Bank DBS: Kenaikan Harga BBM tak Terhindarkan
Per September 2022, harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia kembali mengalami kenaikan sejak 2018. Adapun kenaikan harga BBM meliputi Pertalite, Solar, dan Pertamax (Ron 92). Seiring fenomena ini, Bank DBS menilai pemotongan subsidi merupakan hal yang rasional dilakukan pemerintah untuk menstabilkan kondisi ekonomi.
Sebelumnya, harga Pertalite berada pada Rp 7.650 dan kini menjadi Rp 10.000 dengan selisih harga 30,7 persen. Solar sebelumnya seharga Rp 5.150 dan naik menjadi Rp 6.800 dengan selisih dari harga sebelumnya 32 persen. Lalu, Pertamax (Ron 92) sebelumnya seharga Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 dengan selisih 16 persen.
Bank DBS memberikan dua alasan mengapa kenaikan harga BBM masih masuk akal. Pertama, kompensasi dan subsidi energi dari total belanja sebesar 16 persen. Artinya, akan terjadi 3 kali kenaikan alokasi subsidi dengan asumsi harga minyak US$ 105 per barel.
Kedua, terdapat perbedaan harga yang signifikan antara BBM nonsubsidi dan subsidi.
Perbedaan harga yang cukup jauh ini mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Ditambah, terdapat indikasi kuota konsumsi BBM akan habis per Oktober mendatang karena besarnya konsumsi masyarakat di tengah mobilitas yang semakin tinggi pasca pemulihan pandemi Covid-19.
Bank DBS juga memproyeksikan ekonomi tanah air akan semakin membaik dengan pemotongan subsidi. Diprediksi rata-rata inflasi di 2023 sebesar 3,8 persen, inflasi utama pada 2022 sebesar 6,5 – 7 persen yoy (year on year), deficit fiskal dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada 2022 sebesar -3,5 persen.
Terakhir, BI akan melakukan pengetatan kebijakan suku bunga acuan masing-masing 25bps dengan target akhir tahun sebesar 4.75 persen pada 2022.