Baru Tembus Rekor Tertinggi, IHSG Langsung Loyo Ditekan Sentimen AS
Indeks harga saham gabungan alias IHSG berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Kamis (11/11). Berdasarkan data RTI Infokom, indeks sempat menyentuh level 6.704,5 pada pukul 09.10 WIB.
Level tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang masa, meskipun perdagangan saham hari ini belum usai. Berdasarkan catatan Katadata.co.id, rekor sebelumnya dicapai pada penutupan perdagangan 19 Februari 2018 di level 6.689,3.
Sayangnya, setelah cetak rekor, IHSG langsung loyo. Pada penutupan perdagangan sesi pertama, IHSG ditutup di level 6.680,59 atau turun 0,04% dibandingkan kemarin. Bahkan IHSG hari ini sempat turun 0,18% ke level terendah hari ini 6.671,22.
Total volume saham yang diperdagangkan hingga penutupan sesi pertama hari ini sebanyak 15,36 miliar unit saham dengan nilai transaksi Rp 5,98 triliun. Terdapat 221 saham yang menguat, sementara 269 saham turun, dan 172 saham lainnya tidak mengalami perubahan harga.
Indeks sektor teknologi turun 1,92%, menjadi yang paling signifikan. Penyebabnya, saham Elang Mahkota Teknologi (EMTK) turun 4,37% ke harga Rp 1.970. Lalu, saham Bukalapak.com (BUKA) turun 2% ke harga Rp 735 per saham.
Sementara itu, indeks sektor transportasi naik 1,92% menjadi tangn tertinggi sejauh ini. Kenaikan signifikan ini ditopang saham Temas Tbk (TMAS) yang meroket 20,33% ke harga Rp 580 per saham.
Investor asing pada perdagangan hari tercatat mengalirkan dananya ke pasar saham dalam negeri. Nilai beli bersih di pasar reguler mencapai Rp 199,8 miliar. Dengan saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memuncaki daftar beli bersih asing Rp 133,8 miliar.
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, IHSG memang berpotensi tertekan hari ini. Berdasarkan analisisnya secara teknikal, IHSG berpotensi diperdagangkan antara level 6.635 dan 6.719.
Pergerakan dibayangi sentimen negatif global karena Amerika Serikat (AS) menghadapi lonjakan kenaikan harga barang dan jasa pada Oktober. Inflasi Amerika bulan lalu mencapai 6,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
"Berita buruknya lagi, inflasi berpotensi terus mengalami kenaikkan hingga mencapai puncaknya," kata Nico dalam riset tertulisnya, Kamis (11/11).
Nico mengatakan, berdasarkan konsensus banyak yang menilai inflasi terus melaju dan mengalami lonjakan dalam beberapa bulan mendatang. Menurutnya, inflasi akan menjadi lebih buruk daripada yang diperkirakan dan akan lebih konsisten untuk bertahan di level tertinggi.
"Sehingga, tentu saja hal tersebut akan memberikan kekhawatiran tersendiri bagi pelaku pasar dan investor," kata Nico.
Mengutip CNBC, indeks harga konsumen yang terdiri dari sekeranjang produk mulai dari bensin, perawatan kesehatan, bahan bakar, makanan, hingga sewa ini berada di atas perkiraan Dow Jones sebesar 5,9%. Sementara inflasi bulanan tercatat 0,9%, juga di atas perkiraan sebesar 0,6%.
Inflasi inti bulanan naik 0,6% dari perkiraan 0,4%. Sementara inflasi inti secara tahunan mencapai 4,6%, juga lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.
Sementara, sentimen negatif dari dalam negeri yaitu rilis data Bank Indonesia terkait data perdagangan retail untuk September 2021 yang turun 2,2% secara tahunan. Realisasi tersebut lebih rendah dari bulan Agustus yang turun 2,1%.
Nico mengatakan, perdagangan retail sempat pulih pada awal tahun ini. Kenaikan tertinggi berada pada April dan Mei, masing-masing naik 15,6% dan 14,7% secara tahunan.
Pandemi dinilai memberikan tekanan pada kinerja emiten retail baik kecil maupun besar. Emiten retail format besar seperti hypermarket dan department store, terpukul oleh biaya sewa.
"Hal ini menjadi beban operasional yang tinggi ketika kegiatan masyarakat untuk mengunjungi pusat perbelanjaan juga lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya," kata Nico.