Produksi Batu Bara Bisa Tak Tercapai Efek Larangan Ekspor pada Januari

Image title
9 Maret 2022, 19:57
Suasana bongkar muat batu bara untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, dibutuhkan investasi se
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.
Suasana bongkar muat batubara untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, dibutuhkan investasi sekitar 8,58 miliar dolar AS untuk menutup PLTU dengan total kapasitas sebesar 5,5 Giga Watt (GW) dan menggantinya dengan energi terbarukan sebagai komitmen Indonesia untuk ikut meredam dampak perubahan iklim.

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia atau APBI melihat tantangan untuk merealisasikan target produksi batu bara 663 juta ton tahun ini. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan pemerintah melarang ekspor batu bara ke luar negeri bagi perusahaan tambang sepanjang bulan Januari lalu.

Pemerintah melarang ekspor batu bara pada periode 1-31 Januari 2022. Pemberlakuan larangan tersebut dilakukan, lantaran persediaan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN dan produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) yang menipis. Kondisi tersebut berpotensi menyebabkan pemadaman listrik nasional.

Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia mengatakan saat ini produsen batu bara tengah fokus memaksimalkan produksi. Utamanya, setelah Rencana Kerja dan Anggaran Biaya atau RKAB tahun ini bisa disetujui pemerintah.

"Jadi perusahaan fokus pada itu. Kami sudah melewatkan satu bulan, karena perusahaan-perusahaan itu fokus bagaimana memenuhi kekurangan PLN pada awal Januari lalu," kata Hendra dalam JFCC Virtual Discussion on Coal Energy, Rabu (9/3).

Menurut Hendra, kenaikan harga batu bara saat ini memang menjadi peluang bagi produsen untuk menggenjot produksi dan merevisi RKAB. Namun demikian, untuk memenuhi target produksi di tahun ini saja diperkirakan akan cukup sulit.

"Mungkin secara volume akan sedikit lebih rendah dari yang ditargetkan. Tapi secara keseluruhan, yang penting adalah penerimaan negara di sana royaltinya yang akan cenderung lebih tinggi dari rata-rata," ujarnya.

Adapun di tengah kenaikan harga batu bara saat ini, Hendra juga membeberkan bahwa pembeli asal Eropa tengah menjajaki pembelian batu bara asal RI. Ini menyusul insiden pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina yang mengancam pasokan energi Eropa dari Rusia.

"Mereka menjajaki kemungkinan dengan mencari pembeli potensial bagi Indonesia untuk menggantikan impor batu bara dari Rusia. Kami belum tahu perkembangannya. Tapi, tantangannya perusahaan masih fokus pada produksi dan komitmen kepada pembeli yang ada saat ini," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...