Button AI Summarize

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) membuat nasabah kredit pemilikan rumah (KPR) waswas. Mereka harus menanggung beban cicilan yang lebih besar, terutama bagi nasabah yang mengikuti suku bunga mengambang atau floating rate.

Kekhawatiran itu hadir di benak Audry, perempuan berusia 31 tahun. Karyawan bank swasta di Kuningan, Jakarta Selatan ini teringat cicilan KPR di Bank BNI yang sudah memasuki tahun keempat dan mulai mememasuki masa floating rate pada Mei 2024, atau beberapa hari setelah keputusan BI Rate keluar. 

Kekhawatirannya cukup beralasan. Pada tahun pertama hingga ketiga kredit tersebut, dia hanya dikenakan suku bunga tetap atau fix rate sebesar 6,75% dengan cicilan Rp 3,8 juta per bulan untuk membiayai KPR miliknya di perumahan Bumi Cimanggis Indah, Depok, Jawa Barat.

Namun, menginjak tahun keempat, bunga KPR yang dikenakan menjadi 12,5% per bulan sesuai akad pengajuan KPR di awal. Mau tidak mau, dia bersama suaminya kini menanggung cicilan Rp 6,2 juta per bulan.

Kenaikan suku bunga itu sudah diinfokan oleh pihak BNI dari bulan-bulan sebelumnya. Penetapan suku bunga 12,5% dijanjikan tidak akan naik hingga semester pertama 2024 walaupun suku bunga BI naik.

Audry bersama suami pun melakukan kalkulasi. Jika tetap bertahan dengan biaya KPR saat ini maka akan lebih banyak pengeluaran yang ditanggung. Apalagi masa KPR ini memakan waktu lama hingga 25 tahun.

"Jadi tambah pengeluaran [KPR], karena kami juga belum ada pos anggaran lain yang bisa dipangkas. Pusing sih sebenarnya," kata Audry, kepada Katadata.co.id, Minggu (5/5).

Keduanya pun berencana mengambil opsi take over atau memindahkan kreditnya ke bank lain yang menawarkan tingkat bunga yang lebih murah. Dia pun berencana memangkas jangka waktu KPR dari 25 menjadi 15 tahun agar cepat lunas.

Wanita berkaca mata ini pun memutuskan pindah ke Bank Mandiri yang menawarkan suku bunga tetap 4,75% untuk 60 bulan dan floating rate 13%. Saat ini, dia sedang mempercepat proses administrasi dan balik nama sertifikat rumah di BPN.

Dia berharap proses ini bisa kelar dalam sebulan atau hingga Juni 2024. Jika tidak, dia khawatir akan menanggung biaya KPR lebih besar, karena ada peluang BNI menaikkan suku bunga pada semester kedua 2024. "Makanya kami lagi ngebut mengurus administrasi sekarang, biar cepet prosesnya," ujarnya.

Tak berbeda dengan Audry,  pejuang KPR lainnya, yaitu Alif, juga merasakan hal serupa. Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini sudah memasuki masa floating rate KPR sebesar 12,25% per bulan di Bank Mandiri.

Akibat kenaikan suku bunga itu, dia harus menguras tabungannya lebih dalam. Padahal pada tiga tahun pertama, tabungan yang ia simpan bisa lebih besar karena dikenakan suku bunga tetap 7,5% per bulan. "Saya sudah siapkan pos anggaran hingga masa floating rate. Jadi saya harus ambil dari kas atau tabungan utama jika ada kebutuhan lebih untuk rumah," kata laki-laki berusia 27 tahun tersebut. 

Ia mengatakan tujuan BI menaikkan suku bunga adalah untuk menjaga inflasi tepat sasaran. Namun, banyak nasabah yang belum memperhitungkan pengeluarannya dalam mengambil KPR sehingga potensi kenaikan suku bunga bisa semakin memberatkan mereka.

"Harapannya, kalau bisa suku bunga turun, mengingat kenaikan gaji atau UMR (upah minimum regional) tidak seberapa dibandingkan kenaikan kebutuhan pokok," ujarnya. 

ALOKASI ANGGARAN PEMBIAYAAN PERUMAHAN 2020
Ilustrasi kredit pemilikan rumah atau KPR. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Permintaan Kredit Bisa Sepi Peminat

Ekonom Celios Nailul Huda melihat kenaikan suku bunga BI akan berdampak cukup signifikan terhadap pertumbuhan kredit perbankan yang awalnya ditargetkan dapat tumbuh dua digit pada tahun 2024.

“Ekspansi perusahaan pun tampaknya akan sedikit lambat. Pada akhirnya dalam jangka waktu tertentu menekan permintaan secara agregat,” ujar Nailul.

Jika ini terus berlanjut, maka daya beli masyarakat bisa menurun karena suku bunga KPR naik. Hal ini akan berdampak besar terhadap permintaan KPR terutama pada nasabah baru dan yang memilih skema floating rate.

OJK sebelumnya memperkirakan pertumbuhan kredit dapat tumbuh 9% hingga 11% pada 2024. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan kredit lebih tinggi, yaitu di angka 10% sampai 12%.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rata-rata suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) nasional mencapai 8,98% pada Februari 2024. Angka ini  lebih tinggi dibanding tahun 2022-2023 yang rata-rata 8,5% hingga 8,9%.

SDBK merupakan suku bunga dasar yang belum memperhitungkan premi risiko. Besaran premi ini ditentukan oleh masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap debiturnya. Dengan demikian, suku bunga kredit final yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.

Grafik Suku Bunga Dasar KPR
Grafik Suku Bunga Dasar KPR (Katadata/Zulfiq Ardi)

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin memperkirakan kenaikan suku bunga KPR akan terjadi tahun ini jika kondisi ekonomi, geopolitik global dan pelemahan rupiah masih berlanjut.

Dengan kondisi itu, kata Amin, akan memengaruhi daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan kemampuan nasabah untuk membayar kredit. Sehingga, pertumbuhan kredit akan melambat di kisaran 9%-10% dan menekan pertumbuhan ekonomi.

Imbasnya pun akan meluas. Sejumlah perbankan berpeluang untuk merevisi target kredit dan dana pihak ketiga (DPK) untuk menekan risiko kredit macet (NPL) serta peningkatan biaya dana (cost of fund) pada tahun ini.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid, Patricia Yashinta Desy Abigail, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement