Perjalanan 65 Tahun BCA di Bawah Tangan-tangan Konglomerat

Intan Nirmala Sari
25 Februari 2022, 09:05
bca, saham bca, profil perusahaan,
BCA

Lebih dari enam dekade berkecimpung di industri keuangan Indonesia, Bank Central Asia pun menjadi bank dengan kapitalisasi pasar terbesar saat ini. Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia atau BEI, saham BBCA masih menempati posisi jawara dengan kapitalisasi pasar Rp 976 triliun sepanjang 2022.

Fokus bisnis BCA meliputi transaksi serta menyediakan fasilitas kredit dan solusi keuangan bagi segmen korporasi, komersial, UKM, dan konsumer. Pada akhir Desember 2021, BCA tercatat melayani 29 juta rekening nasabah dan memproses sekitar 48 juta transaksi setiap hari, didukung oleh 1.242 kantor cabang, 18.034 ATM, serta layanan internet dan mobile banking, contact center Halo BCA yang dapat diakses 24 jam.

Advertisement

Tak hanya itu, kinerja BCA juga didukung sejumlah entitas anak usaha yang fokus pada pembiayaan kendaraan, perbankan Syariah, sekuritas, asuransi umum dan jiwa, perbankan digital, pengiriman uang, dan pemodal ventura.

Dengan lebih dari 25.000 karyawan, visi BCA adalah untuk menjadi bank pilihan utama andalan masyarakat yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia. Untuk mencapai posisi saat ini, BCA telah melalui berbagai situasi dan kondisi selama 65 tahun terakhir.

Berbagai capaian yang diperoleh BCA juga tak lepas dari pengaruh tangan-tangan konglomerat yang membentuknya. Berdasarkan laporan Kantar, BCA masuk dalam daftar 15 bank dengan nilai merek (brand value) terbesar di dunia.

Perusahaan yang didirikan Sudono Salim ini memiliki nilai merek US$ 18,6 miliar atau Rp 267,4 triliun dengan (kurs Rp 14.400) pada 2021. BCA dianggap sebagai tempat yang aman bagi konsumen menyimpan uang di situasi yang serba tak pasti akibat pandemi virus corona Covid-19. Di samping itu, BCA dinilai memiliki dukungan lingkungan serta koneksi yang kuat dengan pemerintah.

Dibangun dari nol oleh Sudono Salim yang merupakan pelopor Grup Salim, kinerja BCA kini masih tetap eksis di bawah kelolaan Jahja Setiaatmadja.

Sudono Salim Pionir Salim Group di BCA

Bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia ini didirikan pada 21 Februari 1957, lewat tangan konglomerat Liem Sioe Liong alias Sudono Salim. Pria kelahiran Cina tersebut mulai merantau ke Indonesia saat usia 20 tahun dan sempat bekerja sebagai karyawan pabrik kerupuk, pebisnis cengkeh, hingga menjadi bandar cengkeh kudus pada usia 25 tahun.

Pada 1957, Sudono mulai membangun bisnis jasa pemberian kredit Bernama Central Bank Asia, bersama rekannya Mochtar Riady. Selang tiga tahun, pada 1960 nama perusahaan resmi berubah menjadi Bank Central Asia atau yang sekarang dikenal sebagai BCA.

Tak hanya besar dari bisnis perbankan, Grup Salim juga dikenal dengan bisnis makanan dan minuman lewat merek Indofood, ada juga bisnis penjualan mobil, semen, hingga swalayan. Kini, semua bisnis yang masuk dalam Grup Salim tersebut diwarisi Anthony Salim, anak ketiga Liem.

Anthoni Salim
Anthoni Salim (Arief Kamaludin | Katadata)

Mochtar Riady Pionir Grup Lippo di BCA

Rekan Sudono Salim, yakni Li Wen Cheng atau yang akrab disapa Mochtar Riady mulai masuk ke BCA pada 1975, usai mundur dari Bank Panin. Mochtar bergabung dengan BCA saat kondisi perbankan tersebut tidak terlalu baik.

Saat itu, bisnis perbankan Liem lebih dari satu, di antaranya Bank Windu Kencana dan Bank Asia alias BCA, ada pula Bank Dewa Ruci. Windu Kencana dikelola adik Soedono, yakni Liem Sioe Kong. Sementara itu, Dewa Ruci dipegang sepupunya, yaitu Liem Ban Tiong.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement