Potret, Tantangan dan Peluang Industri Otomotif Indonesia

Image title
Oleh Widyanita - Tim Publikasi Katadata
10 Agustus 2016, 17:00

Industri otomotif merupakan salah satu pilar penting sektor manufaktur Indonesia. Selain menopang pertumbuhan ekonomi, otomotif juga menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 1,3 juta orang. Bahkan, otomotif menjadi sektor yang diminati para investor mancenagara.

Sebagai negara dengan populasi terbesar di ASEAN, pertumbuhan kelas menengah yang pesat, serta rasio kepemilikan mobil yang rendah, Indonesia memang menjanjikan potensi pasar besar bagi pelaku industri otomotif. Karena itu, Indonesia sangat potensial menjadi basis industri otomotif ASEAN bersaing dengan Thailand. Apalagi, potensi ekspor kendaraan bermotor ke mancanegara cukup terbuka luas, seperti Asean, Timur Tengah dan Australia.

Persoalannya, industri otomotif Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, seperti minimnya industri penunjang, biaya logistik mahal, lemahnya industri komponen domestik, serta standar emisi yang belum memenuhi standar global. Sejumlah langkah dan insentif perlu diberikan untuk menjadikan otomotif sebagai industri kebanggaan Indonesia. 

Indonesia Pasar Mobil Terbesar di ASEAN
Indonesia Pasar Mobil Terbesar di ASEAN (Katadata)


Indonesia adalah negara dengan penjualan mobil tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. Pada 2015, penjualan mobil di Tanah Air mencapai 1,01 juta unit atau 33 persen dari total penjualan mobil di ASEAN. Jumlah tersebut jauh di atas penjualan di dalam negeri Thailand yang hanya sekitar 800 ribu unit dengan pangsa pasar sebesar 26 persen.

Tingginya penjualan tidak lepas dari rasio kepemilikan mobil yang masih rendah, yakni hanya 83 per 1.000 penduduk pada 2014. Sementara Thailand dan Malaysia rasio motorisasinya mencapai 232 dan 405 per 1.000 penduduk. Ini sejalan dengan jumlah populasi Indonesia yang terbesar di ASEAN. Di sisi lain tingkat pendapatan per kapita penduduknya yang terus meningkat.

Sektor Otomotif Andalan Investasi Indonesia
Sektor Otomotif Andalan Investasi Indonesia (Katadata)

Industri otomotif telah menjadi salah satu sektor yang menjadi incaran investasi asing di Indonesia. Selain menggelontorkan dana investasi yang besar, sektor ini juga menyerap banyak tenaga kerja.

Pada 2015, investasi di sektor ini mencapai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 24 triliun. Dana investasi tersebut turun dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan perlambatan ekonomi global. Namun dari jumlah proyek yang dikerjakan mengalami kenaikan yang signifikan, yakni dari 295 proyek menjadi 758 proyek.

Jepang merupakan negara asal investor utama di sektor industri otomotif, yakni mencapai 68 persen dari total penanaman modal asing (PMA) 2015. Sementara negara asal investor lainnya adalah Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, dan Malaysia.

Dampak Berganda Industri Otomotif
Dampak Berganda Industri Otomotif (Katadata)

Industri otomotif telah menjadi pilar penting dalam sektor manufaktur di Tanah Air. Ini terlihat dari pembentukan nilai tambah di industri ini yang mencapai Rp 174 triliun pada 2015. Pembentukan nilai tambah tersebut merupakan yang terbesar ketiga di antara industri manufaktur lain.

Dilihat dari penyerapan tenaga kerjanya, industri otomotif tergolong padat karya. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang terserap di sektor ini mencapai 1,46 juta orang pada 2013. Penyerapan terbesar terjadi pada outlet, bengkel, dan penjualan suku cadang retail non-resmi.

Kendati demikian, kontribusi sektor otomotif masih rendah dibandingkan negara lain. Sumbangan sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 2,8 persen, lebih rendah dibandingkan Malaysia sebesar 3,5 persen, Thailand 12 persen, atau Jerman sebesar 20 persen.

Standar Emisi
Standar Emisi (Katadata)

Standar emisi gas buang kendaraan bermotor Indonesia merupakan salah satu yang terendah di dunia. Saat ini, standar emisi Indonesia masih mengacu pada standar Euro 2, padahal di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, atau Filipina sudah menerapkan standar Euro 4.

Dengan standar emisi yang rendah, Indonesia bakal mengalami banyak kerugian. Selain menyebabkan polusi udara, standar emisi rendah membuat produk ekspor kendaraan bermotor nasional kalah bersaing. Persoalannya, produsen di Tanah Air harus membuat kendaraan dengan spesifikasi yang berbeda, yakni untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Alhasil, pabrikan menjadi tidak efisien. Untuk itu perlu kebijakan pemerintah untuk segera menerapkan standar emisi Euro 4.

Popularitas Mobil Jepang
Popularitas Mobil Jepang (Katadata)

Dominasi mobil Jepang di Indonesia tak terbendung. Sekitar 96 persen penjualan mobil di Tanah Air merupakan merek asal negeri Sakura. Harga yang relatif terjangkau serta ketersediaan suku cadang yang lebih mudah dan murah menyebabkan kendaraan asal Jepang lebih laku dibandingkan merek-merek asal negara lain.

Dua merek asal Amerika Serikat, Chevrolet dan Ford tak mampu bersaing. General Motors, pabrikan yang memproduksi mobil Chevrolet terpaksa menutup pabriknya di Bekasi pada pertengahan Juni 2015. Sementara Ford Motor Indonesia sejak awal tahun ini telah mengumumkan menghentikan segala aktivitas bisnisnya di Indonesia.

Dua Kekuatan Otomotif ASEAN
Dua Kekuatan Otomotif ASEAN (Katadata)

Dengan jumlah produksi lebih dari 1 juta unit kendaraan roda empat, Thailand dan Indonesia merupakan dua kekuatan otomotif ASEAN. Produksi mobil kedua negara pun tercatat mengalami surplus. Namun dibandingkan dengan negeri Gajah Putih, Indonesia masih kalah bersaing, terutama dari sisi produksi dan ekspor.

Thailand dapat dikatakan menjadi basis produksi otomotif Asia Tenggara pada saat ini. Pada 2015, produksi mobilnya mencapai 1,9 juta unit dan 63 persennya ditujukan untuk pasar ekspor. Sedangkan Indonesia memproduksi 1,1 juta unit dan hanya sekitar 19 persennya yang dijual di pasar luar negeri.

LCGC Makin Diminati
LCGC Makin Diminati (Katadata)

Mobil murah dan irit bahan bakar (LCGC) semakin diminati oleh masyarakat. Sejak diluncurkan pada pertengahan 2013, tren pangsa pasar LCGC terus meningkat. Dari sebesar 4 persen menjadi 16 persen pada 2015. Secara perlahan, penjualan LCGC menggerus segmen Multi-Purpose Vehicle (MPV) kelas bawah.

Tingginya minat masyarakat terhadap mobil LCGC disebabkan oleh harganya yang relatif terjangkau. Apalagi mengingat pembeli jenis kendaraan ini merupakan konsumen yang ingin beralih dari sepeda motor ke mobil.

Segmen Baru Mobil
Segmen Baru Mobil (Katadata)

Jumlah populasi yang besar dan setengahnya merupakan usia produktif membuat Indonesia sebagai pasar yang menarik bagi industri otomotif. Apalagi rasio kepemilikan kendaraan bermotor yang masih rendah membuka peluang bagi produsen untuk memperkenalkan jenis-jenis produk kendaraan baru.

Salah satunya adalah jenis low cost and green car (LCGC) yang diluncurkan pada 2013 lalu. Jenis kendaraan ini menyasar segmen baru, yakni mereka yang baru pertama kali membeli mobil serta ingin beralih dari pengguna sepeda motor. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar LCGC sejak 2013, sementara penjualan sepeda motor terus menurun.

Neraca Dagang Mobil Surplus
Neraca Dagang Mobil Surplus (Katadata)

Pada 2015, neraca perdagangan kendaraan roda empat kembali surplus sebesar US$ 466 juta. Torehan surplus merupakan yang pertama kali setelah selama delapan tahun berturut-turut mengalami defisit. Perbaikan kinerja tersebut seiring dengan keberhasilan menekan impor yang terjadi sejak 2013.

Tak dipungkiri hal ini setelah pemerintah memberikan lampu hijau produksi kendaraan low cost green car (LCGC). Diperkenalkannya jenis produk baru tersebut menyebabkan produksi kendaraan sejak 2014 tercatat mengalami surplus.

Potensi Ekspor Mobil
Potensi Ekspor Mobil (Katadata)

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memproyeksikan ekspor mobil jenis completely built-up (CBU) mencapai 225 ribu unit pada 2019, atau tumbuh sekitar 6 persen per tahun. Kendati mengalami pertumbuhan, namun dibandingkan Thailand jumlah ekspor kendaraan Indonesia masih kalah. Negeri Gajah Putih tersebut rata-rata mampu mengekspor hingga 1 juta unit per tahun.

Ada sejumlah masalah yang menghambat ekspor mobil Indonesia. Di antaranya, rendahnya fasilitas infrastruktur penunjang, ongkos logistik yang mahal, industri komponen di dalam negeri yang belum mencukupi, hingga penerapan emisi gas buang yang di bawah standar global.

Reporter: Widyanita
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami