Social Commerce Dianggap Monopoli, Pengamat: Penjual & Pembeli Untung

Alih-alih memonopoli, platform social commerce justru memberikan dampak positif pada perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.
Umar Qadafi
Oleh Umar Qadafi - Tim Publikasi Katadata
12 September 2023, 14:03
Ilustrasi social commerce.
Dok. Freepik
Ilustrasi social commerce.

Kehadiran social commerce di jagat perniagaan daring di Indonesia dianggap lebih banyak memberikan keuntungan dibanding ancaman. Hal ini lantaran social commerce dinilai mampu memberikan banyak manfaat bagi penjual dan konsumen dalam negeri.

Praktisi pemasaran dan behavioral science, Ignatius Untung menilai, kehadiran social commerce  di Indonesia dapat membantu penjual memperkenalkan produknya ke konsumen yang tepat.

Penggabungan platform media sosial dan dagang-el ini merupakan bentuk inovasi seiring dengan perkembangan teknologi yang bertujuan untuk menghadirkan pengalaman belanja yang seamless dan mudah.

“Kalau memang ada inovasi untuk menggabungkan dua layanan ini di dalam satu platform dan memudahkan penjual dan konsumen, kenapa tidak?” sebut Untung dalam keterangan tertulis, Jumat (8/9).

Untung menilai, konsumen mendapat manfaat dari kehadiran social commerce. Sebab, konsumen bisa langsung mendapatkan rekomendasi produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikan mereka di dalam satu platform.

“Mereka bisa melakukan transaksi langsung secara praktis tanpa harus berganti aplikasi,” imbuhnya.

Penjual pun mampu mengembangkan usaha mereka dengan berjualan di platform social commerce sehingga memberikan dampak positif pada perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Integrasi yang tersedia di platform social commerce memungkinkan pedagang, termasuk UMKM dengan karakteristik khusus, mendapatkan trafik penjualan melalui konten yang unik yang pada akhirnya semakin membuka peluang bisnis bagi mereka.

Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Dalam  rapat bersama Komisi VI DPR RI pada Senin (4/9), Teten mengatakan kehadiran social commerce yang mengintegrasikan layanan media sosial dengan dagang-el di dalam satu platform yang sama sebagai langkah monopoli.

Menurut Teten, penggabungan ini dapat membuat konsumen mencari produk dan berbelanja langsung di dalam satu platform saja dan tidak melibatkan platform, layanan pembayaran dan logistik lain. Semua proses transaksi tersebut dinilai hanya akan melibatkan semua layanan pembayaran dan logistik dari platform tersebut.

Melansir Techtarget.com, social commerce merupakan cabang dagang-el yang menggunakan jejaring sosial dan media digital untuk memfasilitasi transaksi antara bisnis dengan konsumen.

Aktivitas di dalamnya dimulai dari mencari produk yang diinginkan, membaca ulasan dan penilaian dari pengguna lain, membagikan produk dan rekomendasi ke pengguna lain, transaksi hingga program loyalitas.

Kehadiran platform social commerce di aplikasi media sosial seperti TikTok Shop dan Facebook Marketplace memang meliputi aktivitas-aktivitas tersebut. Meski begitu, Untung mengatakan hal tersebut tak sepatutnya disebut sebagai monopoli.

“Dalam hal ini, monopoli terjadi jika platform media sosial tersebut hanya memperbolehkan layanan pembayaran atau logistik milik mereka dan memutus kerja sama dengan pihak lain,” ujar mantan Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) ini.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...