Merger Pelindo di Bawah Erick Thohir Mulai Cicipi Hasil
Sejak resmi menduduki kursi Menteri BUMN, Erick Thohir berkomitmen untuk melakukan transformasi besar-besaran dan menyeluruh di Kementerian BUMN.
Aksi bersih-bersih korupsi, pemberdayaan ekonomi kerakyatan, hingga melakukan merger atau peleburan perusahaan, adalah sejumlah langkah yang ditempuh untuk memperkuat posisi BUMN sebagai agen pembangunan dan berdaya saing global.
Aksi peleburan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo adalah upaya transformasi yang kini mulai mencicipi hasilnya. Pasca-merger, sejauh ini Pelindo mencatatkan pencapaian kinerja positif.
Tahun lalu, Pelindo mengantongi nilai konsesi sebesar Rp473 miliar, naik dari tahun sebelumnya Rp360 miliar. Kemudian, PNBP sedikit tumbuh menjadi Rp173 miliar dari 2021 yang sekitar Rp157 miliar. Dividen Pelindo juga melesat signifikan dari Rp560 miliar menjadi Rp1,317 triliun.
Dalam keterangan tertulisnya, Erick bilang bahwa merger terbukti mempermudah koordinasi pengelolaan pelabuhan di seluruh Indonesia. Bahkan Erick menyebut merger Pelindo membawanya ke peringkat delapan operator terminal petikemas terbesar dunia.
“Dampaknya, kontribusi terhadap negara melalui dividen, PNBP, konsesi, dan pajak penghasilan, juga meningkat signifikan," ujar Erick di awal tahun ini.
Sekadar informasi, Pelindo awalnya terdiri dari empat entitas, yakni Pelindo I, Pelindo II/IPC, Pelindo III, dan Pelindo IV. Usai penggabungan, Pelindo membentuk empat subholding mencakup PT Pelindo Terminal Petikemas, PT Pelindo Multi Terminal, PT Pelindo Solusi Logistik, dan PT Pelindo Jasa Maritim.
Aksi merger ini ditempuh untuk mencapai integrasi rantai nilai dan rantai pasok perusahaan-perusahaan BUMN sehingga ekosistemnya semakin kuat.
Selama ini, kemacetan dan antrean panjang akibat proses bongkar-muat barang di pelabuhan telah lama dikeluhkan oleh para eksportir dan importir, terutama mereka yang memilih Pelabuhan Tanjung Priok sebagai gerbang utama kegiatan perdagangan. Masalah ini dianggap telah menimbulkan kerugian besar.
Oleh karena itu, Erick menargetkan peleburan entitas usaha ini dapat meningkatkan sinergitas antarpelabuhan, integrasi jaringan pelayaran, serta efisiensi rantai pasok agar dapat menekan ongkos logistik transportasi.
Demikian juga dengan optimalisasi jaringan hub and spoke lewat berbagai kemitraan agar dapat memperkecil gap dan in-balance cargo, khususnya wilayah Indonesia Timur.
“Penggabungan pelabuhan dapat menekan ongkos logistik transportasi laut dan terus mengintegrasikan pelabuhan Pelindo dengan kawasan-kawasan industri di belakangnya,” tambahnya.
Salah satu subholding-nya Pelindo Terminal Petikemas mencatat pencapaian positif dari agenda utama transformasi operasional terminal peti kemas. Tercatat arus peti kemas di sepanjang 2022 mencapai 11,16 juta teus, naik dari tahun sebelumnya 11,04 juta teus.
Hal itu terdiri dari arus peti kemas luar negeri di periode sama yang mencapai 3,48 juta teus atau naik 2,04% secara tahunan, serta arus peti kemas dalam negeri dengan realisasi 7,67 juta teus.
Menurut Pelindo, terminal peti kemas akan dipoles untuk mendorong produktivitas dan mengurangi waktu singgah kapal (port stay). Terminal ini meliputi TPK Jayapura, TPK Pantoloan, TPK Kupang, TPK Tarakan, TPK Kendari, dan TPK Bitung.
Lebih lanjut, Erick juga menginstruksikan transformasi bisnis dan operasional lewat standardisasi dan sistemisasi pelabuhan, juga peningkatan kapabilitas SDM. Untuk merealisasikan transformasi jangka panjang, Pelindo telah menyiapkan roadmap 2021-2025 yang berisikan 31 inisiatif strategis. Pelindo menargetkan dapat menghasilkan nilai tambah senilai Rp5,8 triliun.
Adapun, dalam dua tahun ke depan, Pelindo akan fokus ke tahap Business Expansion & Partnerships yang akan dilakukan melalui strategi kolaborasi bersama pelayaran domestik dan luar negeri. Kolaborasi juga akan didorong pada pengembangan konektivitas dan ekosistem logistik dengan dengan pelaku industri logistik darat.