KOMIK: Petaka di Sumatra: Hutan Menghilang, Banjir Menerjang
Bencana banjir dan longsor di utara Sumatra merenggut hampir 1.000 orang meninggal dan ratusan lain masih hilang per 8 Desember. Bencana yang melanda 24 kabupaten/ kota di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November merusakkan jaringan komunikasi, listrik, hingga menyebabkan jalur logistik sempat terputus.
Banjir dipicu siklon tropis “Senyar”. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bibit siklon mulai berkembang di perairan timur Aceh sejak 21 November. Padahal, siklon tropis tidak lazim terjadi di Selat Malaka.
“Dari penjelasan Kepala BMKG dan BNPB, bencana akibat siklon tropis ini sangat tidak lazim terjadi di Indonesia (terakhir 25 tahun lalu),” tulis Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di akun Instagram, Minggu, 30 November.
Siklon tropis ini berdampak pada kenaikan intensitas hujan, gelombang laut, hingga kecepatan angin. Selain cuaca ekstrem, banyak pihak juga menyorot deforestasi sebagai penyebab banjir dan longsor.
“Dengan krisis iklim yang semakin memburuk, deforestasi dan penurunan drastis kemampuan lingkungan akan menjamin meningkatnya kerusakan saat cuaca ekstrem terjadi,” kata Kepala Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas, Rabu, 3 Desember.
Wilayah Sumatra, termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dikepung area konsesi perusahaan tambang, kelapa sawit, hingga perkebunan kayu pulp. Konversi hutan besar-besaran ini berakibat pada berkurangnya tutupan hutan alam dan kerusakan daerah aliran sungai (DAS).
Menurut data Global Forest Watch, dalam periode 2001 hingga 2024, total tutupan pohon yang hilang di tiga provinsi mencapai 3,2 juta hektare. Sedangkan secara keseluruhan, organisasi lingkungan nirlaba Auriga Nusantara mencatat per 2024, deforestasi di Pulau Sumatra mencapai 91 ribu hektare, naik hampir tiga kali lipat dibanding 2023.
