Dana Abadi Daerah untuk Kemajuan Kebudayaan
Sampai saat ini, bidang kebudayaan belum mendapatkan alokasi APBD yang dianggap cukup. Padahal, investasi terhadap kebudayaan berdampak positif terhadap pembangunan manusia. Bidang kebudayaan membutuhkan sumber pendanaan berkelanjutan yang transparan, akuntabel, dan kontekstual sesuai dengan prioritas daerah,
Ratri Ninditya, Koordinator Penelitian Koalisi seni menyebut bahwa untuk membentuk dana abadi daerah, beberapa Langkah harus ditempuh. Pertama, penyusunan peraturan turunan UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua, mengidentifikasi seberapa jauh daerah memenuhi prasyarat pembentukan Dana abadi daerah.
Ketiga, mendorong agar kebudayaan mendapat prioritas pendanaan dalam skema dana abadi daerah. Kemudian, mekanisme tata Kelola dapat merujuk ke beberapa mekanisme pendanaan yang telah ada di Indonesia.
Dana abadi daerah dapat diperoleh dari hasil investasi pendapatan daerah yang tidak terserap (SilPA), hibah, dan program tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan swasta.
Modal awal Dana Abadi Daerah dapat dihimpun dari APBD, pendapatan dari pajak hiburan, dan hasil Kerjasama pihak ketiga. Dalam penyalurannya, skema yang dipakai bisa dengan cara hibah maupun pinjaman.
Syarat berlapis pembentukan Dana Abadi Daerah adalah kapasitas fiskal yang tinggi dan terpenuhinya Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Pendanaan kebudayaan di tingkat daerah menjadi penting karena pemerintah daerah belum menempatkan kebudayaan sebagai prioritas utama belanja daerah. Apalagi, porsi dalam APBD relatif selalu kecil.
Padahal, seni budaya berdampak signifikan terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan daerah. Lebih lanjut, Indeks Pemajuan Kebudayaan (IPK) yang menjadi alat ukur pemajuan kebudayaan belum dipandang sebagai barometer keberhasilan pembangunan daerah. Padahal, IPK merupakan indikator kualitas pembangunan daerah secara umum.