Waketum PPP: Kami Yakin Survive di Pemilu 2024, Patahkan Temuan Survei
Kebebasan dalam memilih capres ini apakah menjadi kebijakan partaI?
Bukan, ini ya bukan kebijakan partai. Tapi sikap yang paling tidak terus terang saja ini saya sampaikan kepada teman-teman karena memang tidak bisa kami pungkiri ada daerah tertentu yang belum apa-apa sudah menolak dan sudah mengancam partai. Nah, saya tidak ingin itu menimbulkan perselisihan, perseteruan baru di internal PPP, menjadikan tidak produktif.
Ya sudah, saya bilang, Anda yang sekali lagi akar rumput, yang konstituen kan tidak kami paksa juga. Dan memang tidak bisa dipaksa juga. Tetapi yang kami minta, kami minta-minta, kami mohon-mohon tetap ada di gerbong PPP untuk pileg. Itu terus terang saya termasuk yang melakukan itu agar internal PPP itu memasuki pemilu 2024 nanti tidak seperti orang jawa bilang eker-ekeran sendiri.
Kami tidak mau ada perpecahan, ikhtilaf internal gara-gara yang satu itu ingin mengamankan keputusan partainya mengusung capres kemudian yang satu lagi tidak mau sehingga mempengaruhi kinerja seluruh aparatur partai dan konstituen partai di dalam pileg 2024.
Menyikapi perbedaan sikap di akar rumput apakah ini berarti PPP akan lebih konsentrasi pada pileg dan soal pilpres diserahkan pada masing-masing konstituen?
Bukan seperti itu. Kami punya kewajiban utama untuk mengembalikan suara PPP di pileg, dan kami juga punya kewajiban untuk memperjuangkan sebagai konsekuensi dari pilihan politik kami terkait dengan pilpres ya. Tetapi ketika memperjuangkan yang kedua terkait dengan capres-cawapres terjadi resistansi yang luar biasa yang mengancam suara partai di pileg, ini tidak boleh terjadi.
Dalam situasi yang seperti itu maka jangan kemudian terjadi perselisihan atau bahkan ribut sendiri. Ya sudah, saya bilang yang tidak bisa kami ajak untuk memenangkan capres kami, ya sudah tidak usah dipaksa, tidak usah ditengkari, tidak usah diselisihi.
Saya bilang kan masih banyak segmen masyarakat lain yang mungkin bisa diajak bareng untuk memenangkan capres kami, kenapa kok kami karena berbeda jadi berselisih sendiri, tengkar sendiri, energi kami kan habis untuk pertengkaran.
Apakah perbedaan suara di internal soal capres ini mayoritas?
Enggak lah. Enggak ya. Jadi saya ingin buka terus terang saja, waktu pilpres 2019 itu kami juga mendapatkan report dari internal dan survei bahwa pemilih PPP yang pada saat itu mendukung pasangan 01 Jokowi - Ma’ruf Amin hanya di kisaran 58-64%. Artinya sisanya mendukung pasangan 02 Prabowo – Sandiaga Uno. Tapi antar dua kelompok yang sama-sama PPP tapi berbeda pengusungan capresnya itu di bawah banyak tengkar. Banyak kemudian saling menegasikan. Ini yang kami tidak ingin kembali terjadi.
Itu mempengaruhi kinerja pileg, padahal bagi PPP pileg itu penting. Bahkan bagi saya terus terang itu menjadi lebih penting dalam keadaan PPP sekarang ini menjadi yang terkecil di parlemen.
Kalau sekarang perkiraannya apa sampai terbelah 50:50?
Kalau sekarang kami yakin asal pendekatan kami itu pendekatan dari hati ke hati, itu insyaallah yang sepakat dengan keputusan DPP tentang capres itu akan lebih banyak. Sepanjang pendekatan kami bijak, pendekatan kami enggak ngajak berantem, pendekatan kami enggak ngancam-ngancam dengan sanksi dan lain sebagainya.
Apa keuntungan yang diharapkan PPP dengan berkoalisi dengan PDIP?
Ya setiap partai punya perhitungan politiknya sendiri ya. Bagi kami bekerja sama atau berkoalisi dengan PDI itu kan bukan barang baru. Dulu waktu Orde Baru ada Mega - Bintang, waktu reformasi ada Mega - Hamzah, dan kemudian ketika Pak jokowi yang capres dan kader PDIP itu yang menang, kami juga diajak. Jadi kan ini bukan hal yang baru ya.
Tentu setiap pilihan politik ada pro-kontranya, termasuk dalam mengusung capres. Ada plus minusnya itu tidak bisa dihindarkan, tapi apakah pilihan atau keputusan politik mengusung capres tertentu itu benar atau salah kalau dalam politik itu baru bisa kami lihat nanti setelah pemilu itu selesai.
Apakah ada kesepakatan soal cawapres dengan mengusung Ganjar jadi capres?
Ya tentu itu bagian dari kesepakatan bekerja sama atau berkoalisi ya, tetapi itu kan tidak harus kemudian sesuatu yang kami putuskan sekarang. Termasuk terkait dengan siapa sosok orangnya, wong masih lama. Dan kemudian juga masih dinamis, karena kan tentu baru akan mengurut ke nama cawapres itu setelah konfigurasi politik kami lebih bisa dibaca, atau bahkan sudah terbentuk.
Jadi soal cawapres masih jauh?
Bukan masih jauh. Masih ada waktu beberapa bulan ke depan.
Dari kerja sama dengan PDIP apakah PPP punya lampu hijau untuk mengusung cawapres sendiri?
Tentu kami sepakat bahwa pertama soal cawapres itu akan dimusyawarahkan bersama. Jadi tidak kemudian perjanjiannya cawapres pasti dari PPP, enggak juga begitu. Tapi tidak juga posisinya adalah “pokoknya cawapres urusan PDIP, sampean kalau mau ikut ya ikut, kalau enggak ya enggak usah,” enggak gitu juga.
Ada semangat untuk musyawarah, semangat untuk memusyawarahkan cawapres. Dibicarakan bersama dan diputuskan bersama siapa cawapres. Tentu dalam proses memutuskan itu ada banyak hal yang akan dilihat. Tidak boleh juga misalnya PPP maunya si a, padahal ternyata si a yang diusung PPP itu juga mendapatkan resistensi termasuk dari ormas islam. Jadi itu proses-proses yang pada akhirnya itu akan kami bicarakan, kami diskusikan, baru diambil keputusan.
Artinya penentuan cawapres tetap dengan persetujuan PPP?
Tentu. Ya enggak mungkin kalau kemudian PPP enggak dimintai persetujuan gitu kan.