Advokasi Pemuda Y20 Terhadap Keanekaragaman Hayati Perlu Dilindungi
Para pemuda dari 20 negara yang tergabung dalam Youth 20 telah merampungkan Konferensi Tingkat Tinggi pekan lalu. Gelaran KTT Y20 yang berlangsung pada 17-24 Juli tersebut menghasilkan beberapa komunike terkait isu-isu global untuk diangkat ke meja para pemimpin G20.
Sepanjang working group, delegasi Y20 Indonesia memiliki empat isu prioritas: transformasi digital, ketenagakerjaan pemuda, keragaman dan inklusi, serta keberlanjutan planet dan layak huni. Delegasi Y20 Indonesia berharap agar usulan dalam komunike dapat diterima dan dieksekusi oleh anggota G20, salah satunya terkait planet berkelanjutan dan layak huni atau sustainable and liveable planet.
"Poin-poin yang kami bawa adalah menekankan perlunya tindakan lebih cepat, berkomitmen, dan mengikat secara hukum untuk perubahan iklim. Selain itu, untuk memprioritaskan kelompok dan orang yang paling rentan," kata Delegasi Y20 untuk Sustainable and Liveable Planet, Nashin Mahtani dalam wawancara kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Selain menjadi perwakilan Delegasi Y20 untuk Indonesia, Nashin merupakan direktur Yayasan Peta Bencana, sebuah organisasi nirlaba yang mengembangkan teknologi pemberdayaan untuk pengurangan risiko bencana dan respons kemanusiaan yang dipimpin masyarakat. Bersama Climate Emergency Software Alliance (CESA), dia dan kawan-kawan mengembangkan proyek perangkat lunak dengan open source terbesar untuk adaptasi iklim.
Meskipun memiliki darah keluarga India, wanita kelahiran November 1991 itu telah betah menetap di Bali. Lulusan University of Waterloo, Kanada itu juga mengaku banyak menemukan hal menarik dan belajar berbagai upaya penanganan bencana di Indonesia. Berikut rangkuman wawancaranya:
Bagaimana perkembangan mitigasi bencana di Indonesia?
Sejak tsunami 2004 di Indonesia, kami melihat kesadaran akan bencana, risiko, banyak peningkatan, dalam kapasitas Indonesia menangani bencana. Namun jalan yang harus kami tempuh masih panjang untuk mewujudkan bahwa ini dicapai di setiap kota, di setiap tingkat dan setiap orang.
Dalam hal apa saja kebijakan mitigasi Indonesia terlihat berkembang?
Kami melihat peningkatan kesadaran seperti ketika peristiwa besar terjadi di Indonesia. Kebutuhan untuk mempersiapkan berbagai hal seringkali mendapat respons reaktif setelah bencana terjadi. Namun melihat skala yang terjadi sekarang lebih banyak inisiatif dan pengakuan bahwa kita perlu proaktif dalam respons.
Jadi, kita perlu membangun sistem dan infrastruktur yang ada, sehingga ketika bencana terjadi, orang-orang siap untuk meresponsnya, untuk menyelamatkan nyawa, dan meningkatkan pemulihan.
Dibandingkan negara lain, setanggap apa orang Indonesia terhadap bencana?
Saya pikir sulit untuk membandingkan dengan negara lain karena beberapa alasan, salah satunya karena Indonesia berada di ring of fire. Alhasil, kita kerap mengalami lebih banyak bencana daripada tempat lain. Selain itu, perubahan iklim yang dirasakan Indonesia, belum melanda semua negara, sehingga frekuensi bencana di sini lebih besar. Dengan frekuensi bencana tersebut, masyarakat yang hidup dengan intensitas bencana lebih tinggi harus lebih waspada dibandingkan negara lain. Meskipun begitu, salah satu hal yang menurut saya sangat kaya di Indonesia adalah kearifan lokalnya. Di mana, cara hidup masyarakat lokal akan menyesuaikan dengan lingkungan, dan mereka sadar akan perubahan musim.
Saya juga belajar untuk memperhatikan bagaimana musim berubah ke variasi yang berbeda, dan bagaimana kita bisa hidup tanpa melawan (lingkungan/alam), tidak egois, tanpa harus memisahkan air dari kota. Namun, bagaimana kita bisa hidup dengan perubahan musim, kita bisa hidup bersama dengan kehadiran banjir, bahwa kita bisa mengakui. Itu akan terjadi, tetapi kita dapat melakukan hal-hal untuk memastikan bahwa kita aman dari dampak tersebut.
Berapa besar kontribusi pemuda Indonesia dalam mewujudkan Sustainable and Liveable Planet?
Saya pikir pemuda Indonesia memiliki peran yang luar biasa untuk dimainkan, dalam sustainable and liveable planet. Apalagi, kaum muda adalah salah satu populasi terbesar, tidak hanya di Indonesia tetapi di dunia.
Indonesia adalah rumah bagi beberapa daerah yang paling beragam keanekaragaman hayatinya, dan suara pemuda dalam mengadvokasi hal itu akan sangat penting untuk dilindungi. Tidak hanya negara kita, tetapi dunia secara keseluruhan dan untuk generasi yang akan datang.
Seperti apa hubungan planet berkelanjutan dengan kondisi ekonomi?
Begitu sering kita mendengar bahwa ada trade-off antara ekonomi atau liveable planet yang tidak dapat kita miliki keduanya. Menurut saya itu tidak benar, karena masyarakat kita secara historis selalu terstruktur untuk memastikan kelangsungan hidup generasi mendatang.
Sayangnya saat ini cara ekonomi kita disusun sedemikian rupa, tanpa memperhitungkan semua yang kita butuhkan. Misalnya, banyak kebijakan saat ini didorong oleh satu metrik yaitu PDB, tetapi tanpa mengukur kesejahteraan masyarakat. Melalui penelitian, kami bahwa peningkatan PDB tidak selalu berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Namun jika kita mengubah metrik dengan mengevaluasi diri sendiri, akan menciptakan masyarakat yang berkembang untuk generasi yang lebih lama. Jika PDB kita meningkat, tetapi kita berlomba menuju kepunahan spesies, kehancuran kesehatan manusia, kehancuran kesehatan mental, apa kita benar-benar mengatakan bahwa kita berkembang sebagai masyarakat? Jika kita ingin maju sebagai masyarakat, kita perlu memastikan bahwa cara mengevaluasi sebenarnya diukur dengan masa depan yang kita inginkan, yang kita butuhkan.
Kebijakan seperti apa yang diusulkan Delegasi Y20 kepada G20?
Secara umum poin-poin yang akan kami bawa adalah menekankan perlunya tindakan yang lebih cepat, lebih berkomitmen, dan mengikat secara hukum untuk perubahan iklim. Selain itu, untuk memprioritaskan kelompok dan orang yang paling rentan.
Ada tiga kekhawatiran utama, lebih banyak tentang hal-hal yang diajukan dalam proposal kami, yang pertama adalah kesehatan planet. Kesehatan planet adalah sebuah konsep yang mengakui bahwa kesejahteraan manusia dalam jangka panjang, tergantung pada kesejahteraan planet ini dan mengakui hak setiap manusia dan setiap spesies, atas lingkungan yang sehat.
Kedua, adalah pentingnya memprioritaskan orang dan area yang paling terkena dampak. Kami ingin memastikan bahwa dalam semua inisiatif dan kegiatan, orang yang paling terkena dampak bukan hanya penerima manfaat. Tapi terlibat dari awal hingga sebagai co-desainer, sebagai pelaksana, dan sebagai mereka yang memantau. Sekaligus memperhatikan kemajuan hasil konservasi, atau evaluasi ekonomi ekstraktif, dan hal-hal seperti itu.
Poin sentral ketiga, untuk memastikan semua sumber daya dapat beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim, dan tetap open source. Kita perlu memastikan bahwa kita tidak mengulangi kegagalan yang kita lihat di masa pandemi, misalnya paten vaksin. Dengan itu, kami melihat bahwa pandemi tidak ditangani dengan cara yang sama di semua negara.
Terkait tema G20 tahun ini, recover together, recover stronger, kami sebagai pemuda G20 ingin membawa pelajaran dari pandemi, dan memastikan bahwa kami tidak mengulangi kesalahan yang sama. Jadi kita tidak bisa mengulangi kegagalan paten vaksin dengan menutup pengetahuan, yang diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Kita harus memastikan bahwa pengetahuan dibagikan dengan cara yang sama, melalui alat open source, melalui teknologi, melalui data, untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang sama dan dapat berpartisipasi dalam upaya bersama untuk adaptasi iklim ini.
Bagaimana merealisasikan usulan tersebut?
Presiden Jokowi menginginkan hal-hal yang dapat ditindaklanjuti. Dalam usulan kami, sudah dicanangkan rekomendasi waktu. Misalnya, kapan subsidi bahan bakar fosil tertentu perlu dihapus, atau waktu di mana polusi plastik harus sepenuhnya ditangani, dan penghentian produksi bahan plastik.
Tapi tentu saja, banyak dari usulan ini berada di level kebijakan, di mana kami sangat mengharapkan bisa benar-benar direalisasikan setelah penyebaran komunike. Di mana kami dapat bekerja dengan pemuda di seluruh dunia, pemuda di seluruh Indonesia, untuk mengambil mengeksekusi kebijakan tersebut dan menggerakkan tindakan lebih lanjut.
