Tak Disahkan DPR, Perppu Ciptaker Dinilai Gugur dan Harus Dicabut

Ira Guslina Sufa
17 Februari 2023, 09:33
Perppu Ciptaker
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Menkopolhukam Mahfud MD (depan, kiri), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (depan, tengah), dan Menkumham Yasonna H. Laoly (depan, kanan) bertepuk tangan saat rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker gagal disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa sidang pertama tahun 2023. Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Fajri Nursyamsi menyebut Perppu Cipta Kerja harus dicabut karena tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar NRI 1945. 

Fajri menjelaskan merujuk pasal 22 ayat (2) UUD NRI 1945 disebutkan  bahwa Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Persidangan berikut merujuk masa sidang setelah Perppu diterbitkan yaitu masa persidangan III Tahun Sidang 2022-2023, yang dimulai pada 10 Januari hingga 16 Februari 2023. DPR sendiri telah mengakhiri masa sidang III pada Kamis (16/2). 

Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perppu Ciptaker pada 30 Desember 2022. Saat itu Jokowi menyebut Perppu diperlukan untuk mengisi kekosongan hukum setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat

Sesuai Undang-Undang Dasar, presiden boleh menerbitkan Perppu dengan tetap mendapat pengesahan untuk menjadi Undang-undang oleh DPR.  Namun, dalam pasal 22 ayat (3) UUD disebutkan bahwa apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu itu harus dicabut. 

“Berdasarkan ketentuan tersebut, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) sudah harus dicabut karena masuk dalam kategori tidak mendapat persetujuan DPR,” ujar Fajri Jumat (17/2). 

Menurut Fajri meski pembahasan Perppu Cipta Kerja telah dibahas oleh Badan Legislatif dan mendapat persetujuan 7 dari 9 fraksi di DPR, namun keputusan itu belum bisa disebut sebagai pengesahan oleh DPR. Sesuai ketentuan, pengesahan Perppu harus diambil dalam rapat paripurna. 

Lebih jauh ia mengatakan logika dari pasal  22 ayat (2) dan (3) merupakan bentuk kepastian hukum mengenai keberlakuan dari produk hukum yang dibentuk dalam kondisi tidak biasa atau berdasarkan ihwal kegentingan yang memaksa. Selain itu Perppu harus tetap mendapat persetujuan DPR supaya bisa menjadi Undang-Undang. Bila tidak mendapat persetujuan, ia menyebut Perppu harus dicabut.

“Pencabutan itu harus dilakukan sama Presiden lewat bentuk UU yang disahkan DPR,” ujar Fajri lagi, 

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh pengamat hukum tata negara Refly Harun. Menurut Refly, Perppu harus dibahas sampai tuntas dalam masa sidang pertama setelah diterbitkan oleh presiden. 

“Harusnya (pembahasan) segera setelah masa sidang dibuka. Ini kan Perppu tidak boleh digantung,” ujar Refly. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...