Membedakan Startup Unicorn, Decacorn, dan Hectocorn Menurut Nilai

Amelia Yesidora
29 Juni 2022, 12:22
startup, decacorn, unicorn, hectacorn, educate me
123RF.com/Dejan Bozic

Beberapa bulan terakhir, perusahaan startup Indonesia marak melakukan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara beruntun. Salah satunya datang dari platform edutech Zenius. Hingga Juni, tercatat sudah ada tujuh startup yang melakukan PHK. Fenomena PHK yang terjadi berdekatan tersebut, disinyalir terjadi akibat ledakan gelembung atau bubble burst.

Pertumbuhan startup yang masif turut menjadikan persaingan antar perusahaan rintisan semakin ketat. Sementara itu, kondisi pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir turut memberikan tekanan bagi kinerja perusahaan startup  di Tanah Air dan global.

Forbes mendefinisikan startup sebagai sebuah perusahaan baru yang didirikan untuk mengembangkan produk atau layanan yang unik. Dengan produk yang unik, startup berakar pada inovasi yang bertujuan memperbaiki kekurangan atau menciptakan kategori baru dari barang dan jasa sebelumnya.

“Itu sebabnya banyak startup yang dikenal di industri masing-masing sebagai ‘pengganggu’,” tulis Forbes pada Jumat (4/2).

Untuk mengenal lebih jauh mengenai perusahaan rintisan, bisa dimulai dari pembagian kategori atau jenis startup berdasarkan nilai valuasinya, yakni unicorn, decacorn, dan hectocorn. Meski[pun istilah ini tergolong baru, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia telah mengadaptasi ketiga istilah tersebut menjadi unikorn, dekakorn, dan hektokorn. 

Unikorn

Secara global, istilah unikorn dipakai pertama kali pada 2013 oleh seorang pemodal ventura, Aileen Lee. Pendiri Cowboy Ventures ini menulis istilah ini dalam sebuah artikel di Techcrunch berjudul Welcome to The Unicorn Club: Learning from Billion-Dollar Startups

Dari segi nilai valuasi, startup inilah yang memiliki nilai paling rendah dibanding dua lainnya, yakni lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Dana ini bisa diperoleh dari investor publik maupun swasta.

Kala istilah ini diciptakan, hanya ada 39 perusahaan yang masuk ke dalam Klub Unicorn, dengan valuasi US$ 1 miliar dan berusia sekitar 10 tahun. Menurut data Asosiasi Modal Ventura Nasional (NVCA) Amerika Serikat, angka tersebut hanya mencakup 0,07 % dari startup teknologi yang ada di masa itu.

“Kami menyebut perusahaan ini sebagai unikorn karena apa yang mereka capai tergolong sangat sulit, langka, dan relatif tidak dipelajari,” tutur Lee dalam artikelnya di Techcrunch, dua tahun pasca artikel perdana terbit.

Pemilihan istilah unicorn ini juga sejalan dengan unicorn yang akrab di pikiran rakyat, seekor kuda mitologis yang memiliki satu tanduk di kepalanya. Hewan ini bersifat sama dengan perusahaan tersebut, yakni langka dan sulit untuk dicapai.

Hingga akhir 2021, Indonesia sudah memiliki enam unicorn dengan berbagai bidang layanan yakni Bukalapak, Traveloka, OVO, OnlinePajak, Ajaib, dan Xendit. Data terbaru dilansir dari CB Insights menunjukkan ada dua perusahaan unicorn baru dari Indonesia, yakni Akulaku dan Kopi Kenangan.

Berikut nilai valuasi perusahaan unicorn ini dirangkum dalam Databoks:

 

Dekakorn

Sepuluh kali lipat lebih besar dari unicorn, startup dekakorn memiliki  nilai valuasi US$ 10 miliar atau setara Rp 140 triliun. Dalam catatan Katadata, istilah ini dibuat oleh Bloomberg pada 2015. Di Indonesia, sudah ada dua startup decacorn, yakni GoTo dan J&T Express.

Hurun Global Unicorn Index 2021 mencatat valuasi J&T Express sebesar US$ 20 miliar atau setara Rp 280 triliun. Sedangkan perusahaan hasil merger Gojek dan Tokopedia, GoTo, diperkirakan memiliki nilai valuasi sebesar US$ 40 miliar atau setara Rp 560 triliun.  

Secara global, beberapa startup dekakorn lainnya adalah marketplace NFT terbesar OpenSea yang memiliki nilai valuasi US$ 13,3 miliar atau setara Rp 186,2 triliun. Kemudian, ada juga startup penyedia jasa internet dari Australia, yakni Canva.  CB Insights merangkum nilai valuasi startup ini sebesar US$ 40 miliar atau setara Rp 560 triliun.

Hektokorn

Hektokorn atau super unicorn adalah tingkatan startup paling tinggi dengan valuasi lebih dari US$ 100 miliar. CB Insights mencatat ada tiga startup yang masuk golongan ini, dan tidak ada satupun yang berasal dari Indonesia. Pertama adalah ByteDance asal Beijing, Cina dengan nilai valuasi terbesar di dunia, yakni US$ 140 miliar atau setara Rp 1.960 triliun. Startup ini mengombinasikan dua sosial media, yakni Musically dan Douyin menjadi TikTok, media sosial berbasis video yang ramai digunakan masyarakat.

Satu posisi di bawahnya, adalah startup transportasi besutan Elon Musk, SpaceX. Startup asal negeri Paman Sam ini memiliki nilai valuasi US$ 127 miliar atau setara Rp 1.778 triliun. Kemudian, startup e-commerce asal Shenzhen, Cina, yakni Shein dengan nilai valuasi tepat di angka US$ 100 miliar.

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...