Tindakan yang akan diambil orang akan spesifik untuk setiap daerah, tidak hanya untuk setiap negara, tetapi untuk setiap provinsi, dan untuk setiap komunitas. Namun usulan kebijakan dapat memberikan kerangka kerja. Dengan begitu, kami dapat melobi dan mengadvokasi pemerintah untuk menyediakan dukungan dan alat yang kami butuhkan.
Misalnya, dukungan terhadap jenis pendidikan tertentu untuk menuju ekonomi yang kurang ekstraktif. Dukungan kebijakan untuk memindahkan subsidi ke sumber terbarukan, atau ke arah ekonomi yang lebih produktif dan kurang ekstraktif.
Bagaimana pendapat negara lain dengan proposal Delegasi Y20 Indonesia?
Dalam banyak hal, keprihatinan kita dengan negara lain serupa, karena pada akhirnya tujuan yang semua inginkan adalah planet yang bisa dihuni semua. Tentu saja setiap negara memiliki kekhawatiran yang berbeda, karena mereka berasal dari lingkungan yang berbeda. Mereka masing-masing menghadapi tantangan sendiri, namun dari sana kita bisa belajar beragam masalah berbeda, kemudian berpikir bersama-sama dan belajar bagaimana bisa menggabungkan semua pengetahuan yang dimiliki dari negara lain.
Dengan berbagai keprihatinan dan mensintesisnya secara ringkas, maka (masalah) dapat ditindaklanjuti. Sehingga, kita dapat menggunakan itu sebagai alat bahwa pemuda G20 telah menyepakati, dan para pemimpin bisa mengikuti kita, sekaligus menyepakati komitmen-komitmen tersebut.
Apakah ada misi khusus di Y20 tahun ini?
Salah satu prioritas utama adalah membuat para pemimpin berkomitmen lebih cepat dan menerapkan tindakan konkrit. Berkaca dari kondisi bencana secara umum, tidak semua negara menghadapi hal yang sama dan secara merata. Namun Indonesia adalah salah satu yang paling rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim.
Pengalaman saya di Yayasan Peta Bencana dan melihat dampaknya terhadap penduduk di seluruh Indonesia, saya berharap kebijakan yang kami rekomendasikan akan memastikan, bahwa kami memberikan akses terhadap data dan informasi yang dibutuhkan masyarakat, untuk merespons bencana secara tepat, dengan cara yang sama. Setiap orang juga perlu memiliki akses sama terhadap pendidikan, dan kesadaran tentang perubahan iklim, serta memiliki kesempatan sama untuk berpartisipasi dalam adaptasi iklim dan pengurangan risiko bencana.
Seberapa besar peran teknologi dalam mewujudkan Sustainable and Liveable Planet?
Saya pikir teknologi memiliki peran yang sangat besar untuk dimainkan, bukan berarti kita tidak dapat mengatakan bahwa teknologi adalah solusi tersendiri, tetapi jika digabungkan dengan hal-hal lain, teknologi memungkinkan kita untuk mencapai hasil yang lebih besar. Misalnya, kawasan ASEAN memiliki 100 juta lebih banyak smartphones, penetrasi itu mewakili infrastruktur yang dapat kita manfaatkan. Itu karena, kita dapat memanfaatkan kecerdasan kolektif pada skala yang belum pernah dimanfaatkan sebelumnya.
Teknologi dapat dimanfaatkan, jika dirancang dengan benar dan dapat mencakup kecerdasan kolektif. Dengan begitu, bisa menyelesaikan masalah bersama. Bahkan, Pari Agreement mengakui peran teknologi untuk mitigasi dan adaptasi. Teknologi memiliki peran penting untuk dimainkan, tetapi harus dipastikan bahwa itu dirancang agar inklusif dan dapat diakses oleh mayoritas.
Skor 1-10, seberapa peduli orang Indonesia terhadap lingkungannya dan bencana?
Untuk lingkungan, mungkin sekitar tujuh atau delapan. Mengapa relatif tinggi? karena saya pikir pengetahuan itu ada di budaya lokal kita. Jika kita melihat cara hidup tradisional, sangat selaras dengan lingkungan. Lalu apa yang perlu kita lakukan sekarang? yakni membawa itu sebagai hal utama. Kita sangat pandai meningkatkan kesadaran, menggunakan media sosial untuk menyampaikan keprihatinan, dan benar-benar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat lokal untuk meningkatkan kesadaran tentang hidup dengan lingkungan secara berkelanjutan itu. Itu sudah dibangun dari pengetahuan dan tradisi dari nenek moyang kita.
Untuk bencana, bervariasi, tergantung di mana orang tinggal. Tapi saya pikir (skornya) mungkin lebih dari lima. Itu karena, tidak semua orang mengalami bencana dengan tingkat yang sama, tetapi mereka yang (terbiasa) mengalami (bencana) tentu memiliki kesadaran 10-11, sedangkan yang jarang mengalaminya mungkin memiliki tingkat kesadaran kurang.