Beda PSC dan Kontrak Karya Migas

Image title
Oleh
28 April 2015, 15:41

KATADATA ? Beban cost recovery atau biaya pengembalian kegiatan usaha hulu migas yang terus meningkat memicu usulan untuk mengganti kontrak bagi hasil produksi atau production sharing contract dengan kontrak karya atau sistem royalti yang sekarang diberlakukan di sektor pertambangan mineral.

Usulan tersebut mengemuka di tengah agenda pemerintah merevisi UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Alasannya, sistem PSC tidak tepat diterapkan di Indonesia karena beban cost recovery yang semakin tinggi.

"Sistem PSC tidak tepat diterapkan di wilayah kerja migas yang akan habis masa kontraknya. "Cost recovery hanya cocok untuk wilayah kerja baru yang memiliki risiko besar," kata Kardaya Warnika, Ketua Komisi VII DPR. 

Dalam RUU Migas yang akan diusulkan pemerintah ke DPR, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Migas IGN Wiratmaja, pemerintah memang akan menambah sejumlah opsi dalam sistem kontrak kerjasama di sektor migas, selain sistem PSC yang berlaku sekarang.

"Ada tambahan sejumlah opsi baru, bukan menggantikan PSC," kata Wiratmaja. Menurut dia, sistem royalti merupakan salah satu opsi yang akan dimasukkan dalam RUU Migas. Sistem ini dianggap tidak melanggar UUD 45 dan pemerintah masih bisa mengawasi kontraktor migas.

Pandangan ini berbeda dengan pernyataan Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana. Menurut dia, dalam kontrak karya, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengontrol dan mengawasi kontraktor migas. "Pemerintah juga tidak bisa mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh kontraktor tersebut."

Reporter: Leafy Anjangi
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami