INFOGRAFIK: Bersiasat Membegal Konstitusi
Para politikus di DPR bersiasat membegal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) merevisi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati & Walikota. Mereka melakukan rapat kilat untuk menganulir putusan MK tersebut. Padahal menurut UUD 1945 pasal 24C, putusan MK bersifat final.
Langkah DPR tersebut dilakukan pada 21 Agustus, sehari setelah MK mengetuk palu yang merevisi batas usia calon kepala daerah dan ambang batas suara dan kursi partai politik yang akan mengusung calon kepala daerah.
Ada dua putusan yang diterbitkan MK, yakni putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menyetujui pengajuan gugatan pasal 40 ayat 1 UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada untuk menurunkan ambang batas jumlah suara bagi partai politik atau gabungan parpol yang ingin mengusulkan calon.
Dengan begitu, ambang batas diturunkan dari 25% menjadi kisaran 6,5% - 10% suara sah. Persentase minimal suara sah ini menyesuaikan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) daerah yang bersangkutan. Dalam konteks Jakarta misalnya, minimal suara sah parpol adalah 7,5%.
MK juga membuat putusan 70/PUU-XXII/2024 yang menolak pengajuan gugatan pasal 7 ayat 2 UU 10/2016 tentang batas minimal usia calon kepala daerah. MK menolak gugatan bahwa minimal usia calon kepala daerah adalah 30 tahun saat dilantik. Dengan begitu, aturan masih berpegang pada UU 10/2016 di mana minimal usia 30 tahun adalah saat penetapan calon (September 2024), bukan saat pelantikan.
Putusan ini berpengaruh pada peta pilkada di sejumlah daerah, termasuk rencana pencalonan Kaesang Pangarep. Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu baru genap berusia 30 tahun pada Desember 2024, sedangkan waktu pencalonan dilakukan pada 27-29 Agustus.
Putusan MK juga berdampak terhadap PDIP yang dapat mencalonkan gubernur di Pilkada Jakarta. Partai ini satu-satunya yang tidak tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukung pemerintah.
Perubahan peta ini yang menyulut DPR yang dikuasai KIM Plus menganulir dua putusan MK tersebut. Mereka bersepakat merevisi UU Nomor 16 tahun 2016 sehingga membatalkan putusan MK.
Terkait batas minimal usia calon kepala daerah, misalnya, DPR memutuskan calon kepala daerah minimal berusia 30 tahun saat dilantik sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) pada 29 Mei lalu.
DPR juga menyetujui bahwa penurunan ambang batas suara sah parpol hanya berlaku bagi parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD. Artinya, PDIP yang memiliki kursi di DPRD bakal tetap ikut peraturan 25% suara sah.
Anulir DPR ini menyebabkan keresahan masyarakat di berbagai platform media sosial. Kekecewaan dan kritik dari berbagai pemerhati demokrasi dan konstitusi membanjiri media sosial sejak rapat baleg DPR.
"(RUU Pilkada) kalau sampai berbeda dengan putusan MK, artinya sudah terjadi pembegalan konstitusi dan itu akan mengakibatkan amburadulnya Pilkada 2024 akibat ketidakpastian hukum dan ketidakpuasan publik yang berujung perlawanan massa,” tulis pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini di platform X pada Rabu, 21 Agustus.
Hari ini, draft RUU bakal dikirim ke Jokowi dan disidangkan dalam rapat paripurna. RUU bakal sah menjadi UU hanya jika disetujui oleh presiden dan DPR. “Kami hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara. Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki,” kata Jokowi lewat kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Rabu, 21 Agustus.