Dirut BRI: AI Bantu Tingkatkan Produktivitas Perbankan
Perkembangan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) disertai risiko sehingga memerlukan penguatan regulasi. Topik soal AI ini menjadi salah satu isu utama yang disorot di dalam World Economic Forum, pada 15-19 Januari 2024.
Direktur Utama BRI Sunarso yang hadir dalam event tersebut memberikan pandangan bahwa keberadaan AI berdampak meningkatkan produktivitas dan efisiensi di tubuh perseroan. Salah satu produk hasil transformasi digital BRI yang terkait dengan AI adalah BRIBRAIN.
BRIBRAIN merupakan “pusat otak digital” BRI yang mengkonsolidasikan kapabilitas AI dan analitik, untuk meningkatkan customer engagement, anti-fraud & risk analytics, credit underwriting, hingga automasi untuk smart services & operations.
Sunarso menjelaskan, AI Recommendation System yang dimiliki BRI diimplementasikan untuk memilih calon nasabah potensial berdasarkan data seperti jumlah simpanan, portofolio pinjaman, demografi dan lokasi.
”Dampaknya, dengan penggunaan AI mampu meningkatkan conversion rate sebesar 60% dan meningkatkan kualitas akuisisi debitur sebesar 49%,” kata Sunarso dikutip dari keterangan pers, Selasa (23/1).
Contoh lain, pemanfaatan AI pada BRImo yang digunakan untuk memberikan rekomendasi transaksi serta penawaran produk yang customize sesuai profil nasabah. Pemanfaatan AI ini terbukti mampu mengakselerasi kinerja BRImo.
”Kini, BRImo menjelma sebagai super apps serba bisa yang telah digunakan oleh 31,6 juta users dengan volume transaksi mencapai Rp4.158 triliun atau tumbuh 55,8 persen yoy per Desember 2023”, ungkap Sunarso.
Dia juga menyoroti terkait pembatasan regulasi terkait AI sebagai upaya preventif mencegah terjadinya kejahatan di masa mendatang.
”Itu mesin (AI) memang bisa melakukan dan mengkerjakan ribuan algoritma, tapi kelemahannya tetap dia tidak punya perasaan. Ketika data yang masuk tanpa perasaan, dimanipulasi, dan itulah yang terjadi di cyber crime,” ujar dia.
Saat ini, BRI memiliki tiga strategi untuk mengurangi potensi risiko dari keberadaan AI. Pertama adalah regulasi, kedua adalah kemampuan teknis untuk menyaring data yang akan dimasukkan ke engine AI, dan ketiga compliance.
“Terkait compliance, yakni pihak yang mengendalikan AI harus dipastikan paham betul terkait compliance bukan lewat peraturan tapi melalui hati nurani,” ujar Sunarso.
Oleh karena itu, strategi jangka panjang BRI tetap menerapkan strategi hibrida. Perseroan memanfaatkan otak mesin yg tugasnya mengerjakan pekerjaan yang rumit dan berulang. “Tapi menyimpulkan hasil akhir dan menentukan keputusan tetap harus manusia,” ucap Sunarso.
Terkait dengan agenda prioritas WEF terkait AI tersebut, Sunarso juga mengungkapkan bahwa apa yang menjadi visi, strategi dan yang telah dikerjakan BRI saat ini sejalan dengan agenda prioritas yang menjadi fokus internasional pada World Economic Forum 2024.