Menkumham Persilakan Penolak RUU KUHP Ajukan Gugatan ke MK
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mempersilakan pihak yang masih tidak setuju terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Yasonna gugatan bisa diajukan setelah RUU disahkan menjadi undang-undang.
"Kalau pada akhirnya tidak setuju, daripada kita harus pakai UU KUHP Belanda yang sudah ortodoks, dan dalam KUHP ini sudah banyak yang reformatif, bagus. Kalau ada perbedaan pendapat, nanti kalau sudah disahkan, gugat di MK, itu mekanisme konstitusional," kata Yasonna seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/12).
Menurut Yasonna gugatan ke MK merupakan langkah yang lebih elegan dibanding harus membatalkan pengesahan. Apalagi RUU KUHP telah disusun lebih dari 60 tahun. Yasonna mengatakan pembatalan pengesahan justru akan penegakan hukum tetap memakai KUHP produk pemerintahan Belanda saat pemerintahan Indonesia belum terbentuk.
"Jadi, mari sebagai anak bangsa, perbedaan pendapat sah-sah saja. Kalau pada akhirnya nanti (masih ada kontra), saya mohon gugat saja di MK lebih elegan caranya," tuturnya.
Yasonna menilai bila hingga saat ini penegakan hukum masih merujuk KUHP yang lama akan mengurangi kebanggaan sebagai negara merdeka. Meski begitu ia memahami bahwa perbedaan pendapat dalam menyikapi draft KUHP adalah hal yang wajar dalam demokrasi.
Lebih jauh Yasonna mengatakan sebelumnya pemerintah telah membahas dan mensosialisasikan draft RUU KUHP ke berbagai daerah. Sosialisasi juga dilakukan dengan menggelar audiensi dengan civitas academica, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), hingga Dewan Pers. Dari sosialisasi tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya telah menampung sejumlah masukan untuk perbaikan atas draf RKUHP.
"Ada perbaikan dan masukan-masukan masyarakat ada yang kami softing down, lembutkan," kata Yasonna.
Kemarin, sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menggelar aksi di depan gedung DPR. Isu utama yang diangkat adalah menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang KUHP yang akan dilakukan DPR pada Selasa (6/12).
Pegiat Aliansi Nasional Adhitiya Augusta mengatakan rencana pengesahan RUU KUHP merupakan hal yang nekat. Aliansi menilai masih ada sejumlah pasal dalam draft terakhir RUU KUHP yang perlu dibahas lebih jauh.
“Aksi hari ini merupakan respons masyarakat yang menolak pengesahan RKUHP bermasalah. Dalam draf tersebut masih mengandung banyak pasal bermasalah,” ujar Adhitiya, Senin (5/12).
Menurut Aditya dalam draft RUU KUHP terakhir tertanggal 30 November 2022 masih ada sejumlah pasal bermasalah. Pasal yang bermasalah itu dinilai anti demokrasi seperti terlihat dalam pasal pembungkaman terhadap pers. Juga masih ada pasal yang menempatkan hukuman mati sebagai salah bentuk pidana.