SETARA Nilai Pengakuan HAM Berat Hanya Aksesori Politik Jokowi

Ade Rosman
13 Januari 2023, 17:43
HAM
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Presiden Joko Widodo (tengah) memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menilai pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengakui adanya pelanggaran HAM berat pada 12 peristiwa di masa lalu adalah bagian dari aksesori politik semata. Ia menyebut pengakuan itu merupakan upaya Jokowi memenuhi janji kampanye pada 2014 saat mencalonkan diri sebagai presiden.

Menurut Isnaini aksesori, pengakuan dan penyesalan itu hanya akan memberikan dampak politik bagi presiden. Ia menyebut pengakuan tidak akan memenuhi tuntutan keadilan sebagaimana digariskan oleh UU 26/2000 Tentang Pengadilan HAM.

“SETARA Institute menyesalkan ketiadaan pengungkapan kebenaran secara spesifik perihal siapa-siapa aktor di balik 12 kasus yang telah dianalisis oleh Tim PPHAM,” ujar Isnaini, Jumat (13/1). 

Menurut Isnaini, Setara menilai tim non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (tim PPHAM) bekerja dalam waktu yang singkat sehingga tak punya ruang cukup untuk membuat kesimpulan yang lengkap. Selain itu ia menyebut, komposisi anggota PPHAM juga kontroversial. Ia meniai, keberadaan tim hanya sebagai pelangkap dalam mendukung kebijakan pemerintah.

"Tim ini hanya ditujukan untuk memberikan legitimasi tindakan bagi Presiden Jokowi membagikan kompensasi kepada para korban, tanpa proses rehabilitasi yang terbuka dan tanpa mengetahui siapa sesungguhnya pelaku-pelaku kejahatan itu," kata Ismail. 

Lebih jauh SETARA berpandangan tidak adanya penentuan aktor di balik pelanggaran HAM yang telah disebutkan membuat kesimpulan menjadi kurang. Hal itu sesuai dengan pernyataan Menteri Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut akan menyantuni dan menangani korban dengan pemulihan.

Pemilihan jalur non yudisial menurut Isnaini merupakan dampak dari ketiadaan mandat pemenuhan hak atas kebenaran right to the truth sebagai dasar untuk menentukan suatu peristiwa bisa dibawa ke proses peradilan HAM, atau direkomendasikan melalui jalur non-yudisial. Padahal, kata Ismail, pengungkapan kebenaran menjadi unsur yang sangat penting dalam penuntasan pelanggaran HAM berat, sekalipun melalui mekanisme non-yudisial.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...