INFOGRAFIK: Mengapa UU Tipikor Digugat ke MK?
Sejumlah pihak mengajukan permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang 31/1999 jo Undang-Undang 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK). UU ini dinilai tidak efektif dalam pemberantasan korupsi.
Pasal yang diajukan pembatalan adalah pasal 2 ayat 1 yang menyebut tentang pidana perbuatan memperkaya diri yang merugikan keuangan negara. Sedangkan pasal 3 yang menyebut tentang pidana penyalahgunaan kewenangan atau jabatan yang merugikan keuangan negara, diajukan untuk direvisi.
Frase yang dipermasalahkan adalah, akibat aturan ini, penegak hukum hanya terfokus memaknai korupsi sebagai tindakan yang “merugikan negara” daripada “memperkaya diri”. Hal ini dinilai menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa, apalagi ketika keputusan direksi perusahaan atau pejabat publik yang didasari niat baik tetap berujung pada kerugian bisnis. Kerugian tersebut kemudian dianggap sebagai tindak korupsi, meski tidak terbukti bertujuan memperkaya diri.
“Seandainya dua pasal tersebut tetap dipakai, harus ada klausul tambahan yang menegaskan delik korupsi. Dalam hal ini frase memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi harus ditambahkan dengan syarat adanya unsur suap atau akibat penyuapan,” kata kuasa hukum pemohon Maqdir Ismail pada Senin, 23 September.
Untuk diketahui, pihak yang mengajukan permohonan uji materi adalah mantan Direktur Utama Perum Perikanan Perindo Syahril Japarin, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, dan mantan Koordinator Tim Environmental Issues Settlement PT Chevron Kukuh Kertasafari.
Mereka masing-masing divonis penjara dan denda akibat keputusan mereka ketika menjabat yang berakibat pada kerugian uang negara. Syahril Japarin misalnya, yang mengeluarkan kebijakan penerbitan surat utang jangka menengah (MTN) yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp121,5 miliar. Padahal, kerugian akibat penyimpangan penggunaan dana MTN terjadi setelah Syahril tidak lagi menjabat. Syahril juga tidak terbukti menerima keuntungan pribadi.