Penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) sepanjang tahun lalu tidak mampu mencapai target Bursa Efek Indonesia sebanyak 62 emiten. Hingga 30 Desember 2024, hanya 41 emiten yang sudah melantai di BEI.
Menurut catatan BEI, realisasi IPO tahun lalu merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Sejumlah calon emiten membatalkan pencatatan sahamnya karena faktor internal sehingga mereka memutuskan untuk menunda aksi korporasi tersebut.
Ada juga faktor eksternal yang memengaruhi rencana IPO calon emiten. Misalnya, kinerja sektor ekonomi atau industri yang kurang baik, serta kondisi ekonomi makro domestik maupun global yang membuat para pengusaha memilih menunggu hingga kondisi lebih kondusif.
Namun, ada optimisme yang menyala bahwa penambahan emiten baru tahun ini bakal lebih baik daripada tahun lalu. Pada 2025, BEI menargetkan bakal ada 66 calon emiten baru.
Target ini naik 6,45% dibandingkan dengan target 2024 di mana BEI membidik 62 perusahaan untuk melaksanakan IPO.
“Untuk saham, targetnya adalah 66 IPO baru dengan target penambahan jumlah investor sebanyak 2 juta investor baru di tahun depan,” kata Iman Rachman, Direktur Utama BEI, dalam Konferensi Pers Peresmian Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) di Gedung BEI, Jakarta, Senin (30/12).
IPO Perusahaan Mercusuar di Awal Tahun
BEI bersiap menggelar karpet merah untuk menyambut perusahaan mercusuar beraset jumbo atau lighthouse company yang akan mencatatkan sahamnya pada awal tahun 2025.
Lighthouse company merupakan perusahaan mercusuar yang ditargetkan bursa setiap tahun. Perusahaan tersebut memiliki dua karakteristik, yaitu minimum kapitalisasi pasar sebesar Rp 3 triliun dan realisasi saham beredar atau free float minimal 15%.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebut ada tiga calon emiten beraset jumbo yang bakal IPO pada 2025. Ketiga perusahaan itu berasal dari sektor bahan baku, energi, dan kesehatan.
Salah satu IPO jumbo itu adalah anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), PT Bangun Kosambi Sukses (CBDK). Perusahaan properti ini akan melepas 566,89 juta saham atau 10% dari modal disetor dan ditempatkan pasca IPO.
IPO anak usaha PANI itu sekaligus menjadi jalan bagi kongsi konglomerat Sugianto Kusuma (Aguan) dan Salim Group untuk melebarkan sayap bisnisnya di BEI. Bangun Kosambi membuka harga penawaran awal sahamnya di kisaran Rp 3.000 - Rp 4.060 per lembar saham.
Menurut tim analis Stockbit Sekuritas, perusahaan menargetkan valuasi antara Rp 17 triliun–Rp 23 triliun, dengan dana yang bisa terkumpul sekitar Rp 1,7 triliun–Rp 2,3 triliun. Proses bookbuilding dilakukan pada 13 hingga 20 Desember 2024. Adapun penawaran umum dijadwalkan antara 3-9 Januari 2025, dan pencatatan saham di BEI pada 13 Januari 2025.
Berdasarkan laporan keuangan, Bangun Kosambi Sukses memiliki total aset Rp 18,15 triliun per 30 Juni 2024. Perusahaan mencatatkan pendapatan Rp 969,40 miliar dan laba periode berjalan sebesar Rp 479,10 miliar hingga Juni 2024.
Selain anak usaha PANI, emiten afiliasi Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro, membawa anak usahanya, PT Raharja Energi Cepu (RATU), melantai di BEI pada 8 Januari 2025. Happy Hapsoro merupakan suami dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Puan Maharani.
Anak usaha PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) itu akan melepas maksimal 543,01 juta lembar saham atau sebanyak 20% dari modal disetor dan ditempatkan pasca IPO. Emiten yang bergerak di sektor energi itu membuka harga penawaran awal di rentang Rp 900-1.150 per saham. Dari aksi korporasi ini, perusahaan berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp 405,90 miliar.
Menurut riset Henan Putihrai Sekuritas, harga IPO RATU menggambarkan nilai ekuitas RATU sebesar US$ 163 juta-US$ 208 juta dan nilai perusahaan (enterprise value atau EV) 2024 diperkirakan antara US$ 135 juta-US$ 181 juta.
Tim analis Henan Putihrai Sekuritas juga memproyeksikan RATU akan meraup pendapatan US$ 63 juta dan EBITDA sebesar US$ 30 juta pada 2024. Pada tahun 2025, RATU diproyeksikan bakal meraup pendapatan US$ 65 juta atau Rp 1,04 triliun. EBITDA perusahaan Happy Hapsoro itu diperkirakan menjadi US$ 31 juta atau Rp 498,58 miliar pada 2025.
Di samping itu, masih terdapat enam perusahaan lainnya yang akan melantai di BEI pada kuartal pertama 2024. Keenam perusahaan tersebut berasal dari berbagai sektor. Mereka adalah PT Delta Giri Wacana Tbk (DGWG), PT Hero Global Investment Tbk (HGII), PT Brigit Biofarmaka Teknologi Tbk (OBAT), PT Raja Roti Cemerlang Tbk (BRRC), PT Kentanix Supra International Tbk (KSIX), dan PT Asuransi Digital Bersama Tbk (YOII).
Budi Frensidy, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI), memproyeksikan IPO 2025 akan didominasi oleh perusahaan dengan aset kecil dan menengah.
Berdasarkan data IPO Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga 20 Desember 2024 masih ada 22 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI. Apabila dilihat dari klasifikasi aset perusahaan, sebanyak satu perusahaan berskala kecil dengan aset di bawah Rp 50 miliar, dua perusahaan berskala menengah dengan aset antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar, dan 19 perusahaan berskala besar dengan aset di atas Rp 250 miliar.
Berikut jumlah emiten yang tengah mengantre IPO berdasarkan sektornya:
● 3 perusahaan dari sektor material dasar
● 1 perusahaan dari sektor konsumer primer
● 5 perusahaan dari sektor konsumer non primer
● 3 perusahaan dari sektor energi
● 2 perusahaan dari sektor finansial
● 3 perusahaan dari sektor kesehatan
● 3 perusahaan dari sektor industri
● 0 perusahaan dari sektor infrastruktur
● 2 perusahaan dari sektor properti dan real estate
● 0 perusahaan dari sektor teknologi
● 0 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik
Saham Emiten Baru Jadi Katalis bagi IHSG
Pencatatan saham perusahaan dengan skala jumbo atau perusahaan mercusuar akan menjadi salah satu faktor yang menjadi katalis bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun ini. Perusahaan-perusahaan besar itu akan mengerek nilai kapitalisasi IHSG seiring dengan pergerakan sahamnya setelah dicatatkan di BEI.
Sebagian besar saham emiten baru mencatat kenaikan pada debut perdananya di bursa. Hal ini tentu juga menjadi sentimen positif bagi IHSG. Sebagai contoh, IPO dua emiten besar PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI).
BREN adalah perusahaan energi baru terbarukan yang terafiliasi dengan orang terkaya di Indonesia, Prajogo Pangestu. Pada saat debut di Bursa Efek Indonesia pada 9 Oktober 2023, harga saham BREN langsung melejit 25% menjadi Rp 975 per saham. Nilai kapitalisasi pasarnya pun melonjak mencapai Rp 130,44 triliun.
Kenaikan harga saham BREN cukup fenomenal sehingga beberapa kali perusahaan yang memiliki bisnis geotermal dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ini menjadi emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di BEI. BREN berhasil menggeser posisi yang ditempati PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Yang terakhir adalah pada sesi pertama perdagangan saham, Senin (6/1), di mana kapitalisasi pasar BREN mencapai Rp 1.324 triliun sedangkan BBCA Rp 1.201 triliun.
Emiten batu bara yang merupakan anak usaha PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), baru saja mencatatkan sahamnya pada 6 Desember 2024. Pada hari pertama, harga saham AADI melonjak hingga menyentuh batas auto rejection atas (ARA) setelah naik 1.100 poin atau 19,82% ke level Rp 6.650.
Perusahaan yang terafiliasi dengan konglomerat Garibaldi Thohir ini hingga akhir 2024 mencatat level tertinggi pada penutupan 10 Desember 2024 di level Rp 10.275. Setelah itu, investor melakukan aksi ambil untung sehingga harga saham AADI kembali melandai. Hingga berita ini diturunkan, harga saham AADI berada di level Rp 7.700 dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 59,96 triliun.
Cerita sukses kedua IPO tersebut diharapkan akan terulang pada pencatatan saham perusahaan-perusahaan mercusuar yang bakal masuk BEI tahun ini. Kedatangan mereka akan menjadi angin segar yang mampu membawa IHSG ke level yang lebih tinggi.
Jika didukung dengan kondisi ekonomi domestik dan faktor-faktor eksternal yang kondusif, sejumlah analis memperkirakan IHSG bisa menembus kisaran 7.820 hingga 8.185 pada akhir tahun ini.