INFOGRAFIK: Triliunan Dana Pemda Mengendap di Bank

Leoni Susanto
29 Oktober 2025, 08:14

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyentil sejumlah kepala daerah yang membiarkan anggarannya diendapkan di perbankan. Hal ini berakibat realisasi belanja melambat yang dapat berdampak terhambatnya roda perekonomian di daerah.

“Simpanan menganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata Menteri Keuangan Purbaya dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah 2025 pada Senin, 20 Oktober. 

Menurut catatan Bank Indonesia per September 2025, dana simpanan pemda ini menumpuk di sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD). Jakarta merupakan yang terbesar, yakni mencapai Rp14,7 triliun atau mencakup 24,4% dari total simpanan provinsi di bank.

“Seharusnya sekalipun tidak dibelanjakan, biarkan uangnya di daerah agar bank bisa menyalurkan ke pelaku bisnis di kawasan itu,” kata Purbaya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut sejumlah faktor yang menyebabkan simpanan dana pemda di perbankan relatif tinggi. 

Mulai dari adanya penyesuaian program daerah setelah pelantikan kepala daerah baru, masalah sistem pengadaan, hingga kecenderungan realisasi belanja yang tinggi baru di tiga bulan terakhir tahun anggaran.

Di sisi lain, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman menyebut, masalah ini bukan sekadar masalah teknis penyerapan, tetapi juga karena masalah disiplin fiskal dan lemahnya perencanaan pembangunan.

“Banyak pemda yang menahan dana karena lemahnya perencanaan proyek, ketakutan terhadap risiko audit, hingga adanya preferensi menjaga likuiditas demi keamanan kas,” kata Rizal kepada Katadata.co.id, Kamis, 23 Oktober.

Sementara Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, salah satu faktor penyebabnya adalah karena perencanaan proyek yang buruk. Hal ini berakibat pada pelaksanaan proyek dilakukan secara tergesa-gesa agar anggaran terserap di akhir tahun tanpa memperhatikan kualitas.

Selain itu, FITRA juga menyebut ada motif memperoleh keuntungan pribadi dari simpanan dana pemda di perbankan ini lewat selisih pokok dan bunga bank.

“Praktik klasik ini masih sering digunakan oleh sebagian kepala daerah dengan memanfaatkan tawaran keuntungan pribadi dari pihak perbankan,” tulis rilis FITRA, Jumat, 24 Oktober.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antoineta Amosella

Cek juga data ini