6 Sikap Novel Baswedan Soal Ferdy Sambo, Minta Febri Diansyah Mundur
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menyarankan agar dua eks pegawai KPK, Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang mundur jadi kuasa hukum Ferdy Sambo. Novel tidak setuju dengan pilihan Febri dan Rasamala membela tersangka kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
“Sebagai teman saya kaget dan kecewa dengan sikap @febridiansyah dan @RasamalaArt yang mau menjadi kuasa hukum Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo,” ujar Novel seperti dikutip dari akun twitter @nazaqiastsha Kamis (29/09). Katadata.co.id sudah mendapat izin untuk mengutip cutan itu.
Sebagai rekan yang pernah satu tim dalam memberantas rasuah, Novel menyarankan agar Febri dan Rasamala mundur. Menurut dia akan sulit bagi keduanya untuk menegakkan objektivitas dalam penanganan kasus. Apalagi sebelumnya, Rasamala merupakan penyidik KPK dan Febri Diansyah pernah menjadi juru bicara KPK.
“Justru kepentingan korban yang penting dibela, termasuk memastikan semua pihak yang menghalangi/merekayasa kasus diusut tuntas. Agar tidak terjadi lagi,” lanjut Novel.
Pilihan Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang membela Ferdy Sambo dan Putri memang mendapat banyak kritik. Masuknya Febri dan Rasamala dalam jajaran kuasa hukum Ferdy Sambo mengemuka setelah undangan konferensi pers terkait perkembangan kasus disebar ke media. Di media sosial berita, twitter Febri dan Rasamala ramai mendapat komentar warganet.
Febri Diansyah memiliki pembelaan atas keputusannya membela Putri Candrawathi. Ia memastikan akan bersikap secara profesional.
"Saya sampaikan bahwa kalaupun saya menjadi kuasa hukum, saya akan dampingi secara objektif," kata mantan Kabiro Humas KPK itu.
Senanda dengan Febri, Rasamala juga berjanji akan mengedepankan nilai dan etik dalam menjalankan profesinya. Ia mengaku bergabung setelah mempertimbangkan berbagai aspek dalam perkara. Alasan penguat lainnya karena Ferdy sambo mengaku telah bersedia mengungkap fakta yang sebenarnya yang ia ketahui terkait kasus ini di persidangan.
Alasan kedua yang mendorong Rasamala adalah adanya dinamika dalam temuan Komnas HAM terkait pengusutan kasus Ferdy Sambo. Apalagi ia melihat Ferdy Sambo dan Putri merupakan warga negara indonesia yang juga memiliki hak yang sama di mata hukum. “Sebagai penasihat hukum maka tugas kami memastikan proses tersebut. Selebihnya nanti disampaikan pada konferensi pers," kata Rasamala.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Sambo dan Putri terancam hukuman mati. Sambo dan Putri dijerat pasal 340 KUHP subsider pasal 338 juncto pasal 55 juncto pasal 56 KUHP yaitu pasal pembunuhan berencana.
Kepolisian Republik Indonesia sudah resmi memecat Inspektur Jenderal Pol. Ferdy Sambo, Putusan itu diambil setelah Pimpinan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menolak banding Sambo. Komisi Banding juga menjatuhkan sanksi administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) Sambo sebagai anggota Polri. Selain itu, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan itu juga terkena sanksi etik dengan dinyatakan melakukan perbuatan tercela.
Sikap Novel Baswedan soal Sambo
Sebelum menyatakan kecewa atas sikap Febri, sehari sebelumnya Novel telah berkicau soal pandangannya terhadap penanganan kasus Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Terutama setelah ramai dibicarakan Ferdy Sambo akan mengambil posisi sebagai justice collaborator dalam penanganan kasusnya.
1. Pengertian Obstraction of justice
Pada cuitan pertama Novel menjelaskan mengenai pasal Obstraction of justice/OJ yang berarti menghalangi keadilan. Ia kemudian menyitir pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan pada tindak pidana umum, ketentuan Obstraction of justice diatur dalam pasal 221 UU KUHP
“Dalam tindak tindak pidana korupsi perbuatan tersebut diatur dalam delik khusus yaitu Pasal 21 UU TPK, barangkali karena memang perbuatan tersebut dalam perkara korupsi dianggap sering dilakukan.”
2. Pengenaan Pasal Obstraction of justice
Pada cuitan kedua, Novel selanjutnya mengulas tentang tindakan apa saja yang bisa dikenakan dengan UU KUHP tentang Obstraction of justice. Ketentuan itu menurut Novel diatur dalam bab 8 KUHP
“Pasal tersebut ada dalam dalam bab 8 KUHP tentang Kejahatan terhadap Penguasa Umum. Artinya delik itu ditujukan kepada masyarakat yang melakukan kejahatan dengan ancaman pidana paling lama 9 bulan penjara.”
3. Hukuman Ferdy Sambo
Menurut Novel, dalam hal posisi Ferdy Sambo sebagai pejabat kepolisian saat kasus pembunuhan Brigadir J terjadi maka hukuman yang harus diterima berbeda. Hukuman untuk Ferdy menurut Novel harus lebih berat dibanding bila kasus itu dilakukan oleh masyarakat biasa.
“Tentu tidak dihukum dengan pidana sebagaimana masyarakat yang berbuat, harus lebih berat pemidanaannya. Dalam KUHP perbuatan aparat diatur tentang penyalahgunaan kewenangan yaitu dalam Pasal 421 pada bab Kejahatan Jabatan.”
4. Merekayasa
Lebih jauh, pada utasan keempat Novel menyatakan pandangannya tentang hal yang lazim terjadi. Menurut dia selama ini justice collaborator sering menjadi sorotan karena adanya penanganan kasus yang justru merekayasa atau menghalangi agar pelaku sebenarnya tidak diungkap. Hal ini bertujuan pelaku sebenarnya tidak dikenai pertanggungjawaban pidana.
5. Pengenaan UU ITE
Untuk kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang sering juga disebut kasus Duren Tiga, Novel melihat jeratan hukum untuk Ferdy Sambo bisa lebih berat. Bekas perwira tinggi polri itu menurut Novel juga bisa dijerat dengan UU ITE.
“Dalam kasus Duren Tiga diungkap tentang kejahatan OJ oleh aparat penegak hukum dan bentuk kesungguhan Polri para pelaku dijerat dengan UU ITE yang ancaman pidananya lebih berat.”
6. Revisi Aturan Obstraction of justice
Dalam penanganan tindak pidana yang berkaitan dengan pasal Obstruction of justice. Menurut dia kejadian Duren Tiga harusnya mengingatkan semua pihak bahwa perlu ada perbaikan aturan.
“Kejadian ini mestinya mengingatkan kita bahwa kebutuhan adanya delik yan mengatur pidana OJ yang dilakukan sendiri oleh penegak hukum menjadi penting,” cuit Novel.
Lebih jauh ia menilai, untuk masa yang akan datang potensi perbuatan obstruction of justice ini masih bisa terulang di kasus lain. Hal ini harus menjadi perhatian agar perbuatan serupa tidak dilakukan lagi.