Ditjen Pajak Tambah Enam Perusahaan Pemungut PPN untuk Produk Digital

Abdul Azis Said
5 Agustus 2021, 10:15
DJP, PPN, Kementerian Keuangan, Pajak, teknologi
Ditjen Pajak

Direktorat Jenderal Pajak alias DJPKementerian Keuangan (Kemenkeu) menambah enam daftar perusahaan teknologi sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Enam perusahaan tersebut memiliki layanan berbeda-beda mulai dari microstock hingga broker dan sekuritas.

Enam pelaku usaha tersebut di antaranya Shutterstock, Inc., Shutterstock Ireland Ltd., Fenix International Limited, Bold LLC, High Morale Developments Limited, dan Aceville Pte Ltd. Badan usaha tersebut diwajibkan menarik PPN dari pelanggan sebesar 10% dari harga sebelum pajak. Pengenaan PPN tersebut dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.

“Dengan penunjukan perusahaan ini, maka sejak 1 Agustus 2021 para pelaku usaha tersebut berkewajiban memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia.” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dalam keterangan resminya, Kamis (5/8).

Dengan penambahan perusahaan tersebut, maka pemungut PPN PMSE yang ditunjuk DJP hingga saat ini menjadi 81 badan usaha. Sementara itu, hingga akhir Juli 2021 DJP mencatat realisasi PPN PMSE sejak awal tahun mencapai Rp 2,2 triliun.

Neil mengatakan pemungutan PPN PMSE ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menghadirkan keadilan bagi semua pelaku usaha. Kesetaraan pengenaan pajak dilakukan terutama bagi pelaku usaha dari luar negeri, serta usaha konvensional dan usaha digital.

Selain itu, pemerintah juga mengapresiasi langkah-langkah proaktif yang dilakukan sejumlah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. DJP juga akan terus menambah daftar perusahaan yang akan dikenai PPN PMSE.

Ketentuan menyangkut pengenaan PPN PMSE ini telah berlaku sejak 1 Juli 2020.  Ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020. Beleid tersebut menuliskan pemerintah akan menarik pungutan pajak dari badan usaha yang menyediakan produk digital.

Adapun produk layanan jasa elektronik yang dikenakan PPN itu seperti streaming music, streaming film, aplikasi dan gim digital, serta jasa online luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikenai PPN.  Itu termasuk pungutan bagi produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

Langkah pemerintah untuk  menambah daftar badan usaha yang dikenakan PPN PMSE diharap mampu menambal pendapatan pajak negara yang diramalkan tak mencapai target. Dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran pertengahan Juli lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan outlook pendapatan pajak hingga akhir 2021 mencapai Rp 1.176,3 triliun atau 95% dari target APBN yakni Rp 1.229,6 triliun.

Kendati demikian, Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan realisasi penerimaan pajak 2021 akan lebih kecil dari ramalan Sri Mulyani. Perlambatan ekonomi sejak Juli lalu menurutnya akan mempengaruhi prospek pendapatan pajak. Realisasinya diperkirakan Rp 1.175 triliun hingga Rp 1.122 triliun, atau 91%-95% dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun.

"Faktor yang mendorong tidak tercapainya target penerimaan pajak lebih karena kinerja perekonomian. Pemberian insentif pajak relatif lebih kecil pengaruhnya," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (3/8)

Prospek pengurangan penerimaan pajak juga dinilai Yusuf akan mempengaruhi kondisi defisit APBN tahun ini. Defisit anggaran diperkirakan akan melebar tipis di kisaran 5,8% hingga 5,9%.

Reporter: Abdul Azis Said

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...