Sekjen PAN: Kami Jauh Lebih Matang Ketimbang Tahun 2019
Bagaimana PAN melihat sosok pemimpin ke depan?*
Pemimpin ke depan itu berbeda dengan zaman Pak Jokowi, Pak SBY atau pemimpin sebelumnya. Sekarang ini Pak Jokowi sudah membuka pintu untuk tantangan kita ke depan, terutama konsep energi terbarukan. Pemimpin yang akan datang itu harus mampu mengurangi emisi karbon di Indonesia secara signifikan. Itu bukan hal yang mudah karena kita produsen karbon. Migas masih banyak, batu bara masih banyak, dan kita menebang hutan cukup masif. Tantangannya menjaga lingkungan, namun di sisi lain menyediakan lapangan kerja. Paradoksnya ada di situ.
Tantangan besar lain bagaimana kita bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita di atas 5 persen. Karena jika 5 persen saja kita boleh dikatakan hanya jalan di tempat. Kalau kita ingin mengangkat kelas bawah menjadi kelas menengah, kelas menengah menjadi kelas menengah atas itu harus pertumbuhan di atas 5 persen.
Kondisi geopolitik saat ini juga berubah. Sekarang kita melihat ancaman geopolitik Amerika Serikat - Cina itu riil, AS - Rusia itu riil. Jadi dibutuhkan pemimpin yang memiliki kecakapan untuk bisa menghimpun semua kekuatan, baik yang memilih maupun yang tidak memilih dia. Setelah itu membentuk tim di bidang ekonomi, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, di bidang pertahanan keamanan, dan lain-lain.
Kalau begitu, apa kriteria PAN dalam menentukan capres?
Pertama, harus mampu memayungi seluruh anak bangsa. Kedua, tentu tidak perlu diragukan nasionalisme di atas segala-galanya. Ketiga, calon pemimpin kita harus mampu mengumpulkan putra-putri terbaik untuk bisa membantu dalam menjawab tantangan-tantangan ke depan. Jadi mampu menjadi manajer yang baik untuk mengumpulkan dream team itu.
Apakah sudah kelihatan ke mana PAN akan memberikan dukungan?
Saya kira yang akan berlaga (di Pilpres 2024) tidak mungkin lebih dari tiga atau empat orang. Saya kira tidak akan jauh dari apa yang sudah disampaikan oleh lembaga-lembaga survei, oleh media dan lain-lain.
Apakah PAN tak mengusung kader sendiri untuk maju dalam Pilpres 2024?
PAN punya rekam jejak di situ. Pada (Pilpres) 2004 Pak Amien Rais menjadi capres. Tahun 2014 Pak Hatta Rajasa menjadi cawapres. Tetapi kita tidak ingin memaksakan kader untuk maju kalau memang tidak memungkinkan. Kami realistis saja. Kalau itu ternyata bukan kader tetapi kami tetap bisa mengambil andil di dalam pemerintahan yang akan datang, tentu itu juga sangat baik.
Artinya siapapun capres pemenangnya, PAN tetap akan berada dalam pemerintahan?
Semua orang ingin berada di barisan pemerintahan. Karena bagaimanapun juga perubahan itu dilakukan ketika kita berada di dalam pemerintahan.
Arahnya PAN akan memilih capres yang melanjutkan kerja Presiden Jokowi atau mengubah program pemerintah?
Kami harus tahu dulu program perubahan itu apa. Kalau hanya disajikan narasi perubahan, tanpa ada detail dan roadmap menuju perubahan seperti membeli kucing dalam karung. Kalau kami lihat, kebijakan Pak Jokowi kan sudah jelas misalnya infrastruktur, bantuan sosial, penguatan di sektor kesehatan.
Tetapi bukan berarti kami juga diam jika ada hal yang selama ini dijalankan kami rasakan belum pas. Kami akan sampaikan juga pada pemerintahan yang akan datang. Alhamdulillah sekarang sudah baik, teruskan, tetapi mungkin ada hal-hal yang perlu kami koreksi terlebih dahulu atau evaluasi sebelum dilanjutkan kembali.
Apa yang masih perlu dikoreksi?
Sampai saat ini kita masih belum punya data terpadu tentang kemiskinan. Itu perlu dikoreksi. Dukcapil punya data sendiri, Kementerian Sosial juga ada data sendiri. Selain itu akselerasi energi baru dan terbarukan dan mengatasi polusi seperti plastik. Ini perlu penguatan.
Lalu kapan PAN menentukan capres?
Mudah-mudahan bisa secepatnya.
Apakah PAN kesulitan menjalani pemilihan anggota legislatif dengan pemilihan presiden?
Kita sudah pernah mengalami di 2019, jadi pengalamannya sudah ada. Kami tahu bagaimana menggerakkan mesin partai untuk memenangkan pemilu sekaligus mengusung capres. Jadi satu langkah dua tiga pekerjaan sekaligus.
Tetapi hakikat dari sebuah partai itu adalah eksistensi di parlemen. Jadi kalau saya diminta untuk memilih tentu saya akan pilih PAN itu menang besar di pemilu legislatif.
Tetapi bukan berarti kemudian kami akan lepas tangan untuk pilpres karena akan ada dampak elektoralnya untuk partai secara keseluruhan. Jadi kami tentu akan bekerja ekstra keras juga untuk memenangkan capres, apalagi kalau capresnya memiliki warna yang sama dengan PAN.
Bagaimana memastikan hal ini bisa beriringan bersama? Tidak ada kekhawatiran pecahnya fokus caleg dan capres yang berlaga?
Seorang capres itu pasti akan disung oleh partai politik. Dan pemenangannya akan sangat ditentukan oleh jaringan infrastruktur yang dimiliki oleh partai politik. Jadi tidak akan pernah terlepas proses pemenangan tanpa dukungan partai politik.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dikabarkan akan maju sebagai caleg. Tapi hingga saat ini tak juga mendaftar. Bagaimana kelanjutannya?
Kami dari awal sudah merencanakan Pak Zul maju di Jateng I. Tetapi ketika proses pendaftaran itu ternyata animo kader untuk Jateng I sangat tinggi sehingga muncul kesempatan mendapatkan kursi. Pak Zul meminta namanya tidak usah dicantumkan jika tidak ada perubahan drastis. Kecuali misalnya dalam proses evaluasi ternyata ada yang berubah pikiran, ada yang mundur, tidak memenuhi syarat, tentu kami bisa memasukkan nama Pak Zul ke dalamnya.
Amien Rais, pendiri PAN, sekarang mendirikan Partai Ummat. Apa pengaruhnya kepada suara PAN di 2024?
Keputusan Pak Amien mendirikan Partai Ummat itu adalah keputusan yang tentu kami hormati karena berpolitik itu berlomba-lomba dalam kebaikan. Tapi saya kira masing-masing punya konstituen yang berbeda.
Apakah Partai Ummat menjadi ancaman baru untuk PAN?
Ancaman itu baru terjadi kalau kader PAN malas-malasan, tidak mau menyapa masyarakat. Tapi kalau teman-teman fokus, Insya Allah bisa mencapai target. Yang bisa menggerus kami itu kalau kami lengah sendiri.