Raksasa Bisnis Grup Djarum dalam Genggaman Generasi Hartono

Intan Nirmala Sari
29 Oktober 2021, 09:25
Grup Djarum, orang terkaya, BCA, Martin Hartono
ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Sejumlah anak mengikuti Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis 2019 PB Djarum di GOR Satria Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (8/9/2019). Tahun 2019 menjadi tahun terakhir berlangsungnya Audisi Umum Bulu Tangkis, setelah PB Djarum memutuskan menghentikan event tersebut mulai tahun depan, terkait polemik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menganggap bahwa ajang tersebut memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan produk rokok.

Mayoritas publik di Tanah Air sudah lama mengenal  Grup Djarum. Namun mungkin mereka lebih akrab melihat Djarum sebagai produk rokok kretek. Bisnis grup ini sesungguhnya jauh lebih besar dari itu, menggurita ke banyak sektor. Di keuangan, misalnya, ada Bank Central Asia atau BCA, bank dengan aset terbesar di Indonesia ini bagian dari Grup Djarum.

Bisnis Grup Djarum lainnya di luar rokok yakni elektronik melalui Hartono Istana Teknologi dengan produknya Polytron. Ada juga bisnis makanan dan minuman, perkebunan lewat PT Hartono Plantation Indonesia, perusahaan pulp dan kertas, properti, investasi digital, telekomunikasi yakni PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), hingga jaringan anjungan tunai mandiri alias ATM, yaitu Alto.

Luasnya gurita bisnis Grup Djarum saat ini tidak lepas dari peran akar pendiri usaha, Oei Wie Gwan. Berawal dari bisnis perusahaan rokok, tahta dan harta Grup Djarum terus mengular hingga ke generasi kedua dan ketiganya saat ini.

Oei Wei Generasi Pertama Grup Djarum

Perusahaan rokok kretek Djarum dibangun Oei Wie Gwan. Sebelumnya, pria kelahiran rembang 1903 ini mengawali bisnis pertama kali dengan memproduksi mercon alias petasan, dengan nama Mercon Leeuw (Leo) dan dipasarkan di seluruh Jawa.

Satu dekade membangun bisnis mercon, perusahaan rintisan Oei ditimpa musibah dan meledak pada 1939. Tak hanya sekali, pada 1942 pabrik tersebut kembali meledak dan membuat Oei mengubah haluan bisnisnya dan memutuskan untuk membuka perusahaan rokok.

Dikutip dari salah satu jurnal di uajy.ac.id, Oei Wie membeli merek rokok Djarum berikut perizinannya pada 21 April 1951 berbentuk Pabrik Rokok Djarum (PR Djarum). PT Djarum dulu dikenal sebagai NV Moeroep milik H.M Sirodz, di mana namanya terinspirasi dari jarum pemutar gramofon.

Selanjutnya, rokok kretek Djarum garapan Oei mulai dipasarkan dan mendapat respons positif. Namun malang sepertinya rekat dengan kehidupan Oei, pabrik rokoknya nyaris musnah akibat kebakaran pada 1963.

Pabrik rokok
Pabrik rokok (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Tak patah arang, bisnis rokok Djarum kembali bangkit, termasuk dengan memodernisasikan peralatan di pabriknya. Pada 1972 Djarum berhasil mengekspor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada 1981.

Meskipun begitu, Oei tak lama merasakan kejayaan bisnis Djarum, karena dia meninggal di tahun yang sama setelah kebakaran pabrik rokoknya, yakni 1963. Oei yang menikahi Goei Tjoe Nio wafat dan meninggalkan bisnis Djarum kepada putranya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono.

Taipan Bersaudara Generasi Kedua Grup Djarum

Michael Bambang Hartono lahir di Kudus, Jawa Tengah pada 1941 dan memiliki nama Cina, Oei Gwie Siong. Dia pun mengenyam pendidikan di Kudus, dan sempat melanjutkan ke Universitas Diponegoro, Semarang. Namun pada 1963, dia kembali ke Kudus saat pabrik Djarum terbakar pada 1963.

Usai kebakaran dan kepergian sang ayah, Michael bersama adiknya Robert Budi Hartono membangun kembali Djarum, dan sukses membawanya sebagai produsen rokok kretek terbesar di Indonesia.

Seiring perjalanan waktu di bawah duet Hartono, bisnis Djarum mulai menggurita ke sektor lain. Dilansir  dari buku Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches karya Leo Suryadinata, bisnis Djarum masuk bidang tekstil, elektronik, furniture, keuangan, perbankan (Bank Hagakita) dan properti (PT Bukit Mulia).

Bos Djarum Tetap Terkaya, Chairul Tanjung Membayangi
Bos Djarum Tetap Terkaya, Chairul Tanjung Membayangi (Katadata)

Pada 1993, Bukit Mulia mulai membangun Karawang Industrial Park di Jawa Barat. Bisnis properti Grup Djarum terus mengular lewat kepemilikannya di PT Cipta Karya Bumi Indah yang mengelola Grand Indonesia dan WTC Mangga Dua. Ada juga PT Puri Padma Management dan PT Fajar Surya Perkasa.

Grup Djarum juga terlibat dalam berbagai kegiatan, salah satunya membangun klub bulu tangkis yang dikenal dengan Djarum Foundation. Tak tanggung-tanggung, Djarum Foundation merekrut para pemenang bulu tangkis dunia seperti Liem Swie King, Ivana Lie, dan Susi Susanti sebagai pelatih klub tersebut.

Usia hanya berjarak setahun dari sang kakak Michael, Robert juga memiliki andil besar dalam melebarkan sayap Grup Djarum. Pada 1988, kakak beradik Hartono ini resmi menjadi pemegang saham mayoritas dari Bank Central Asia alias BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...