KOMIK: Angka Kelahiran Makin Turun
Tingkat kelahiran penduduk di Indonesia menunjukkan tren penurunan. Tren penurunan ini dikhawatirkan dapat menyebabkan perubahan demografi Indonesia menjadi populasi yang menua.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyarankan agar setiap keluarga memiliki satu anak perempuan. Hal ini untuk menjaga agar jumlah penduduk tumbuh seimbang.
“Sebetulnya rata-rata perempuan punya dua anak itu penting, tetapi rata-rata (idealnya) satu anak perempuan, bukan mewajibkan.” kata dia pada Sabtu, 6 Juli di Yogyakarta seperti dikutip dari Antara.
Merujuk pada data Bank Dunia, angka kelahiran per perempuan Indonesia memang menunjukkan tren penurunan. Pada 1973 angka kelahiran per perempuan Indonesia berada di angka 5,22 kemudian angkanya turun menjadi 2,15 pada 2022 .
Menurut kajian World Economic Forum dan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), penurunan angka kelahiran memiliki beberapa dampak. Kondisi ini bisa memicu penuaan populasi atau ageing population, yang menyebabkan jumlah angkatan kerja menurun dan ketergantungan meningkat. Imbasnya, bisa menimbulkan perlambatan ekonomi sebuah negara.
Penurunan kondisi penurunan angka kelahiran ini sebenarnya bukan terjadi tanpa sebab. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka pernikahan menurun. Pada 2018 tercatat ada 2 juta pasangan menikah, jumlah tersebut terus turun hingga mencatatkan 1,7 juta pasangan menikah pada 2022.
Keputusan untuk childfree juga turut andil dalam penurunan. Menurut hasil survei Jakpat pada Februari 2023, faktor ketidaksiapan fisik, dan mental menjadi salah satu alasan dibalik keputusan untuk tidak memiliki anak. Ada pula alasan pribadi seperti trauma yang turut menyertai keputusan untuk childfree.
Survei ini juga merekam bahwa, faktor ekonomi juga menjadi alasan untuk tidak memiliki anak. Pasalnya, pengeluaran untuk membesarkan anak dan rumah tangga juga semakin tinggi.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) rata-rata kenaikan pada biaya pendidikan SD hingga SMA pada 2021 adalah 28,3% jika dibandingkan dengan 2018. Selain itu, rata-rata biaya pengeluaran rumah tangga pada 2023 juga naik 13,9% jika dibanding 2020.