ESDM Berupaya Jaga Pasokan Batu Bara Domestik di Tengah Lonjakan Harga
Kementerian ESDM terus berupaya menjaga pasokan batu bara melalui kebijakan kewajiban pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO). Upaya ini di tengah melambungnya komoditas emas hitam tersebut di pasar internasional belakangan ini.
Direktur Pembinaan Program Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan produksi nasional tahun ini ditargetkan mencapai 663 juta ton. Dari target tersebut, sekitar 166 juta ton diperuntukkan bagi kebutuhan DMO batu bara.
Adapun hingga Januari lalu, Sunindyo mengatakan produksi batu bara baru tercatat 34 juta ton, atau 5% dari total target tahun ini. Karena itu, pihaknya mendorong agar perusahaan tambang dapat menggenjot aktivitas produksinya.
"Sehingga kami bisa menjangkau semua kebutuhan dalam negeri dan juga ekspor. Terutama yang sudah ditandatangani oleh semua kontrak," ujar Nindyo dalam JFCC Virtual Discussion on Coal Energy, Rabu (9/3).
Selain itu, pemerintah mempunyai strategi guna mengamankan pasokan batu bara dalam negeri. Salah satunya, dengan tetap mematok harga batu bara untuk DMO, maksimal US$ 70 per ton di tengah tren kenaikan harga batu bara di pasar internasional.
Kementerian ESDM juga memastikan kepatuhan produsen batu bara memasok komoditas emas hitam tersebut untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kementerian dan PLN telah menyiapkan sistem enforcement real time yang menggabungkan pengawasan di lapangan. Ada juga sistem digital yang terintegrasi dengan sistem informasi manajemen di Ditjen Minerba.
"Jika ada kegagalan loading di sejumlah lokasi tertentu, itu akan muncul pemberitahuan ke Dirjen Minerba, ada peringatan dini otomatis," ujarnya.
Sepanjang Januari lalu, Kementerian ESDM sempat memberlakukan larangan ekspor batu bara bagi para produsen tambang guna mengamankan pasokan untuk PLN. Pasalnya, tanpa larangan ekspor, 17 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 10 gigawatt (GW) yang berada dalam kondisi kritis berpotensi padam pada 5 Januari 2022.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin sebelumnya mengatakan kebijakan larangan ekspor batu bara bukan diputuskan secara tiba-tiba. Pemerintah secara langsung telah memantau kondisi persediaan batu bara milik PLN sejak jauh hari.
Ia mengatakan, kondisi kritis pasokan batu bara di pembangkit-pembangkit PLN yang terjadi pada 30 Desember 2021 bukan kali pertama. PLN juga mengalami gangguan pasokan batu bara pada awal Januari 2021 dan periode Juli-Agustus 2021.
"Saya cerita waktu kritis itu 30 Desember. Darmo (Direktur Utama PLN) cerita ke saya, 17 PLTU kritis, 10 GW akan mati dan 10 juta pelanggan terancam. Terus saya bilang kapan matinya? Kalau gak dilakukan 5 Januari akan mati, kata Ridwan dalam diskusi Economic Challenges, Selasa (11/1) malam.