Kaharudin Ongko, Taipan Orde Baru yang Diburu Satgas BLBI Rp 8,2 T

Intan Nirmala Sari
23 September 2021, 07:00
Kaharudin Ongko, Taipan Orde Baru yang Diburu Satgas BLBI Rp 8,2 T
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Ilustrasi. Menko Polhukam Mahfud MD didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap menyampaikan konferensi pers seusai pelantikan Tim Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/6/2021).

Kaharudin Ongko kembali ramai dibicarakan. Taipan era Orde Baru itu mencuat dalam deretan nama yang dikejar Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI.

Kabar teranyar, Satgas BLBI menyebutkan berhasil menyita dana lebih dari Rp 100 miliar dari Kaharudin Ongko. Bos Bank Umum Nasional (BUN) tersebut diketahui memiliki utang hingga Rp 8,2 triliun pada bank penerima BLBI tersebut, juga pada Bank Arya Panudarta.

Beberapa waktu lalu, Satgas BLBI memanggil Ongko untuk melunasi utang. Komposisi kreditnya terbagi menjadi dua, utang Rp 7,828 triliun dalam rangka penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) BUN, sedangkan Rp 359 miliar untuk membereskan PKPS Bank Arya Panudarta.

Kasus BLBI merupakan buntut dari krisis moneter 1998. Bermula dari upaya pemerintah menyelamatkan perekonomian dari tekanan nilai tukar dolar Amerika terhadap rupiah. Pada tahun itu, mata uang Garuda sempat terpuruk dari Rp 2.380 ke sekitar Rp 15.000 per dolar. Satu di antara buntutnya memicu aksi penarikan uang di bank secara besar-besaran oleh masyarakat.

Dalam sekejap likuiditas perbankan Tanah Air terkuras dan berujung pada macetnya kredit perbankan. Untuk mengatasi kesulitan likuiditas bank-bank tersebut, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sepakat untuk menanggung beban bersama dengan menelurkan skema bantuan likuiditas.

Dana Moneter Internasional (IMF) juga meminta pemerintah Indonesia untuk menyuntikkan dana bantuan kepada sejumlah bank yang mengalami krisis. Kemudian, pada Desember 1998 Bank Indonesia menggelontorkan bantuan likuiditas kepada 48 bank Tanah Air melalui skema BLBI hingga Rp 144,53 triliun.

Namun, pada tahun 2000, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara sebanyak Rp 138,7 triliun dari penyaluran dana BLBI. Disusul hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyimpulkan penyimpangan dana hingga Rp 54,5 triliun oleh 28 bank penerima bantuan likuiditas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, BUN masuk dalam daftar bank yang memperoleh injeksi dana BLBI pada saat krisis 1997-1999 lalu. Di samping itu, upaya penagihan utang BLBI yang menjerat Kaharudin Ongko juga sudah dilakukan sejak 2008. Namun, Ongko dinilai lamban memenuhi kewajibannya.

Untuk itu, Satgas BLBI telah menyita sekaligus mencairkan harta Kaharudin Ongko pada Senin (20/9). Harta tersebut tersimpan di salah satu bank swasta nasional dalam bentuk escrow account, sebuah rekening bersama yang dikelola pihak ketiga atau agen escrow.

Satgas BLBI mencatat, jumlah escrow account milik Kaharudin Ongko mencapai Rp 110 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas escrow account dalam nominal rupiah sebesar Rp 664,9 juta dan dalam bentuk dolar AS sebesar US$ 7,6 juta atau setara Rp 109,5 miliar.

“Ini adalah escrow account yang kami sita dan cairkan. Hasil sitaan ini sudah masuk ke kas negara semenjak kemairn sore,” kata Sri Mulyani.

Selain menyita harta Ongko yang tersimpan di bank, Satgas BLBI masih mengejar kekayaan Ongko lainnya untuk melunasi utang Rp 8,2 triliun. Satgas juga akan memburu sejumlah barang yang sudah disampaikan Ongko sebagai barang jaminan.

Sementara itu, berdasarkan keterangan yang diperoleh Katadata.co.id dari Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Ongko diketahui hadir dalam pemanggilan 7 September lalu dengan mengirim perwakilan.

Kaharudin Ongko, Taipan Keramik yang Masuk Bisnis Perbankan

Semula, Kaharudin Ongko -nama kecilnya Ong Ka Huat- bukan seorang bankir. Pria yang lahir di Kisaran, Sumatera Utara pada 14 Mei 1937 ini mengembangkan bisnis keluarganya. Dikutip dari Tempo, saat berusia 24 tahun, Ongko diminta orang tuanya untuk mengurus perusahaan warisan.

Rupanya, dia tidak bertahan lama di sana. Kaharudin justru mendirikan perusahaan sendiri, PT Kuala Bali. Dia juga memiliki pabrik Keramik Indonesia Asosiasi (KIA).

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...