Insentif dan Disinsentif Spesifik Penting untuk Dorong Green Financing
Apakah pola bisnis konvensional belum mewadahi pengembangan pembiayaan alternatif ini?
Jika pembiayaan hijau memakai pola-pola standar atau bussiness as usual, tentunya tidak akan sesuai dengan risk apettite dan risk tolerance perbankan. Pertama, karena sebagian besar debitur belum terlalu paham dengan skema pembiayaan berkelanjutan.
Kedua, dalam konteks project finance, hal mendasar seperti kepastian profit untuk membayar kembali kredit yang sudah diberikan menjadi hal yang dipertimbangkan. Juga kesesuaian jangka waktu pembayaran kredit, apakah sudah sesuai dengan maturity funding dari bank atau belum. Mengingat Taksonomi Hijau merupakan hasil konsesi dan kolaborasi dengan delapan kementerian/lembaga yang mengampu sektor usaha yang dinilai paling berpengaruh dengan isu berkelanjutan, koordinasi lebih lanjut menjadi agenda kami.
Dalam blended finance, OJK sangat mendorong inisiatif pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Keuangan dengan PT Sarana Multi Infranstruktur (SMI) untuk menerapkan skema ini dan memperluas cakupan sektornya. Dalam hal ini, ada lembaga lain non-perbankan seperti filantropis, lembaga internasional, investor, dan lainnya yang bisa memberikan dana maupun dukungan lainnya yang bisa menurunkan level risiko dalam bisnis hijau.
Hal ini sejalan dengan konsep dalam blended finance terkait de-risking facility. Ke depan, ekosistem ini akan bisa mendukung masuknya proyek pengurangan emisi yang bisa berdampak signifikan.
Bagaimana mengintegrasikan instrumen keuangan berkelanjutan untuk mendukung mitigasi perubahan iklim?
Sektor jasa keuangan pada dasarnya adalah sektor swasta dan punya potensi sumber pembiayaan yang besar untuk menyokong pemerintah dalam membiayai perubahan iklim. Untuk mencapai itu, mereka harus meningkatkan portofolio hijau dalam balance sheet mereka.
Namun hal tersebut perlu dilakukan dengan menyeimbangkan antara risiko dan peluang bisnis supaya tidak menimbulkan shock terhadap stabilitas sistem keuangan. Hal itu dikarenakan sektor keuangan juga harus menghadapi potensi risiko akibat kondisi perubahan iklim, seperti bencana dan risiko transisi akibat perubahan peraturan dan kebijakan yang berdampak signifikan.
Terlebih, terdapat perbedaan skema pembiayaan antara sektor swasta dan pemerintah. Pada sektor swasta, skema yang harus dijalankan berupa investasi. Sementara model pembiayaan pemerintah berbentuk anggaran langsung atau government expenditure.
Jika sektor swasta yang membiayai pendanaan hijau harus menggunakan skema investasi, harus ada return of investment-nya. Berbekal pemahaman tersebut, kami selalu melakukan proses edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha berkelanjutan supaya memiliki pemahaman yang baik terhadap appetite lembaga jasa keuangan agar proyek hijau yang didanai mampu memenuhi ekspektasi dari lembaga jasa keuangan.
Tentunya kami berharap ada integrasi kebijakan antara kementerian dan lembaga terkait. Hal tersebut juga yang kami dorong dalam roadmap tahap dua ini, yakni pada aspek koordinasi dan kolaborasi.
Agenda prioritas apa saja yang disasar OJK untuk mendukung terciptanya ekosistem berkelanjutan di Indonesia?
Terdapat enam inisiatif strategis yang didorong OJK, meliputi:
Pertama, penyelesaian dan implementasi taksonomi hijau.
Kedua, mempersiapkan operasionalisasi carbon exchange (bursa karbon) sesuai peraturan pemerintah yang akan mengamanatkan mekanismenya kepada OJK.
Ketiga, mengembangkan sistem pelaporan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang mencakup green financing atau pembiayaan berdasarkan Taksonomi Hijau.
Keempat, mengembangkan kerangka manajemen risiko untuk industri jasa keuangan dan pedoman pengawasannya untuk mengawal risiko pembiayaan terkait iklim.
Kelima, mengembangkan skema pembiayaan untuk proyek yang inovatif dan bertanggung jawab.
Keenam, meningkatkan awareness dan capacity building berbagai stakeholders yang terlibat.
Hal ini selalu kami dorong melalui komunikasi yang intensif dengan Task Force Keuangan Berkelanjutan yang beranggotakan 51 perwakilan dari semua LJK. Juga ada emiten dan perusahaan publik bersama dengan stakeholders lain.
Lebih jauh, kami juga memfasilitasi pertemuan antara pelaku bisnis, IJK dan investor lainnya dalam forum business matching untuk mendorong pertumbuhan pembiayaan dan investasi hijau. Rangkaian diskusi ini diharapkan dapat mengurangi bottleneck yang menghambat aliran modal/pembiayaan dari lembaga jasa keuangan ke pelaku usaha, serta mengembangkan skema pembiayaan yang inovatif untuk proyek berkelanjutan di Indonesia.