RI Menuju Aging Population, LD FEB UI Soroti Kualitas Hidup Lansia
Indonesia sedang bergerak menuju aging population dengan penduduk lanjut usia (lansia) akan bergantung kepada keluarga dan negara. Karena itu, penting untuk memastikan kualitas dan kesejahteraan hidup lansia.
Pernyataan tersebut merupakan ringkasan dari acara perayaan hari jadi ke-61 Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), melalui forum bertajuk “Pensiun Sejahtera 101: Kolaborasi untuk Lansia Indonesia Sejahtera”, Selasa (26/8).
Acara tersebut merupakan wadah untuk membicarakan bagaimana bangsa Indonesia dapat menyiapkan masa tua yang produktif, sehat, dan bermartabat, di tengah tantangan transisi menuju populasi menua.
Menurut Kepala Lembaga Demografi FEB UI, I Dewa Gede Karma Wisana, menyatakan meski usia harapan hidup di Indonesia semakin tinggi, tetapi kualitas hidup lansia masih belum terjamin.
Mayoritas pekerja informal—yang jumlahnya lebih dari 50 persen angkatan kerja—belum memiliki perlindungan pensiun yang memadai. Ia menekankan pentingnya memperluas jaminan sosial, inovasi produk mikro-pensiun, serta integrasi kebijakan agar pensiun dapat menjadi fase hidup yang bermartabat, bukan sekadar bertahan hidup.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia, Tbk Banjaran Surya Indrastomo,menyampaikan pentingnya akses keuangan dalam mendukung masa depan dana pensiun.
Dalam paparannya berjudul “Akses Keuangan dan Masa Depan Dana Pensiun”, ia mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi risiko demografi dengan meningkatnya rasio ketergantungan lansia yang diperkirakan mencapai 54 persen pada 2050.
Saat ini, sebagian besar lansia masih bergantung pada keluarga. Di lain sisi, literasi dan inklusi keuangan dana pensiun masih rendah.
Untuk itu, diperlukan inovasi instrumen pensiun, digitalisasi layanan, serta kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta agar dana pensiun dapat menjangkau pekerja formal maupun informal.
Dalam konteks menyiapkan dana pensiun, Pakar perencanaan keuangan, Aliyah Natasya, menyatakan risiko utama dalam menghadapi pensiun adalah inflasi, biaya kesehatan, literasi digital, dan ketidakpastian sumber pendapatan.
Menurutnya, setiap individu perlu mengalokasikan dana dengan tepat agar kebutuhan rutin, proteksi kesehatan, dan investasi jangka panjang dapat terpenuhi. “Jika gagal merencanakan, sama saja kita sedang merencanakan kegagalan,” ujar Aliyah.
Mewakili pemerintah, Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kementerian Keuangan. Ihda Muktiyanto, menyatakan bahwa di berbagai negara terdapat insentif perpajakan yang mendorong partisipasi masyarakat dalam program pensiun.
Menurutnya, untuk menghasilkan sistem pensiun yang baik, perlu adanya kerja sama dalam membangun desain program yang mempertimbangkan tantangan nyata di lapangan.
