Button AI Summarize

Usaha jasa titip atau jastip barang-barang impor memberikan keuntungan besar kepada pelakunya. Christine Novita beberapa kali melakukannya ketika sedang berlibur ke Eropa.

Dalam sekali perjalananan, ia dapat meraih untung puluhan juta rupiah dari hasil komisi dan pengembalian pajak. "Tax refund di Eropa sekitar 12,5%. Jadi, tas merek Louis Vuitton bisa dapat pengembalian pajak sekitar Rp 2,5 juta plus komisi 5% hingga 10% dari harga barang," ujarnya kepada Katadata.co.id pekan lalu. 

Untuk membawa barang tersebut ke Indonesia ia harus berstrategi agar tak ketahuan pihak Bea Cukai. Caranya dengan melepas label harga. "Kalau luxury brandtag-nya bisa dipasang kembali," ucap perempuan 40 tahun tersebut. 

Strategi lainnya dengan memakai tas yang ia beli. Christine juga sengaja memakai sandal jepit saat berhadapan dengan petugas bea cukai. "Biar tidak dicurigai dan kelihatan seperti orang susah," katanya.

Ia juga membatasi pembelian barang agar tidak mencurigakan. Batasnya adalah 10 produk dan tidak hanya tas tapi juga barang lainnya, seperti jam dan dompet. 

Untuk tas atau boks kemasan produk, ia tidak membawanya. "Kalau konsumen tetap mau kotak biasanya dikirim pakai kargo dan kena biaya tambahan," ucap Christine yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta. 

Banyak konsumen yang tertarik memakai jasa titip karena harga barang mewah jauh lebih murah di Eropa daripada Indonesia. Ia mencontohkan, harga tas Louis Vuitton yang dibanderol Rp 20 juta di Benua Biru, harganya menjadi Rp 28 juta di Indonesia. Christine akan menjual produk ini Rp 22 juta ke konsumennya. 

Beda lagi dengan Aritya Putri. Perempuan berusia 35 tahun ini menjalankan bisnis jastip saat berlibur ke Jepang. Salah satu konsumennya nitip jam tangan pintar alias smartwatch merek Garmin. "Harga di Indonesia Rp 5,4 juta. Kalau di Jepang Rp 3,5 juta," katanya. 

Ada pula konsumen yang meminta dibelikan sepatu seharga Rp 1,8 juta. "Kalau di Indonesia harganya Rp 2,7 juta," ucap Aritya. 

Sebagai konsumen, Sari Saraswati merasa sangat terbantu dengan bisnis jastip. Ia membeli berbagai barang, mulai dari sepatu, tas, hingga casing ponsel. Kebanyakan barang-barang itu berasal dari Thailand dan Malaysia. "Kualitasnya bagus dan barangnya tidak ada di Indonesia," katanya. 

Dampak Aturan Pembatasan Barang Impor Penumpang

Tak ada angka pasti berapa perputaran ekonomi dari bisnis jastip di Tanah Air. Pemerintah sempat berencana melakukan pemantauan usaha ini pada 2020.

Ketika itu, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyepakati kerja sama pemanfaatan dan pemantauan terintegrasi data dan informasi devisa terkait ekspor dan impor. Sistem yang bernama SiMoDIS itu dapat mendata dana hasil ekspor (DHE) dari belanja daring atau online hingga impor dari jastip. Namun, rencana ini tidak jelas implementasinya sampai sekarang. 

Yang teranyar, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor  36 Tahun 2023 kemudian direvisi menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2024. Di dalamnya berisi ketentuan barang bawaan yang dibawa penumpang dari luar negeri. Aturannya secara garis besar membatasi impor barang yang dianggap dapat mengganggu daya saing industri di dalam negeri. 

Berlaku sejak 10 Maret lalu, aturan ini akhirnya ditunda sebagian oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. "Jadi sekarang yang bisa jalan, jalan dulu, nanti mana yang keberatan akan kami bahas. Mungkin pelaksanaannya sebagian, sebagian ditunda sampai sosialisasi selesai," ujar Zulkifli di Jakarta, Minggu (17/3). 

Daftar pembatasan barang bawaan penumpang sesuai Permendag 3 Tahun 2024 dapat dilihat dalam infografik berikut ini: 

INFOGRAFIK: Siap-siap Bawaan Pelancong dari Luar Negeri Dibatasi
INFOGRAFIK: Siap-siap Bawaan Pelancong dari Luar Negeri Dibatasi (Katadata/ Amosella)

Pemerintah menunda sebagian aturan itu karena banyaknya kritik dari para pelancong. Video penjelasan Bea Cukai Kualanamu, Sumatera Utara, terkait peraturan barang bawaan penumpang ke luar negeri pada pertengahan bulan lalu memicu polemik di media sosial.

Warganet mengeluh khawatir dipersulit ketika berpergian ke luar negeri imbas pelaksanaan aturan baru kebijakan barang impor. Dalam video yang viral tersebut, petugas Bea Cukai Kualanamu menjelaskan mekanisme pelaporan barang yang perlu dilakukan penumpang sebelum bepergian ke luar negeri.

Deklarasi barang bawaan ke luar negeri tersebut wajib dilakukan di terminal kedatangan. Setelah melapor, penumpang diberikan surat persetujuan untuk membawa barang ke luar negeri dan dikawal menuju terminal keberangkatan.

Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani kemudian mengklarifikasinya. Pelaporan barang sebelum keberangkatan adalah fasilitas yang disediakan Bea Cukai dan bersifat opsional.

Pelaporan barang sebelum keberangkatan ke luar negeri telah diatur sejak lama melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203 Tahun 2017. Kebijakan ini sebenarnya efektif untuk dimanfaatkan pelaku usaha atau masyarakat yang menggelar atau mengikuti kegiatan di mancanegara, seperti pameran.

“Mereka dapat menyampaikan sebelum berangkat, barang apa saja yang sudah dimiliki, misalkan tustel, HP, laptop, iPad. Waktu penumpang pulang, itu akan mempermudah dan mempercepat pelayanan,” ujar Askolani dalam konferensi pers di Jakarta pada 25 Maret lalu.

Lona Olivia yang bepergian untuk berlibur dengan keluarga ke Malaysia sempat was-was dengan aturan baru soal barang impor tersebut. Namun, saat akan berangkat melalui Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, ia ternyata tidak perlu melakukan deklarasi tersebut.

Lalu, saat pulang pada 13 Maret 2024, ia hanya perlu mengisi formulir bea cukai. "Enggak ada yang berbeda. Kemarin memang hanya beli sepatu dan langsung pakai," ucapnya. 

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief, Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement