Indonesia dan Cina Akan Segera Merasakan Dampak Perang di Ukraina

Gabriel Wahyu Titiyoga
29 April 2022, 07:00
Duta Besar Ukraina Vasyl Hamianin
Katadata

Rusia menyebut salah satu alasan menyerang Ukraina karena tidak ingin negara Anda menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Benarkah Ukraina akan bergabung dengan NATO?

Soal NATO, presiden kami sudah jelas menyatakan tidak menentang status netral, kami menerima netralitas. Tidak masalah bagi Ukraina akan menjadi anggota NATO atau tidak.

Di sisi lain, NATO tidak pernah memberi prospek kami akan bergabung dengan mereka. NATO bahkan tidak pernah menjanjikan Ukraina akan menjadi anggota NATO, misalnya, selepas 20 tahun. Mereka hanya menyatakan pintunya selalu terbuka. Tidak ada janji, tidak ada rencana aksi.

Arah kebijakan politik Ukraina, seperti diplomasi dan strategi kebijakan luar negeri, memang menuju integrasi Eropa-Atlantik dan pada akhirnya menjadi anggota NATO dan Uni Eropa. Ini ada di dalam konstitusi. Namun, presiden menyatakan hal itu bisa diubah, bukan masalah besar.

Hal itu bisa diubah lewat referendum sehingga rakyat bisa memilih, lalu dibahas di parlemen. Ukraina adalah negara demokratis. Ketika konstitusi diubah, kami bisa menjadi negara netral. Tidak apa-apa.

Namun sebelum semua itu dilakukan, kami butuh jaminan keamanan. Sebab satu-satunya tujuan menjadi anggota NATO adalah mendapatkan perlindungan dari musuh kuat potensial. Bagi negara-negara NATO, satu-satunya musuh saat ini adalah Rusia.

Bagaimana dengan negara-negara Eropa lain yang memutuskan bergabung dengan NATO?

Saya memahami negara-negara yang dulu berada di blok sosialis, seperti Polandia, Republik Cek, dan negara-negara Baltik seperti Estonia, Latvia, dan Lituania langsung mendekat ke NATO setelah sistem sosialis dan Uni Soviet runtuh. Mereka menyadari satu-satunya pelindung terhadap agresi Rusia, seperti yang terjadi saat ini, adalah NATO.

Saya tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan Estonia dan Latvia jika mereka tidak bergabung di NATO. Apa yang berlangsung di Ukraina sekarang bisa terjadi kapan saja di negara mana pun yang bukan anggota NATO.

Seperti apa relasi NATO dan Rusia selama ini?

NATO sebelumnya bukanlah ancaman bagi Rusia. Sebelum 2014, ketika Rusia menginvasi Krimea yang merupakan wilayah Ukraina lalu berlanjut ke wilayah Donetsk dan Lugansk, Rusia justru memiliki kerja sama skala besar dengan NATO. Ini termasuk suplai senjata dari negara-negara NATO ke Rusia, latihan militer, forum dan pertukaran kerja sama. Mereka dulu rekan.

Jika Anda mendengarkan pernyataan Putin 10 tahun lalu, NATO adalah partner penting bagi Rusia dan bukan ancaman.

Jangan lupa, konsumen utama sumber daya alam Rusia, termasuk minyak dan gas bumi, adalah negara-negara NATO. Amerika Serikat dan Uni Eropa juga investor utama di ekonomi Rusia. Mereka adalah mitra, menyuplai dan mengimpor banyak barang dari Rusia.

Tiba-tiba Rusia menginvasi Krimea pada 2014. Padahal saat itu Rusia juga anggota G8 dan segala sesuatu berjalan mulus untuk Putin. Dia dihormati dan diterima di mana-mana walau Rusia terlibat dalam serangan ke Moldova, perang Cechnya, hingga perang di Aleppo, Suriah. Hanya sedikit yang mengkritiknya.

Namun itu semua tak cukup bagi Putin sehingga dia menyerang Krimea. Padahal sebelumnya NATO bukan masalah untuk Putin. NATO juga tidak mengancam keamanan Rusia. Kini, semua itu dibalik dan dijadikan propaganda untuk mendapatkan pembenaran menginvasi Ukraina.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...