3 Faktor Pendorong Ferdy Sambo Berani Gugat Jokowi dan Kapolri ke PTUN
Terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo melayangkan gugatan pada Presiden Joko Widodo dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait pemberhentian tidak hormat bekas Kadiv Propam Polri tersebut.
Kuasa hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis menyatakan terdapat beberapa aspek teknis yang menjadi pertimbangan di balik tuntutan yang diajukan. Menurut Arman pertimbangan ini membuat Ferdy Sambo yakin hakim bisa memenuhi gugatan yang diajukan.
Aspek pertama adalah fakta bahwa Sambo selama menjadi anggota Polri telah menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya. Arman menyebut Sambo telah mengabdi secara profesional dan berintegritas.
"Dapat dibuktikan dengan pengabdian dan pelayanan yang dilakukan oleh klien kami kepada masyarakat Indonesia. Atas pencapaian tersebut, Ferdy Sambo telah menerima sekitar 11 Tanda Kehormatan dari pimpinan Polri," kata Arman, dalam keterangan resmi, Jumat (30/12).
Aspek kedua, bahwa pada 22 Agustus 2022 lalu Ferdy Sambo telah menyampaikan surat pengunduran diri sebagai anggota Polri. Surat pengunduran diri itu dilayangkan sebelum adanya putusan sidang Komisi Kode Etik Polri dan Tingkat Banding.
Menurut Arman, surat pengunduran diri Ferdy Sambo ditujukkan kepada Kapolri. Namun, ia menyebut permohonan tersebut tidak diproses dan dipertimbangkan oleh para pihak terkait.
Aspek ketiga, masih berhubungan dengan poin sebelumnya, Arman mengatakan, pengunduran diri kliennya telah diatur dalam Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b Perpol Nomor 7 Tahun 2022, tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Menurut Arman, aturan itu berbunyi terhadap terduga pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri.
Merujuk ketentuan itu maka pengajuan pengunduran diri dapat dilakukan atas dasar pertimbangan tertentu sebelum pelaksanaan sidang KKEP dan pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pertimbangan itu meliputi memiliki masa dinas paling sedikit 20 tahun dan memiliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri, bangsa dan negara sebelum melakukan Pelanggaran.
Lebih jauh Arman mengatakan, gugatan yang dilayangkan berdasarkan pada Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Aturan itu berbunyi seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi".
Merujuk Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, gugatan Ferdy Sambo tercatat dengan nomor 476/G/2022/PTUN.JKT. Gugatan itu dilayangkan pada Kamis (29/12).
Dalam gugatan yang dimohonkan atau petitum, Ferdy Sambo memohon kepada hakim agar menyatakan tidak sah atau batal atas Keputusan Tergugat I sebagaimana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 71/POLRI/Tahun 2022 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Perwira Tinggi Polri. Adapun surat pemberhentian Ferdy Sambo dikeluarkan pada 26 September 2022.
Selain itu, Ferdy Sambo juga memohon agar hakim memerintahkan Tergugat II untuk menempatkan dan memulihkan kembali semua hak-hak Penggugat sebagai Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Permohonan lainnya adalah meminta hakim menghukum Jokowi dan Kapolri secara tanggung renteng membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.