Indonesia Sangat Membutuhkan Sustainable Financing

Intan Nirmala Sari
20 September 2022, 11:45
Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja
Katadata

Upaya pemerintah mendorong pembiayaan berkelanjutan menuju ekonomi hijau, sudah lebih dulu menjadi perhatian Bank OCBC NISP. Terhitung sejak 2018, perusahaan yang identik dengan warna merah tersebut sudah banyak melakukan pembiayaan hijau atau green financing

Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja mengatakan alasan perusahaan fokus pada hal tersebut sangat jelas, untuk negara seperti Indonesia, sustainable financing sangat diperlukan. Sustainability mengacu pada environmental and social governance (ESG) yang di dalamnya mencakup isu lingkungan terkait green financing, dan social seperti inclusive financing.

"Jadi kalau kami bicara sustainability financing itu ada dua aspek, green dan inclusive," kata Parwati saat ditemui Katadata.co.id di kantor OCBC NISP, Rabu (7/9). 

Untuk itu, dia menekankan bahwa negara seperti Indonesia sangat memerlukan sustainable financing. Apalagi, banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari alam, mulai dari pariwisata, bercocok tanam, perikanan, dan lainnya. 

Di sisi lain, ancaman bencana alam terus menghantui, sehingga perlu adanya upaya menjaga lingkungan agar tetap baik. Parwati memandang, dengan menjaga alam maka hal-hal seperti bencana alam bisa diminimalisir. 

"Bukan karena peraturan loh (upaya sustainable financing), tapi karena kami merasa dalam jangka panjang itu baik di negara seperti Indonesia," ujarnya.

Hingga 31 Desember 2021, OCBC NISP telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan sebesar Rp 30,89 triliun, dari jumlah tersebut 40% diperuntukkan bagi green financing. Lalu seperti apa perkembangannya tahun ini?

Untuk mengetahui upaya apa saja yang akan dan sudah dilakukan OCBC NISP dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan, berikut wawancara lengkap Katadata bersama Parwati Surjaudaja.

Seperti apa target rencana pembiayaan berkelanjutan beberapa tahun ke depan?

Kalau green financing-nya memang sekitar 40%, harapannya terus meningkat ya, bukan hanya dari nominal tapi juga dari persentase. Kalau ditanya porsi 40% akan menjadi seperti apa? Per Juni 2022 sebenarnya sudah meningkat menjadi sekitar 42%, porsi green financing dari sustainable financing-nya.

Tapi untuk negara seperti Indonesia apakah nanti akan 80% misalnya green? Harusnya tidak juga, kenapa? Biar bagaimanapun Indonesia adalah negara berkembang, sehingga faktor inklusif tetap penting, faktor sosial tetap penting. Sehingga kami cenderung berimbang antara si green dan inclusive, antara environment dan social-nya.

Jadi yang green tetap tumbuh tapi pembiayaan yang bersifat lebih ke tujuan sosial itu pun harus meningkat. Perkiraan kami mungkin ke depannya sekitar 50:50 ya antara green dan inclusive financing.

Artinya ada target untuk green financing nanti 50 % atau seperti apa?

Sekarang kan green financing 40% dari sustainable financing, harapannya ke depan 50% dari sustainable financing kami adalah untuk greenGreen financing di sini bisa green dan blue ya.

Untuk sampai 50 % butuh waktu berapa lama?

Jadi strateginya macam-macam, harusnya dari sisi awal, dari perencanaannya. Misalnya kami lihat sektor ekonomi mana yang masuk kategori green financing? Itu sudah kami targetkan sejak awal. Kalau sudah tahu target industrinya, tentu training untuk tim internal sendiri. Sektor ini, seperti ini kebutuhan green financing-nya.

Hal yang penting lainnya adalah awareness dari nasabah. Contohnya kami ada pembiayaan untuk green mortgage, KPR hijau. Tapi kalau kami cari prospeknya, developer tidak familiar apa itu green mortgage? Sehingga kami mulai lagi dari awareness, kemudian cari training untuk melihat bagaimana bisa menjadi green mortgage tersebut. Jadi awareness, training, kemudian jadi produknya sendiri, di samping effort lainnya. Itu strategi utamanya, karena mungkin banyak yang belum familiar.

Literasi juga bagian strategi?

Literasi pasti secara internal, karena tim marketing yang mencari nasabah sampai menganalisa proyek sendiri, sampai pemantauan tentu harus ada. Literasi untuk nasabah sendiri, kami sebenarnya bukan expert, jadi kami sering menggandeng IFC karena mereka bisa memberi pelatihan di bidang tersebut.

Pada 2018 OCBC NISP mendapatkan green financing dari IFC. Seperti apa realisasinya?

Pendanaan yang kami terima pada 2018 untuk green financing sudah kami disperse semua, sudah kami gunakan semua untuk pembiayaan proyek hijau. Ada macam-macam, proyek yang terkait water, energi.

Kemudian kami tidak berhenti di situ, awal 2020 sebelum Covid-19, kami mendapat satu paket lagi sustainable financing. Disitu paketnya bukan hanya green, tapi separuh green dan separuh lagi gender. Ke depannya kami melihat tidak hanya disitu, kami juga belajar.

Sekarang ada juga yang namanya blue financing. Awalnya kami berpikir semuanya berkaitan dengan perikanan, karena laut, tapi enggak. Jadi intinya mirip dengan green financing, bagaimana kami bisa memastikan ekosistem di daratan terjaga baik, polusinya terjaga, penggunaannya terjaga baik agar tetap hijau.

Sementara untuk blue kira-kira sama, menjaga bagaimana agar ekosistem di laut masih tetap biru, polusi terjaga dengan baik, penggunaannya juga sehat, yang menggantungkan diri ke laut juga bisa lebih baik. 

Jadi blue financing adalah sesuatu hal yang baru, bukan hanya perikanan tapi juga bagaimana water treatment. Jadi kan mungkin ada air yang ke laut, dipastikan air tersebut tidak terpolusi. Shipping misalnya, bagaimana mereka membuang limbah, dipastikan tidak memberi polusi ke lautan. Jadi ternyata banyak blue financing itu, hal berikutnya yang kami pelajari itu.

Berapa komposisi pembiayaan untuk greenblue, dan gender?

Tadi green yang pertama sekitar Rp 2 triliun, green yang kedua sekitar Rp 1,375 triliun, dan gender itu sama dengan green yang kedua Rp 1,375 triliun.

Prospek pembiayaan blue dan green ke depan seperti apa, akankah signifikan?

kami sebagai institusi perbankan punya tanggungjawab untuk memastikan bahwa ini sebenarnya bukan hanya pemenuhan ketentuan ya, harus sampai berapa persen, tidak. Tapi harus menjadi prinsip dasar dalam pembiayaan itu harus bertanggungjawab lingkungan, sosial, masyarakat.

Jadi seharusnya semakin besar porsi mayoritasnya, untuk ke depan harus jadi mayoritas, yang dasarnya green blue inclusive financing ini.

Melihat upaya progresif OCBC NISP terhadap lingkungan, rencana apalagi yang akan dilakukan ke depan, apakah akan mencari sumber pembiayaan baru?

Opsi kami tetap terbuka, namun soal kebutuhan pendanaan sendiri kebetulan kami sebagai perbankan, saat ini rationya masih cukup rendah, jadi likuiditas masih sangat mencukupi untuk melakukan berbagai pembiayaan.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...