Kami Tunda Pengembangan TOD, Fokus Selesaikan Konstruksi Kereta Cepat
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) awalnya berencana mengembangkan kawasan transit oriented development atau TOD seiring proses konstruksi jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. KCIC menyiapkan ratusan hektare di empat stasiun untuk dibangun kota terpadu.
Kawasan TOD yang terdiri dari kompleks perumahan, perkantoran, perhotelan, hingga pusat ritel ini digadang-gadang menjadi pemasukan potensial bagi KCIC. Namun biaya investasi kereta cepat diperkirakan membengkak hingga Rp 27 triliun. Pemerintah terpaksa mengambil dana dari APBN sebagai suntikan modal kepada konsorsium.
Saat ini, KCIC akan berfokus mengejar target operasi kereta cepat di Juni 2023. Pengembangan kawasan TOD terpaksa ditunda karena ketiadaan modal. Sebagai gantinya, KCIC hendak mengembangkan properti di area yang lebih kecil untuk memanfaatkan lahan yang sudah diakuisisi.
"Kami akan kembangkan properti yang mendukung perkembangan stasiun. Misalnya untuk ritel dan rumah sakit," kata Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi, Rabu dua pekan lalu. "Setelah ada sumber pendanaan lain untuk pengembangan, kami lari lagi ke TOD."
Lalu, bagaimana masa depan pengembangan kawasan terpadu di sepanjang jalur kereta cepat? Apa strategi KCIC untuk mewujudkan pendapatan non-tiket seperti yang direncanakan di awal? Berikut ini petikan wawancara khusus Katadata.co.id dengan Dwiyana.
Ikuti Liputan Khusus Kereta Cepat Lainnya:
Bagaimana rencana pengembangan kawasan TOD di setiap stasiun kereta cepat?
Saat ini pemerintah meminta agar kami fokus menyelesaikan konstruksi kereta cepat sampai bisa beroperasi. Itu tidak mudah, walaupun perkembangannya sudah sampai 79 %. Kemarin Pak Presiden Jokowi datang ke tunnel dua untuk memastikan. Walaupun ada kendala geologi, tetap harus diselesaikan.
Terkait TOD, kami melihat ini identik dengan pengembangan properti yang masif di kawasan stasiun. Kami awalnya merencanakan hampir 250 hektare di setiap stasiun. Saat ini, kami harus sampaikan apa adanya bahwa terkait itu kita hold dulu.
Jadi pengembangan TOD akan ditunda?
Ya. Saat ini kami berfokus ke pengembangan properti yang mendukung stasiun di atas lahan yang sudah kami akuisisi. Misalnya, di Stasiun Halim, kami punya lahan 2,6 hektare, sewa dari TNI AU selama 50 tahun. Itu yang kami kembangkan.
Berapa harga sewa tanah di Halim?
Sekitar Rp 1,4 triliun ke kas negara. KCIC itu setoran ke negara hampir Rp 3,5 triliun, baik berupa pajak, sewa barang milik negara dan lain sebagainya.
Kenapa KCIC memutuskan menunda pengembangan TOD?
Karena masalah pendanaan. Harus dipahami, ini adalah railway project, bukan TOD project. Railway project turunannya TOD project, bukan kebalikannya. Jadi tetap jalur kereta harus jadi skala prioritas. Pengembangan TOD bukan dihentikan, tetapi ditunda. Rencana yang dibuat di Stasiun Halim, Karawang, Tegalluar, Walini, itu tetap ada. Tetapi belum menjadi fokus saat ini dan akan dikembangkan pada tahap selanjutnya.
Bagaimana konsep pengembangan properti di setiap stasiun?
Kami akan mengembangkan properti di stasiun yang lahannya sudah kami kuasai. Memang tidak besar. Di Halim ada 2,6 hektare, di Tegalluar 7,2 hektare, di Karawang sekitar tiga hektare. Konsepnya, kami kembangkan properti yang mendukung perkembangan stasiun. Misalnya untuk ritel dan rumah sakit. Berikutnya, kami lari lagi ke TOD. Bagaimanapun, TOD potensi bisnis yang menarik.
Bagaimana rencana pendanaan investasi properti?
Kalau tergantung hasil review atas feasibility study (FS), di dalam FS disebutkan berapa ekuitas yang kami harus setor. Atau, berapa besar dari mitra kalau akan menggandeng mitra, atau berapa besar pinjaman dari bank. Yang paling penting adalah kami bisa mendapatkan keuntungan atas pengembangan itu semua. Jadi kemungkinan makin terbuka luas.
Ada syarat khusus untuk jadi mitra?
Siapapun yang kami pilih adalah mitra yang memiliki tiga hal: pasar, duit, dan kompetensi. Kami lakukan beauty contest saja, pasti banyak perusahaan di Indonesia yang tertarik. Sampai hari ini sudah banyak proposal yang masuk. Kami bikin MoU, termasuk dengan beberapa pengembang di Bandung dan Jakarta.
Siapa saja yang sudah tertarik?
Nanti kalau sudah pasti kami sebut nama kerja sama dengan siapa. Banyak banget, semua orang tertarik untuk pengembangan.
Khusus Halim, bagaimana konsepnya?
Halim Superblock itu akan jadi seamless connectivity antara stasiun kita dengan LRT dan moda transportasi lain. Propertinya akan terdiri dari healthcare service, kawasan ritel, office, dan MICE.
Dominasi propertinya dalam bentuk perumahan atau fasilitas lain?
Saat ini lebih banyak properti untuk mendukung pelayanan stasiun. Hotel pun bukan tipe resort. Hotel yang kita kembangkan memang yang mendukung pelayanan stasiun. Ritel pun konsepnya berbeda dengan mal ritel seperti di pusat-pusat kota.
Rumah sakit sudah ada yang berminat?
MoU sudah, sudah banyak yang minat. Tenang saja. Kenapa saya bisa ngomong rumah sakit dan lain-lain, ada lah.
Pemain lokal semua atau mayoritas investor asing?
Yang pasti, pembicaraan kami dengan mitra lokal. Bahwa mereka ada investor dari luar, itu kan urusan mereka.
Artinya tidak harus melibatkan BUMN?
Prioritas BUMN
Berapa perkiraan investasi di Halim?
Pengembangan properti di Halim itu sekitar Rp 2 triliun. Tapi masih kita review lagi. Ini juga belum kami ajukan ke pemegang saham dan dewan komisaris.
Bagaimana dengan rencana pengembangan di Stasiun Padalarang?
Padalarang sementara belum ada rencana. Tanahnya milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan sudah ada pengembang di sekitarnya. Kami dan KAI sudah ada pembahasan. Lahan di Padalarang itu terbatas jadi sulit untuk mengembangkan TOD. Yang kami lakukan sekarang adalah bekerja sama dengan KAI dan Pemprov Jawa Barat serta Pemkab Bandung Barat untuk mengembangkan Stasiun Padalarang secara terpadu.
Tidak hanya stasiun kereta cepat saja, karena KAI juga punya stasiun di situ. Nanti akan ada feeder dari dan ke Kota Bandung.
Jadi seperti kereta bandara?
Iya seperti itu. Kami masih butuh dukungan dari semua pihak. Konteks saat ini kami mencoba menata kawasan Padalarang, belum pengembangan TOD. Tapi kami tetap paralel berdiskusi dengan beberapa perusahaan pengembang di sana, salah satunya pengembang Kota Baru Parahyangan (KBP). Mereka ingin ada jalan akses langsung dari KBP ke Stasiun Padalarang.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sempat menyinggung akan mengajak KAI untuk membangun TOD di Stasiun Bandung. KCIC ada pembicaraan ke sana?
Kalau ke Bandung enggak dong, itu biar KAI. KAI dan kami kan bapak sama anak, enggak boleh rebutan porsinya masing-masing.
Dengan perubahan konsep dari TOD ke properti ini, apakah akan mengganggu skema revenue stream KCIC?
Mengurangi iya, tapi mengganggu tidak.
Mengurangi seberapa signifikan?
Dari 250 hektare ke 2,5 hektare, bayangkan. Tetapi kami harapkan tidak akan mengganggu aspek bisnis secara total PT KCIC.
Asumsi harga tiket dipatok Rp 250.000-350.000 itu memakai perhitungan dukungan dari TOD?
Ada, semua pertimbangan itu dibuat oleh POLAR UI dengan melakukan demand forecast yang dilakukan sangat ketat, mempersyaratkan banyak hal, termasuk interkonektivitas, aksesibilitas, termasuk pengembangan TOD: bagaimana jalan tol lima tahun ke depan, apakah tetap seperti sekarang atau malah jadi makin macet? Semua kemungkinan dihitung sama POLAR UI dalam kajian studi, termasuk rencana pemindahan ibu kota negara.
Dengan pemindahan fokus dari TOD ke properti, seberapa signifikan pengaruhnya ke harga tiket?
Ke tiket tidak berpengaruh. Tiket yang sekarang sebenarnya sudah sangat mempertimbangkan pengurangan dari pengembangan TOD menjadi properti. Jadi apa yang dilakukan oleh teman-teman POLAR UI itu benar-benar mempertimbangkan aspek pergerakan orang dari Jakarta ke Bandung, baik yang saat ini menggunakan travel, jalan raya, bus, kereta.
Bahwa TOD dipertimbangkan iya, tapi bukan menjadi hal yang major. Artinya POLAR UI melihat potensi pergerakan di jalan tol. Selain itu juga menilai sejauh mana kira-kira nanti orang mau pindah naik kereta cepat.
Bayangkan pada saat tol Cipali dibangun, seolah-olah orang menganggap KA pasti mati. Begitu tiba-tiba ada pembangunan elevated toll Jakarta-Karawang, langsung macet kan di mana-mana, ke Jakarta jadi 5-6 jam, orang kembali ke kereta.
Bagaimana pengaruh penundaan TOD ke arus kas?
Cashflow itu dihitung menggunakan pendekatan demand forecast POLAR UI. Pendapatan kami di luar dari penumpang itu memang ada dari non-tiket dan utilitas. Misalnya kabel fiber optik, pipa, iklan dan lain sebagainya. Kami bisa juga lakukan bundling nanti.
Bagaimana konsep revenue stream KCIC nantinya?
Yang kami bangun adalah transportasi dulu karena memang railway company. Baru nanti kita kembangkan jadi lifestyle business. Itu yang dilakukan perusahaan-perusahaan kereta api di di Hong Kong dan Eropa. Paling top itu Japan Rail East. Basisnya dia kuasai dulu kompetensi sebagai perusahaan kereta api, baru di atas lahan kanan kiri jalur kereta itulah dia bangun properti.
Saat ini, major revenue stream di Japan Rail East itu kontribusinya dari lifestyle business, bukan dari transportasinya. Tapi itu kan tidak terjadi begitu saja. Ya saya pikir KCIC bisa belajar dari situ. Kami kembangkan dulu basis bisnis KA-nya, baru bicara masalah TOD. Bukan sebaliknya
Ada proyeksi berapa pendapatan dari setiap revenue stream?
Semua sudah diperhitungkan. Kami melakukan financial model. Angkanya masih terus kami kaji. Asumsi awal non-fare box itu cuma 1 % termasuk properti. Tapi kami enggak puas kalau cuma 1 %, makanya kami hitung terus. TOD itu untungnya banyak, tetapi harus lihat situasi pasarnya seperti apa, pengadaan lahannya bagaimana, duitnya siapa, siapa mitranya, strateginya seperti apa.
Angka perkiraan berapa?
Nanti saja. Yang penting bagaimana di tengah adanya isu cost overrun ini proyek harus kita jalankan.
Terkait cost overrun, ini penyertaan modal negara hanya Rp 4,3 triliun sementara kekurangannya Rp 27 triliun. Bagaimana mengatasinya?
Sebenarnya Rp 4,3 itu untuk PNM sebagai setoran modal. Karena pandemi Covid-19, pemegang saham KCIC belum bisa melakukan setoran modal. Untuk kekurangannya kita mempertimbangkan facility agreement. Tapi tentunya akan ada banyak cara untuk menutup itu. Sekarang lagi dibahas di BUMN Sponsor, termasuk BUMN sponsor dari Cina.
Apa saja opsinya?
Opsinya banyak sekali. Dalam skema perhitungan KPMG [konsultan] itu sampai ada delapan opsi. Sekarang lagi kami bahas. Secara paralel, KCIC sendiri juga menghitung bagaimana mengurangi cost overrun. Sekarang paralel juga dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit keuangan KCIC.
Bagaimana status auditnya saat ini?
Masih jalan. Mungkin akan membutuhkan waktu dalam melakukan review. KCIC sendiri aktif melakukan usulan efisiensi biaya. Ini misalnya jalan akses Kalimalang ke stasiun Halim. Kita menggunakan tanah TNI AU. Desain sudah jadi, tiba-tiba dari pemerintah kota dan TNI AU bilang, lahan untuk jalan akses, akan diambil sebagian untuk pembangunan waduk. Di sini pasti berubah. Dengan sendirinya usulan cost overrun untuk jalan Kalimalang yang dulu ibaratnya 10 bisa menjadi 6, itu kita sampaikan ke BPKB. Pesan dari Pak Luhut [Menko Marves], KCIC itu ibarat handuk kering tetap diperas.
Kalau bahas struktur modal, KAI kabarnya akan menggantikan WIKA sebagai leader di konsorsium. Bagaimana perubahan struktur modalnya?
Ya ini sedang dihitung juga. Yang pasti KAI paling besar. Kemudian ada WIKA, Jasa Marga, dan PTPN VIII.
PTPN VIII tadinya akan menyetorkan tanah sebagai modal, tetapi KCIC butuh cash. Bagaimana statusnya di konsorsium?
Masih sebagai pemegang saham karena sebelumnya sudah ada setoran modal walaupun kecil. Semestinya PTPN VIII memonetisasi lahannya dulu dengan mencari mitra lalu uangnya untuk setoran modal. Setoran lahan tidak bisa dipakai untuk biaya proyek.
Saham PTPN VIII akan tergerus?
Pasti iya akan diambil KAI. Sekarang kan skenario dari pemerintah, karena ini tahapannya sudah mendekati masa operasi, KAI-lah sebagai pemimpin menggantikan WIKA.
Ada kabar WIKA Realty dapat izin prinsip pengembangan di TOD Karawang?
Saya malah belum dengar.
Ada kabar juga sudah banyak spekulan tanah yang membuat harganya melangit di sekitar stasiun?
Ya, hukum ekonomi masih berlaku. Kami tidak bisa menyalahkan siapa pun. Saat ini izin lokasi KCIC yang pegang. Tetapi karena KCIC tidak punya uang, mungkin masyarakat melakukan jual beli. Pada saat nanti berubah nama itu yang sulit.
Kami tidak mau juga menghambat pertumbuhan kawasan Karawang, tetapi siapa pun yang ingin mengembangkan TOD di Stasiun Karawang, pasti bekerja sama dengan KCIC. Kami ingin skemanya win-win solution.
Berapa target penumpang saat mulai beroperasi?
Hitungan POLAR UI itu sekitar 30.000 penumpang per hari, tetapi ini belum selesai. Masih kami evaluasi terus. Asumsi kami, lima tahun pertama itu pertumbuhannya relatif kecil.
Seberapa kecil?
Sekitar 3% per tahun di lima tahun pertama.
Dengan asumsi tiket Rp 250.000-350.000 apakah akan menutup operasional kereta sekali jalan?
Dalam perhitungan financial model pasti menutup. Jadi memang begini ya, semua perusahaan transportasi apalagi kereta api di tahap awal pasti akan mengalami masa realisasi penumpangnya tidak sesuai dengan demand forecast, itu pasti ada.
Apakah ada skenario subsidi untuk harga tiket?
Itu porsinya pemerintah untuk menjawab. Kalau dari kami belum ada inisiatif ke arah itu.
Bagaimana tantangan pembangunan konstruksi jalur kereta api?
Tantangan utama sebenarnya masalah geologi. Jadi terowongan dua yang dikunjungi Presiden itu panjangnya cuma sekitar satu kilometer, tetapi butuh tiga tahun untuk menyelesaikannya. Tanah di situ jenisnya clay shale yang sangat ekstrem. Begitu kami gali langsung mengembang dan memicu longsor. Itu terjadi berkali-kali. Jadi kami ubah metode kerjanya.
Bagaimana solusinya?
Jadi dari atas terowongan itu kami masukin semen beton untuk memudahkan penggalian. Sekarang sudah normal. Proyeksinya bulan April 2022 selesai.
Bagaimana dengan faktor keamanan terowongan?
Tunnel kami desain dan layak fungsinya disertifikasi oleh Komite Keamanan Jembatan, Terowongan, dan Jalan (KKJTJ) Kementerian PUPR. Setelah itu nanti akan disertifikasi juga dengan Kementerian Perhubungan. Jadi ada dua lembaga negara yang memastikan keamanan tunnel yang akan dioperasikan oleh KCIC.