Otoritas Prancis Denda Google Rp 8,6 Triliun Terkait Masalah Hak Cipta
Otoritas persaingan Prancis mendenda raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) Google sebesar US$ 593 juta atau Rp 8,6 triliun karena melanggar aturan terkait hak cipta konten. Selain denda, Prancis juga meminta Google untuk membayarkan hak penerbit. Apabila masih melanggarnya, Google mendapatkan denda tambahan.
Kepala badan antitrust Prancis Isabelle de Silva mengatakan pada April 2020 lalu, terdapat aturan otoritas yang menyatakan Google harus melakukan negosiasi dengan penerbit serta kantor berita. Negosiasi itu berupa skema lisensi konten di platform Google.
Negosiasi juga termasuk masalah remunerasi untuk penggunaan konten di Google. Sebab, saat ini konten seperti pemberitaan merupakan hak bertetangga yang dimiliki penerbit.
Pada Januari 2021, Google sempat menyetujui aturan itu. Google pun dinyatakan akan menegosiasikan lisensi dengan anggota aliansi pers Prancis, mencakup hak terkait akses ke layanan News Showcase.
"Namun, sayangnya kini (Google) tidak demikian," kata Isabelle dikutip dari CNN Internasional, Selasa (13/7).
Menurutnya, Google telah gagal melakukan negosiasi dengan penerbit. Perusahaan teknologi raksasa AS tersebut dinilai tidak memiliki itikad baik dalam negosiasi. Google juga diketahui menolak ajakan diskusi khusus terkait pembayaran konten berita online .
Alhasil, denda sebesar Rp 8,6 triliun dikenakan kepada Google. Di mana, jumlah tersebut menjadi denda terbesar yang pernah dijatuhkan otoritas persaingan di Prancis.
Otoritas juga meminta Google untuk membayarkan hak penerbit dalam kurun waktu dua bulan. Apabila tidak membayar, Google akan menerima denda tambahan sebesar US$ 1,1 juta atau Rp 15,9 miliar per hari.
Juru bicara Google mengaku kecewa dengan keputusan tersebut. "Kami telah bertindak dengan itikad baik selama menjalani seluruh proses," kata juru bicara Google dikutip dari CNBC Internasional, kemarin.
Menurut Google, denda itu mengabaikan upaya perusahaan untuk mencapai kesepakatan. Google mengaku selama ini telah berupaya memberikan hak kepada penerbit.
"Sampai saat ini, Google adalah satu-satunya perusahaan yang telah mengumumkan perjanjian tentang hak-hak penerbit," kata Google.
Diketahui, Prancis merupakan negara pertama yang mengadopsi regulasi tentang hak cipta di Uni Eropa. Regulasi itu bertujuan memberikan perlindungan hak kepada penerbit berita, juga memastikan mereka mendapat kompensasi yang adil atas penyebaran konten secara online di Google maupun platform lain.
Selain Prancis, tahun lalu Australia memaksa Google dan Facebook untuk membayar hak penerbit saat menampilkan konten mereka. Facebook awalnya menolak dan sempat membatasi pengguna Australia dalam melihat konten berita. Namun kemudian, Australia dan Facebook telah mencapai kesepakatan.