Summarecon Keluar-Masuk Indeks Bergengsi, Bisnis Bermula di Tanah Rawa
Summarecon melantai di pasar modal sejak tiga dekade lalu. Dengan mengembangkan kawasan perumahan elite yang dilengkapi berbagai fasilitas, nama perusahaan yang memulai proyek di atas tanah rawa pada 1975 ini menjadi harum di kalangan investor saham.
Pamor dan kinerja perusahaan PT Summarecon Agung membawa emiten berkode SMRA ini sempat masuk jajaran indeks bergengsi di bursa efek, seperti LQ45 pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun roda bisnis terus berputar, dan Rabu lalu Summarecon terpental dari indeks tersebut.
Pangkalnya, Bukalapak yang baru menggelar penawaran saham perdana (IPO) awal Agustus lalu berhasil mendepak beberapa emiten dari daftar jajaran indeks bergengsi. Dengan valuasi besar, e-commerce berkode BUKA ini menjadi anggota lima indeks saham melalui evaluasi fast entry yang dilakukan BEI.
Indeks tersebut yakni IDX30, LQ45, IDX80, JII, dan JII70. Dengan BUKA masuk ke indeks saham-saham tersebut, ada emiten lain yang dilengserkan, salah satunya saham SMRA alias Summarecon dari daftar LQ45.
LQ45 adalah indeks pasar saham di bursa yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu. Umumnya, emiten dalam daftar ini merupakan bagian dari 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir.
Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id, bukan kali ini saja Summarecon mental dari indeks-indeks bergengsi. Saham SMRA beberapa kali keluar-masuk indeks LQ45 sejak pertama kali melantai di bursa pada 7 Mei 1990. SMRA masuk daftar LQ45 pertama kali untuk periode Februari-Juli 2004, periode tahun berikutnya emiten ini harus terdepak dari daftar, begitu seterusnya.
Terakhir, SMRA bertengger di daftar LQ45 untuk periode Agustus 2021-Januari 2022, dengan rasio free float 48,06%. Namun, karena aturan baru BEI terkait fast entry yang memungkinkan emiten dapat dipertimbangkan segera masuk ke konstituen membuat saham SMRA keluar dari daftar LQ45 terhitung sejak 29 September 2021-Januari 2022.
Laba Summarecon Naik di Tengah Pandemi
Summarecon membukukan kinerja keuangan positif sepanjang semester pertama 2021. Laba periode berjalan tumbuh nyaris 1.000 % menjadi Rp 108,54 miliar dari Rp 10,2 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Di tengah tantangan pandemi Covid-19, pendapatan SMRA naik 12,7 % menjadi Rp 2,5 triliun pada Januari-Juni 2021. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian Rp 2,18 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penopang utama datang dari penjualan unit rumah yang berkontribusi Rp 1,21 triliun atau setara 49,28 % dari total pendapatan SMRA.
Sementara itu, beban pokok penjualan dan beban langsung naik sekitar 2,38 % year on year (yoy) dari Rp 1,24 triliun menjadi Rp 1,27 triliun.
Summarecon Lahir di Tanah Rawa
Summarecon Agung merupakan perusahaan pengembang properti dan manajemen yang lahir di tanah rawa daerah Jakarta, kini dikenal sebagai Kelapa Gading. Dilansir dari laman resminya, perusahaan yang berdiri pada 26 November 1975 ini dibentuk oleh Soetjipto Nagaria bersama rekannya.
Nama Summarecon berasal dari dua kata, yaitu summa yang memiliki arti puncak, serta recon yang diambil dari kata real estate corporation.
Proyek pertama yang ditangani Summarecon adalah Kelapa Gading Permai, yang dulunya berupa kawasan rawa dan persawahan seluas 10 hektare. Lahan tersebut mulai dikembangkan sejak 1976, dan kini Kelapa Gading berhasil disulap menjadi daerah tertata dan berkembang. Bahkan, luas Summarecon Kelapa Gading melebar hingga 500 hektare.
Selanjutnya, pada 1987, Summarecon membangun komplek perumahan ekslusif di Bukit Gading Villa. Terus berkembangnya bisnis Summarecon menggiring perusahaan untuk mencoba peruntungan di lantai bursa saham.
Padal 7 Mei 1990, Summarecon resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Sebanyak 6,67 juta lembar saham ditawarkan ke publik dengan harga Rp 6.800 per saham. Namun, per Selasa (28/9) harga saham SMRA ditutup pada level Rp 825. Dalam lima tahun terakhir, saham emiten properti ini sudah melorot 40,58 %, sebagaimana dilansir RTI.
Selama perjalanannya, Summarecon terus berekspansi. Sekitar tahun 1990-an, perusahaan melakukan ekspansi ke Tangerang dan membangun Summarecon Serpong. Tak sampai di situ, bisnis properti SMRA merambah wilayah Bekasi pada 2012 dengan membangun Summarecon Bekasi. Berlanjut pada 2015, Summarecon juga ekspansi ke Bandung dan luar Jawa, yakni Bali.
Pada 2016, Soetjipto Nagaria menandatangani prasasti pembukaan proyek Summarecon, Samasta Lifestyle Village di wilayah Jimbaran, Bali. Itu menjadi proyek pertama Summarecon di luar Pulau Jawa dengan menempati lahan seluas 3,3 hektare.
Tak hanya itu, SMRA membangun bisnisnya di Karawang dengan nama Summarecon Emerald Karawang (SEKAR) di lahan 33 hektare. Ada juga Summarecon Bogor, yang merupakan township Summarecon pertama di selatan Jakarta, serta Summarecon Mutiara Makassar, sebagai township pertama di wilayah Indonesia Timur dengan luas wilayah 400 hektare.
Selain bisnis properti atau perumahan, Summarecon mengembangkan pusat perbelanjaan retail dan properti komersial lainnya yang disewakan. Ada juga fasilitas pendukung seperti country club, hotel, dan rumah sakit. Saat ini, bisnis Summarecon merambah pengembang properti, investasi dan manajemen properti. Terakhir ada unit rekreasi dan hospitality.
Adapun beberapa daftar anak perusahaan Summarecon yakni PT Unota Persadajaya, PT Serpong Cipta Kreasi, dan PT Summarecon Property Development. Selain itu, PT Summarecon Investment Property, PT Anugerah Damai Abadi, PT Bhakti Karya Sejahtera, dan PT Multi Abadi Prima.
Pendiri Summarecon
Soetjipto Nagaria yang memiliki nama asli Liong Sie Tjien lahir di Jakarta 6 Desember 1940. Dia mengenyam pendidikan taman kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pa Hoa atau Patekoan Tionghoa Hwe Koan School. Itu adalah sekolah Tionghoa pertama yang berdiri di zaman kolonial Belanda.
Setelah lulus SMA, Soetjipto melanjutkan pendidikannya dan berhasil meraih gelar sarjana di jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1964. Usai lulus, dia sempat bekerja di pabrik cat hanya sebulan.
Soetjipto muda, kemudian berinisiatif untuk membuat perusahaan sendiri, didukung ayahnya yang merupakan pengusaha bahan bangunan di Jakarta. Singkat cerita, akhi 1960, dia bersama teman- temannya membeli tanah dan mulai membangun rumah-rumah di daerah Jakarta Selatan, hingga akhirnya sukses mendirikan Summarecon.
Penyumbang bahan: Nada Naurah (Magang)