keterbatasan akses ini bisa karena kendala formalitas, skala usaha, atau ketiadaan agunan.

Pinjaman PNM memiliki plafon hingga Rp15 juta dengan bunga 4%-7% per tahun. Meski bunganya per tahun, pembayaran angsuran dilakukan setiap pekan saat pertemuan kelompok mingguan (PKM) yang mempertemukan PNM dengan kelompok nasabah.

Razaq mengatakan, kebanyakan usaha yang dimodali PNM memang bukan usaha besar. Rata-rata pinjaman yang disalurkan juga hanya Rp2 juta -Rp5 juta per nasabah.

PNM terus memantau pengembangan usaha nasabah. Artinya, penyaluran kredit tidak berhenti ketika uangnya disalurkan, tetapi pemanfaatan uangnya terus diarahkan agar tidak berakhir sia-sia.

Hingga saat ini, ada 14,6 juta nasabah aktif PNM Mekaar dengan outstanding pinjaman Rp39,4 triliun. PNM telah menyalurkan pinjaman senilai total Rp218,2 triliun sejak Mekaar diluncurkan pada 2015. 

Apa yang dilakukan Amartha dan PNM berkontribusi dalam inklusi keuangan perempuan. Riset Women’s World Banking terhadap industri kreatif Indonesia menemukan perempuan yang tergabung dalam layanan keuangan dapat lebih berdaya secara ekonomi.

Riset tersebut juga memberikan rekomendasi tentang pentingnya data gender di sektor ekonomi kreatif. Ini dapat menjadi referensi untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kebijakan dan program untuk perempuan. 

Lembaga keuangan yang tidak mengolah data gender sulit melacak jangkauan produk dan layanannya terhadap perempuan. Tanpa data gender, lembaga keuangan juga akan sulit membuat program atau layanan khusus perempuan untuk menjangkau pasar perempuan.

Belum Ada Kewajiban bagi Industri Keuangan

Meski terbukti membantu penyedia jasa keuangan, pemerintah belum mewajibkan pengumpulan, pengelolaan, dan penggunaan data gender di industri keuangan.

Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif Ferry Irawan mengatakan, ketersediaan data gender pada penggunaan produk dan layanan keuangan memang belum optimal. Meski begitu, dia menekankan pentingnya data gender untuk inklusi keuangan perempuan.

“Data terpilah gender kalau bisa kita munculkan. Saat data itu ada, kita bisa lebih tepat sasaran. Juga produk keuangan berbasis gender, seperti PNM,” kata Ferry dalam acara yang sama.

Studi kasus Bank Pembangunan Inter-Amerika di Meksiko menemukan penggunaan data gender di industri jasa keuangan dapat memetakan detail produk dan layanan yang didapat perempuan.

Indonesia sebetulnya telah menerapkan kebijakan data gender melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Peraturan tersebut mengupayakan data yang akurat, terpadu, dan dapat digunakan bersama secara nasional.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) telah menerbitkan Peraturan Menteri nomor 4 tahun 2023 tentang Data Gender dan Anak. Terbitnya aturan ini mengatur penyediaan dan pengelolaan data gender di kementerian/lembaga lintas sektor.

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dewa Ayu Laksmi mengatakan, pengumpulan data gender untuk industri keuangan sudah menjadi prioritas. “Sudah masuk dalam prioritas strategi nasional keuangan inklusif perempuan,” katanya.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran publik, Katadata.co.id bersama Koalisi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP), yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Women's World Banking, menyajikan edisi khusus Inklusi Keuangan Perempuan. Setiap bulan, tulisan terkait isu tersebut kami sajikan dalam bentuk artikel panjang dan mendalam.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami