Nasib Berliku Smartfren, dari Tangan Hary Tanoe ke Sinar Mas Group

Intan Nirmala Sari
15 Oktober 2021, 10:05
Suasana Launching Smartfren 4G LTE Advance di Jakarta, Rabu, (18/08).
Arief Kamaludin | Katadata
Suasana Launching Smartfren 4G LTE Advance di Jakarta, Rabu, (18/08).

Kerap menyatakan terbuka dengan banyak kemungkinan kolaborasi, namun PT Smartfren Telecom Tbk belum melakukan kesepakatan anyar hingga sekarang. Hal ini terkait kabar perusahaan di bawah Sinar Mas Group tersebut bakal mendapat suntikan modal dari raksasa teknologi Tiongkok, Alibaba Group, maupun aksi merger dengan PT XL Axiata Tbk.

Sebelumnya, beredar di kalangan pelaku pasar saham bahwa perusahaan milik taipan Jack Ma, Alibaba berminat membeli saham perusahaan akhir tahun ini. Smartfren juga dikabarkan bakal merger dengan operator nasional, XL Axiata untuk mempertahankan posisinya menghadapi PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk.

Advertisement

Terkait informasi masuknya Alibaba sebagai investor Smartfren, Direktur Smartfren Antony Susilo mengatakan belum ada kesepakatan yang bisa disiarkan. "Sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan mengenai hal ini yang bisa diumumkan kepada publik," kata Antony dalam keterbukaan informasi, Rabu (13/10). 

Sementara itu, mengenai kabar merger dengan XL Axiata, Antony mengatakan Smartfren terbuka untuk berkonsolidasi dengan pelaku industri lain untuk efisiensi operasional. Sehingga, dapat memberikan nilai tambah bagi pemegang saham. "Jika dapat berkolaborasi dengan investor global, diharapkan akan membuka kesempatan untuk berkembang lebih pesat," ujarnya.

Menurut dia, kedua kabar tersebut bukanlah informasi atau kejadian penting yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. Meski begitu, informasi ini sempat membuat harga saham Smartfren menguat.

Satu Dekade Smartfren Masih Dihantui Rugi

Berdasarkan keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Smartfren Telecom membukukan pendapatan usaha Rp 4,95 triliun per Juni 2021. Capaian tersebut naik 22,8 % dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu Rp 4,03 triliun.

Kontribusi terbanyak datang dari bisnis data, yakni 92,32 % terhadap total pendapatan Smartfren periode Januari-Juni 2021. Bisnis data perusahaan dengan kode saham FREN itu naik 15,7 % dari Rp 3,95 triliun menjadi Rp 4,57 triliun. Sedangkan bisnis non-data tercatat turun 39,8 % menjadi Rp 136,4 miliar.

Sementara itu, dalam enam bulan pertama tahun ini, perusahaan berhasil menekan beban usaha 2,7 % menjadi Rp 5,03 triliun. Ini didukung penyusutan dan amortisasi yang turun 15,5 % per Juni 2021 menjadi Rp 1,8 triliun. Sedangkan beban operasi, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi mencatatkan kenaikan 6,4 % ke level Rp 2 triliun.

Beban perusahaan yang tinggi membuat Smartfren masih harus membukukan rugi komprehensif Rp 451,26 miliar. Namun, capaian tersebut lebih baik alias ruginya menyusut dibandingkan Juni 2020 yakni Rp 1,22 triliun.

Melansir Databoks, kinerja emiten berkode FREN ini terus membukukan kerugian dalam satu dekade terakhir, yakni 2011-2020. Di mana, persaingan yang ketat, serta biaya yang besar di sektor telekomunikasi membuat emiten halo-halo ini terus merugi.

Dalam laporan keuangan emiten yang dipublikasikan, FREN mengalami kerugian sebesar Rp 1,53 triliun pada Desember 2020. Kerugian tersebut menyusut 30,36 % dari tahun sebelumnya yang mencatat kerugian Rp 2,19 triliun.

Alhasil, perusahaan telekomunikasi Group Sinar Mas ini mencatat kerugian rata-rata sebesar Rp 2,1 triliun dalam 10 tahun terakhir. Sementara, kerugian terbesar terjadi pada 2018 dengan nilai kerugian sebesar Rp 3,55 triliun.

Dari Tangan Hary Tanoe ke Sinar Mas Group

Smartfren lahir dari gabungan beberapa perusahaan telekomunikasi. Ketika berdiri pada 2002, perusahaan ini dikenal sebagai PT Mobile-8 Telecom Tbk. Terbentuknya perusahaan tersebut tidak lepas dari upaya pemilik Bimantara Citra yang baru, Hary Tanoesoedibjo untuk membangun bisnis komunikasi. Apalagi, fokus bisnis Bimantara menjurus ke sektor telekomunikasi dan media.

Bimantara yang saat ini dikenal sebagai Global Mediacom, sebenarnya sudah memiliki perusahaan telekomunikasi lebih dulu, yakni Komunikasi Seluler Indonesia alias Komselindo yang dimiliki bersama Telkom. Sedangkan kehadiran Mobile-8 bertujuan untuk membangun perusahaan komunikasi dengan sistem dan layanan baru.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement