Pemilu Tak Pengaruhi Bursa, Tren IHSG Terus Naik
Tahun ini, pasar modal di Indonesia menghadapi tantangan gejolak pasar keuangan global karena pengaruh kebijakan suku bunga Amerika Serikat dan isu perang dagang. Meski begitu, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih mampu mencetak rekor tertinggi, dan perusahaan yang masuk bursa lebih banyak dibandingkan tahun 2017.
Sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) yang baru diembannya mulai Juni 2018, Inarno Djajadi berupaya terus mendorong perkembangan bursa saham, baik dari sisi transaksi, jumlah emiten, dan investor. (Baca juga: Sejumlah Strategi BEI untuk Gairahkan Pasar Modal Tahun Depan)
"Strategi kami adalah menyelenggarakan perdagangan yang terpercaya dan memasukan pendalaman pasar," kata mantan Presiden Komisaris di PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang sudah 30 tahun berkarier dan berkecimpung di pasar modal tersebut, dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata.co.id di kantornya, Jakarta, Jumat (23/11).
Inarno mengaku BEI telah menyiapkan produk turunan alias derivatif untuk memperdalam pasar modal. Upaya ini diharapkan juga akan menambah kebal bursa saham dari gonjang-ganjing pemilihan umum tahun depan. Berikut petikan lengkap wawancaranya.
Bagaimana BEI menghadapi tantangan volatilitas pasar global tahun ini akibat kebijakan suku bunga AS dan isu perang dagang?
Dari faktor eksternal, kami memang mesti siap menghadapi volatilitas. Perang dagang, krisis di Turki, dan kenaikan tingkat suku bunga The Fed, itu semua berpengaruh terhadap internal.
Tapi syukur Alhamdulillah kami telah mencapai record high. Sudah 613 listed company per hari ini. Artinya tahun ini sudah ada penambahan 51 perusahaan terbuka yang tercatat di bursa.
Jumlah investor saham mencapai ada 833 ribu Single Investor Identification (SID) sampai hari ini atau ada penambahan 205 ribu. Itu pencapaian luar biasa untuk tahun ini.
Meskipun dipengaruhi faktor eksternal, kita tetap tumbuh. Dari seluruh perusahaan tercatat, sebanyak 78% laba usahanya positif. Lebih baik dibandingkan tahun 2017, laba usaha yang naik itu sekitar 38%. Jadi, kita lihat growth tetap ada dan cukup stabil.
Sistem penyelesaian transaksi saham dalam dua hari (T+2), yang lebih cepat dari T+3, telah diluncurkan pada 26 November lalu. Berapa lama persiapannya?
Persiapannya sebetulnya sudah lama. Dari 2016, kami sudah membuat suatu kajian, suatu survei. Kami melihat responden yakni anggota bursa yang menyatakan siap untuk masuk ke T+2.
Salah satu alasan adanya sistem T+2 adalah rekomendasi dari internasional, dari IOSCO (The International Organisation of Securities Commissions) dan The World Federation of Exchange. Settlement diperpendek, akan menambah efisiensi dan risk exposure-nya juga akan berkurang. Mulai 2018, OJK mencanangkan pelaksanaan T+2.
Saat ini, di regional yang sudah melaksanakan T+2 adalah Thailand. Bahkan untuk Singapura dan Malaysia itu masih belum dilaksanakan. Di Singapura yang saya dengar, targetnya 10 Desember ini. Jadi, kami lebih cepat dari Singapura dan Malaysia.
Apakah pelaksanaan T+2 akan berpengaruh terhadap peningkatan likuiditas pasar?
Pasti. Bila kami lihat dari beberapa kajian, dengan settlement lebih singkat, maka likuiditas semakin meningkat dan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) juga kami harapkan semakin menigkat.
Selain program T+2, apakah ada rencana menyiapkan produk-produk derivatif?
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, bursa diamanatkan untuk menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien. Strategi kami adalah menyelenggarakan perdagangan yang terpercaya dan memasukkan pendalaman pasar.
Pendalaman pasar adalah meningkatkan supply dan demand. Oleh karena itu, kami punya arah strategis, di infrastruktur, anggota bursa, emiten, dan investor.
Ada beberapa produk untuk peningkatan infrastruktur kebursaan. Salah satunya adalah Electronic Trading Platform untuk obligasi dan untuk IGBF (Indonesia Goverment Bond Future). Inisiatif bukan dari kami saja, juga dari TPPSU (Tim Pengembangan Pasar Surat Utang), terdiri dari Departemen Keuangan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan SRO (Self Regulatory Organization).
Apa produk derivatif yang akan diluncurkan?
Ada beberapa inisiatif yang Insya Allah akan dilaksanakan pada 2019, di antaranya Single Stock Future dan Structured Warrants. Produk itu bagian dari peningkatan infrastruktur.
Dari emiten, terdapat beberapa inisiatif, salah satunya adalah E-Registration, di mana orang yang mau IPO (Initial Public Offering) akan melaksanakannya secara elektronik. Jadi dapat langsung terkoneksi dengan sistem di OJK.
Kedua adalah E-Book Building, kami buatkan suatu platform. Saat perusahaan IPO, pemesanannya dapat dari seluruh wilayah di Indonesia. Sistem pemesanan juga akan lebih transparan. Produk ini merupakan inisiatif dari BEI.
Bagaimana produk derivatif yang terkait dengan anggota bursa?
Pertama, dukungan terhadap perusahaan efek daerah. Kedua, program untuk simplifikasi pembukaan rekening efek. Sebagaimana kita tahu, untuk membuka suatu rekening, masih kalah dengan fintech. Fintech dapat memproses pembukaan rekening dalam waktu beberapa jam. Kami masih butuh waktu, bisa berhari-hari. Bahkan bila dari luar kota, waktunya sampai seminggu.
Dengan adanya simplifikasi pembukaan rekening, diharapkan dapat lebih singkat dalam hitungan jam.
Selain itu, yang terkait dengan anggota bursa, dukungan untuk ke Securities Lending and Borrowing, di mana pinjam-meminjam saham itu penting. Terutama untuk T+2, yang memiliki kemungkinan kegagalan. Dengan adanya Securities Lending and Borrowing, bisa memakai alternatif untuk meminjam saham.
Produk yang terkait dengan investor?
Salah satu adalah IDX Virtual Trading. Kami akan membuat suatu sistem, persis seperti environment yang ada, sehingga calon-calon investor mau belajar persis seperti dia melakukan trading dengan anggota bursa. Kami akan buat suatu platform virtual trading, untuk memberi edukasi kepada calon-calon investor.
Apakah bisa mengulang rekor pencatatan emiten baru pada tahun depan yang bertepatan dengan Pemilu?
Tahun depan adalah tahun politik, tapi tetap optimistis. Untuk 2018, target kami awalnya 35 listed company. Namun ternyata melampaui ekspektasi (mencapai 51 emiten baru). Untuk 2019, kami tetap optimistis, dengan menargetkan 35 emiten baru. Insya Allah bisa terlampaui juga.
Apakah Pemilu membawa dampak signifikan dengan pergerakan IHSG?
Secara historikal tak ada pengaruhnya di tiga pemilu yang sudah berlangsung, mulai 2004, 2008 hingga 2014. Tren pergerakan IHSG tetap naik.
Bagaimana upaya BEI terus mendorong startup menjadi perusahaan publik?
Kami sangat mendukung agar startup menjadi perusahaan terbuka yang tercatat di bursa. Kami mengembangkan inkubator untuk membimbing beberapa startup. Saat ini sudah 68 perusahaan yang ikut dalam inkubator tersebut.
Hal ini terkait dengan dukungan dari OJK, yang mendorong Equity Crowd-Funding untuk mendanai startup agar bisa lebih berkembang. Pada saatnya nanti, mereka bisa masuk ke bursa.
Kami juga sedang mengembangkan papan akselerasi, di luar papan utama dan papan pengembangan. Nah kami sedang siapkan papan akselerasi yang persyaratannya jauh lebih ringan daripada kedua papan lainnya.
Diharapkan dengan adanya Equity Crowd-Funding itu startup bisa masuk dalam papan akselerasi terlebih dahulu dan setelah itu, setelah berkembang, bisa ke atas. Masuk ke papan pengembangan bahkan bisa ke main board.
Apa perbedaan persyaratan go-public antara papan akselerasi dan dua papan lainnya?
Persyaratan paling tinggi di papan utama, di antaranya dengan kepemilikan minimal 1.000 pemegang saham dan untung selama tiga tahun. Sementara papan pengembangan tidak perlu untung, tapi harus punya proyeksi untung. Ini harus Wajar Tanpa Syarat.
Papan akselerasi (syarat yang harus dipenuhi emiten) itu lebih ringan, tidak perlu Direktur Independen, Komisaris Independen. Bahkan tidak perlu untung, tapi tetap harus memiliki harapan untuk untung. Syarat minimumnya masih digodok, kepemilikannya sekitar 300 pemegang saham.
Bagaimana BEI mendorong peran investor domestik agar lebih kuat di pasar modal Indonesia?
Saat ini, kami punya kantor perwakilan sebanyak 30. Kami juga punya galeri investasi sebanyak 410. Semua ini merupakan usaha kami untuk (meningkatkan) literasi, edukasi, sosialisasi kepada masyarakat secara keseluruhan. Usaha-usaha kami untuk terus memberikan pendidikan kepada mereka.
Di samping itu, kami inisiatif membuat suatu perusahaan efek (PE) daerah. Nantinya PE daerah itu dimiliki oleh orang atau insitusi yang mengerti mengenai kebudayaan daerah, kultur, sehingga untuk sosialisasi dan edukasinya menjadi lebih mudah. Mungkin lebih terpercaya karena pemegang sahamnya juga dari institusi daerah. Itu akan menambah ketahanan investor retail kita.
BEI berencana mengembangkan digitalisasi pasar modal. Bagaimana nasib perusahaan efek daerah nantinya?
Dengan proses digitalisasi, tetap saja orang ingin menelpon juga. Tidak selalu (pelayanan) harus melalui online. Nah, proses digitalsiasi, itu sebetulnya untuk (urusan) order transaksi. Tetapi (kegiatan) edukasi, literasi, perlu suatu kehadiran (lembaga) di daerah tersebut. Jadi, memang harus ada keterwakilan di daerah tersebut yang tahu kultur dari masing-masing daerah.
Apakah banyaknya kerja sama AB dengan perusahaan fintech merupakan arahan bursa untuk mempercepat literasi pasar modal?
Sebetulnya, saat ini sudah kerja sama dengan fintech, di antaranya SBN (Surat Berharga Negara). Untuk distribusi saat perdana perdagangan retailnya melalui fintech. Jadi menurut saya, ke depan sangat memungkinkan kami berkolaborasi dengan fintech.