Membangun Desa Mandiri di Kawasan Sawit
Pemerintah daerah perlu merangkul perusahaan sawit agar memasukkan agenda pembangunan desa mandiri. Agenda tersebut dapat direalisasikan melalui komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) yang dilaksanakan perusahaan.
Melihat faktanya, di Riau dan Kalimantan Barat, dua provinsi kaya sawit masih minim desa mandiri. Hal ini tergambar dari data Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan, Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun 2019.
Di Kalimantan Barat, daerah dengan lahan sawit terluas (Kabupaten Ketapang, Landak, Sintang, Sekadau, Sanggau) di 494 desa, hanya ada tiga persen yang masuk kategori desa mandiri (16 desa). Diikuti enam persen desa maju (32 desa), 31 persen desa berkembang (155 desa), 41 persen desa tertinggal (204 desa), dan 18 persen desa sangat tertinggal (87 desa).
Di Riau bahkan hanya dua persen desa mandiri (9 desa) di wilayah sentra kebun sawit (Kabupaten Kampar, Indragiri Hilir, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Pelalawan) dari total 573 desa. Sementara persentase desa maju 12 persen (67 desa), 63 persen desa berkembang (362 desa), dan sisanya ada 22 persen masuk kategori desa tertinggal (126 desa) dan dua persen desa sangat tertinggal (9 desa).
Kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dengan skema penyediaan infrasturktur publik yang melibatkan peran swasta perlu dilakukan. Upaya seperti perbaikan jalan desa untuk meningkatkan akses perekonomian masyarakat, menginisiasi pembentukan pusat pelatihan kewirausahaan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, atau kolaborasi membentuk masyarakat peduli api (MPA) untuk menganggulangi masalah karhutla, bisa menjadi beberapa langkah konkret.