ISF 2025 Bakal Hadir, Platform Kerja sama Transisi Energi Global
Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 akan kembali hadir sebagai ruang strategis untuk mendorong kerja sama lintas sektor dan negara untuk transisi energi.
Forum ini bertujuan menjembatani visi global dan kebutuhan lokal dalam agenda pembangunan berkelanjutan.
Digelar pada 10–11 Oktober di Jakarta International Convention Center (JICC), ISF hadir di tengah urgensi menuju transisi energi, hilirisasi hijau, dan penciptaan ekonomi rendah karbon. Forum tersebut mengusung tema “Investing for a Resilient, Sustainable and Prosperous World”,.
Tahun ini, ISF bakal kedatangan sejumlah tokoh internasional yang memiliki peran strategis di bidangnya. Sebut saja Peter Bakker, Presiden & CEO World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), yang mewakili suara kolektif dari perusahaan-perusahaan global dalam mendorong kebijakan korporasi berkelanjutan.
Dari sektor keuangan, Helge Muenkel, Chief Sustainability Officer DBS, Jaclyn Dove dari Standard Chartered, dan Sophie Lu dari HSBC, akan memperluas diskusi mengenai pembiayaan transisi dan inovasi dalam model keuangan hijau.
Turut hadir pemimpin perusahaan teknologi dan energi bersih dunia, seperti Abdulla Zayed dari Masdar, Thomas Brostrom dari ACWA Power, serta Zhao Bin, Presiden Asia Pasifik dari LONGi Group, salah satu pemain utama dalam industri tenaga surya global.
Perspektif dari sektor bioenergi dan teknologi hidrogen akan turut dibagikan oleh Mathieu Geze dari HDF Energy.
Dari dunia akademik dan ilmiah, forum akan diwarnai oleh kehadiran John Coates, Profesor dari University of California, Berkeley, yang memimpin riset energi dan biosains di salah satu lembaga terkemuka dunia.
Lalu, kehadiran lembaga-lembaga internasional juga tak kalah penting, seperti UNESCO, yang diwakili oleh Maki Katsuno-Hayashikawa, dan Temasek Foundation, yang dipimpin oleh Boon Heong, serta Google Asia Pacific yang akan membahas peran kecerdasan buatan dan transformasi digital dalam penciptaan lapangan kerja hijau.
Lebih dari forum diskusi, ISF akan menjadi platform implementasi. Sebagai bukti nyata, puncak agenda ini adalah penandatanganan sejumlah Memorandum of Understanding (MoU) strategis antara pemerintah Indonesia dan mitra internasional.
MoU ini mencakup sektor-sektor utama seperti energi terbarukan, listrik hijau, bioenergi, pengelolaan sumber daya berbasis alam (nature-based solutions), mobilitas rendah emisi, hilirisasi mineral kritis, serta pendanaan dan carbon market.
Belum cukup, ada pula penyelenggaraan showcase Investment Project Ready to Offer (IPRO), yang akan menampilkan proyek-proyek berkelanjutan dari berbagai sektor prioritas yang telah siap untuk ditanamkan modal.
Proyek-proyek ini merupakan hasil kurasi mendalam dan dirancang untuk memenuhi kriteria kesiapan teknis, kepastian hukum, dan dampak terhadap agenda keberlanjutan nasional.
ISF 2025 akan menjadi ajang pertemuan intensif antara mitra domestik dan internasional dalam sesi-sesi tematik seperti ketahanan pangan dan air, transisi energi, teknologi industri bersih, dan penciptaan green jobs di era digital.
Pendekatan lintas sektor yang diusung ISF menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak dapat dijalankan secara terpisah, melainkan melalui sinergi antara inovasi, investasi, dan kebijakan publik.
Pun begitu, melalui ISF 2025, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai salah satu penggerak utama ekonomi hijau di kawasan.
Adapun, forum ini menjadi bukti bahwa Indonesia tidak hanya aktif dalam diskursus keberlanjutan global, tetapi juga berada di garis depan dalam mewujudkannya.
