Fleksibilitas Penetapan Lahan Food Estate & Dampak Bagi Lingkungan
Tahun 2020, seiring dengan terus bertambah parahnya pandemic Covid-19, pemerintah mengambil inisiatif melangsungkan program ketahanan pangan. Salah satunya, food estate yang digagas menjadi salah satu upaya dalam menanggulangi krisis di tengah situasi kahar.
Rencananya program food estate akan dikembangkan di empat provinsi; Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Papua, dan Sumatera Utara. Untuk merealisasikan program ini, pemerintah bergerak cepat. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No 24 tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate pun terbit akhir tahun lalu sebagai pedoman regulasi dalam memanfaatkan kawasan hutan.
Dalam aturan main tersebut disebutkan kalau terdapat dua mekanisme penyediaan lahan di kawasan hutan untuk food estate. Pertama, lewat perubahan peruntukan kawasan dengan skema pelepasan kawasan hutan untuk kawasan hutan produksi konversi dan/atau kawasan hutan produksi tetap. Kedua, lewat penetapan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) untuk kawasan hutan produk konversi atau kawasan hutan lindung yang sudah tidak sepenuhnya befungsi lindung.
Adanya ketentuan bahwa KHKP berlaku sebagai Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), secara tidak langsung memberi kesempatan pemanfaatan kayu di hutan lindung. Bahkan PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, turut memperkuat penyediaan lahan bagi food estate yang berasal dari kawasan hutan.
Peraturan turunan UU Cipta Kerja ini memang mempermudah penyediaan lahan bagi food estate, namun turut memberikan ancaman pengahbisan kayu di wilayah hutan lindung. Hal ini yang perlu mendapat perhatian sebelum deforestasi, terutama di wilayah hutan lindung makin dilengangkan.