Saya Mewakili Negara Berdagang, Cost Recovery Itu Abusive

Arnold Sirait
1 September 2017, 11:27
Jonan
Ilustrator: Betaria Sarulina

Sistem gross split ini seperti yang diterapkan di pertambangan?

Betul sekali, gross split itu adalah tax and royalty. Duta Besar Amerika Serikat datang ke sini dan bertanya, “di dunia mana yang ada gross split?” Saya katakan, kamu coba lihat sendiri di Amerika. Amerika itu konsepnya tax and royalty. You dapat konsensi dari negara, mengebor di sini. Bayar pajak dan royalti.

Ini sama dengan gross split itu tax and royalty. Royaltinya itu dalam bentuknya gross split. Pajaknya dihitung lagi.

Mereka yang dikelola ‘barat’ (asing) jauh lebih proper. Kalau yang dikelola K3S Indonesia, termasuk Pertamina, jauh lebih bisa diefisienkan. Kalau yang kontraktor lokal itu ada (biayanya) US$ 40 dolar per satu barel. Penyebabnya adalah produksinya 3 ribu tapi naik mobil Mercedes juga. Yang produksi 100 ribu juga naik Mercedes. Ini kan lain.

Tapi mengapa banyak yang meributkan skema baru ini?

Sama dengan minerba, IUPK atau PKP2B itu kayak gross split. Tapi yang ribut cuma hulu migas karena dari dulu kebiasaan. Katanya Wamen (Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar), yang senior itu kritik Wamen karena dianggap kita tidak mengerti. Karena ini sudah disurvei sejak dulu.

Namun, zaman ini berubah. Yang ngomong tidak mengerti-mengerti itu tidak pernah bisa jadi Menteri kok, apalagi jadi Menteri Perhubungan. Saya orang yang bisa reformasi pelayanan kereta api di Indonesia, yang selama ini tidak pernah bisa dilakukan. Itu fakta! Yang kritik itu pernah beresin kereta api gak?

Bagaimana dengan keberatan bahwa kalau tak ada lagi cost recovery dan kembali ke sistem tax and royalty maka itu melanggar Pasal 33 UUD 1945?

Itu keributan orang yang belagak bego. Tulis itu.

Jadi keberatan itu tidak beralasan?

Yang bisa memberikan konsesi, dan mengizinkan itu kan pemerintah. Prinsip ini tidak berubah dalam skema gross split. Yang dilepas hanya tanggung jawab atas biayanya, yang dulu di-reimburse oleh negara. Chevron itu cost recovery pembagiannya di bawah. Itu 88% negara, 12% Chevron.

Kalau you yang kerja cuma dapat 12%, mau tidak? Kenapa Chevron mau, karena ada cost recovery. Dia bisa klaim di atas. Saya tidak menuduh dia (Chevron) mark-up. Kita sekarang split saja: elu 60, gue 40. Tanggunganmu, jadinya takut.

Saya jadi heran. Di Amerika Serikat melakukan tax and royalty juga. Tidak ada cost recovery di Amerika, tapi kok Anda bilang tidak dikuasai negara. Tetap dikuasai negara. Dia mau ngebor izin saya. Produksi izin saya. Kapasitas produksi berapa juga izin saya. Mau dicabut juga hak saya mewakili negara. Hanya cost-nya tidak (di pemerintah).

Ada tujuan lain sebenarnya. Saya ingin sistem procurement itu free. Dia bisa menentukan sendiri, tidak usah ikut procurement negara. Karena cost recovery, sistem procurement negara ini panjang sekali.

Presiden sudah ngomong agar di-streamline yang efisien dan efektif. Malah ditender harga lebih mahal daripada beli langsung, itu kan lucu. Yang ribut supplier karena tidak bisa main lagi.

jokowi jonan
jokowi jonan ( ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Apakah skema gross split ini berlaku untuk semua kontrak migas?

Pertanyaan kedua begini: Pak Menteri ini tidak fair. Dulu janji 30 tahun cost recovery, tapi baru jalan 15 tahun sekarang diubah sistemnya. Kan dulu nikah janjian musik keroncong, kenapa diganti jazz?

Jawaban saya gampang. Yang sudah ada sampai kontrak habis saya tidak akan ganggu. Ini untuk ke depan yang baru. Saya bilang, kalau kawin lagi musik jazz karena tidak dengan nyonya sekarang. Kecuali 30 tahun setuju diperpanjang dengan kontraktor yang sama. Itu pun mereka punya opsi, boleh memilih. Tapi, pemerintah juga punya opsi.

Chevron kontraknya habis tahun 2021. Chevron bilang ke kami, boleh milih enggak? Boleh, tapi saya yang menentukan. Perpanjang atau tidak kontrak itu merupakan keputusan negara.

Yang dipersoalkan kontraktor itu, dihapusnya cost recovery atau besaran bagi hasilnya?

Split-nya. Besaran split itu tergantung sifat reservoir. Sifat sumur itu menentukan biaya produksi. Kalau split-nya itu sekarang lagi diperbaiki. Kami pakai kalibrasi yang sudah eksisting (blok) sebagai testing.

Memang hal ini tidak bisa memenuhi keinginan semua pihak. Tapi hidup ini bebas. Misalnya, Anda bilang kalau meneruskan blok ini dengan split kayak begini tidak mau. Ternyata, yang lain mau. Ya sudah saya kasih dia saja, kamu pergi. Emang gue perlu ada lu di hidup gue. Belum tentu juga kan sama.

Seperti Duta Besar Inggris selalu bilang. Tarif EBTKE di sini itu  terlalu murah. Banyak perusahaan Inggris tidak bisa masuk. Loh, perusahaan Perancis masuk, Itali masuk, kenapa you susah. Apa harus ada perusahaan Inggris di sini?

Mengenai rencana revisi aturan gross split, apakah mengenai split-nya?

Ya, di split-nya. Harry Poernomo (anggota DPR Komisi VII) selalu ngomong ke saya bahwa tidak penting cost recovery-nya berapa. Yang penting hasil net ke negara itu lebih besar. Betul itu. Saya mewakili negara berdagang untuk sumur-sumur minyak Indonesia.

Dagang itu bukan pintar-pintaran, tapi sama-sama untung. Tapi kalau kamu untung terlalu besar, saya terlalu kecil itu namanya saya goblok. Kita fair saja. Menurut saya, kalau cost recovery itu sudah abusive (hubungan yang kasar).

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...