INFOGRAFIK: Kerusuhan Bisa Picu Darurat Sipil atau Darurat Militer, Apa Bedanya?

Puja Pratama
2 September 2025, 10:21

Kekhawatiran bakal diterapkannya darurat sipil atau darurat militer mengemuka di media sosial. Kekhawatiran ini mencuat setelah pecah kerusuhan yang mengiringi aksi demonstrasi di sejumlah wilayah. Jika terjadi, masyarakat akan menanggung konsekuensi berupa pembatasan ruang publik.  

Ferry Irwandi, kreator konten yang kerap membicarakan tentang hak publik, mengatakan masyarakat perlu mewaspadai upaya provokator yang ingin memicu kerusuhan dalam aksi demonstrasi. Tujuannya, kata dia, agar dapat menerapkan darurat sipil atau militer. 

“Jangan mau menuruti yang mereka mau,” tulis Ferry di Instagram pribadinya pada 31 Agustus.

Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan, aparat harus bertindak terukur agar tidak menimbulkan kebijakan represif baru. 

“Kecepatan tindakan dan pemulihan harus dilakukan untuk menjaga, harkat manusia, jiwa manusia, perekonomian dan tidak mengundang lahirnya kebijakan represif baru, seperti darurat sipil, darurat militer dan pembenaran-pembenaran tindakan militer lanjutan," ujar dia dikutip dari CNN pada 2 September 2025.

Dalam pernyataannya pada 31 Agustus, Presiden Prabowo menduga aksi demonstrasi yang berujung pada kerusuhan dan penjarahan mengarah ke tindakan terorisme dan makar. Dia mengatakan, hak masyarakat untuk berkumpul secara damai harus dihormati dan dilindungi.

“Namun kita tidak dapat memungkiri bahwa sudah mulai keliatan gejala tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme,” kata Prabowo.

Merujuk pada Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) No 23 Tahun 1959, kondisi darurat sipil dan militer dapat ditetapkan presiden bila keamanan di seluruh wilayah atau sebagian wilayah terancam. Ancaman tersebut dapat berupa pemberontakan, kerusuhan, peperangan, bencana, atau munculnya gejala yang dinilai membahayakan negara.

Beleid itu menyebutkan saat darurat sipil diterapkan di sebuah wilayah, pemimpin tertinggi daerah adalah kepala daerah yang dibantu komandan militer, kepala polisi, dan kepala kejaksaan di daerah itu. 

Dalam kondisi darurat sipil, kepala daerah sipil bisa mengerahkan polisi untuk menggeledah orang dan tempat meski tidak diizinkan pemilik. Polisi juga dapat menyita dan membatasi barang yang dinilai mengganggu keamanan. Ditambah lagi, pemerintahan daerah darurat sipil dapat mengetahui isi/melarang distribusi informasi dan penggunaan alat komunikasi.

Alat komunikasi tradisional seperti media cetak, karya tulis, kode, atau simbol tertentu juga dapat dilarang publikasinya. Selain itu, masyarakat juga bakal dikenai pembatasan waktu di luar rumah.

Jika keadaan semakin buruk, Presiden juga bisa menetapkan darurat militer ke suatu daerah. Pemimpin daerah tersebut adalah komandan militer sesuai mandat presiden yang dibantu oleh kepala polisi, kepala kejaksaan, dan kepala daerah. Peraturan yang diterapkan saat darurat sipil juga dapat kembali diterapkan saat darurat militer bila dinilai perlu.

Perbedaan mendasar darurat sipil dan darurat militer terletak dari pengerahan tentara. Saat darurat sipil, polisi lebih banyak memegang kendali untuk penegakan hukum. Sementara saat darurat militer, tentara punya porsi lebih besar.

Pimpinan daerah darurat militer juga dapat membatasi pembuatan distribusi bahan peledak atau yang memicu ledakan, menguasai alat dan  pemancar telekomunikasi, memblokir jalan dan distribusi logistik, hingga menangkap dan menahan orang selama 20 hari untuk diperiksa.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antoineta Amosella

Cek juga data ini