Partai Prima Bisa Ikut Pemilu 2024 Tanpa Ditunda, Begini Kata Pakar

Ira Guslina Sufa
8 Maret 2023, 06:17
Pengurus Partai Prima
Istimewa
Pengurus Partai Prima

 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima atas Komisi Pemilihan Umum menuai kontroversi. Salah satu poin putusan untuk perkara dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu memerintahkan KPU menghentikan tahapan pemilu dan memulai tahapan terhitung 2 tahun 4 bulan dan 7 hari yang berdampak pada penundaan pemilu. 

Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan secara keseluruhan putusan yang dibuat pengadilan tidak tepat karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu. Putusan itu juga disebut menyalahi Peraturan Mahkamah atau Perma No. 5 Tahun 2017 dan Perma No. 2 Tahun 2019 yang mengatur tentang sengketa proses pemilu berada di Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN. 

“Putusan itu harus batal demi hukum karena menyalahi konstitusi. Salah kamar,” kata Romli dalam diskusi Masa Depan Pemilu pasca Putusan PN Jakarta Pusat, Selasa (7/3). 

Penundaan pemilu juga menjadi wacana yang ditolak publik. Berdasarkan survei yang dilakukan tiga lembaga, lebih dari 50 persen masyarakat menolak penundaan pemilu. 

Di luar polemik soal putusan penundaan pemilu, Lili menyebut hal penting lain dari putusan pengadilan telah menunjukkan adanya pembuktian atas tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU. Ia berpendapat, Partai Prima bisa saja mendapatkan kembali haknya sebagai peserta pemilu tanpa harus terjadinya penundaan.

Menurut Lili bukan tidak mungkin dari hasil banding nanti pengadilan tinggi mengabulkan sebagian gugatan Partai Prima yang bermuatan perdata. Putusan itu berkaitan dengan kerugian materil dan nonmaterial sebagaimana poin putusan kedua dan ketiga pengadilan yang menyatakan Partai Prima adalah peserta pemilu yang dirugikan dan kemudian KPU diminta membayar ganti rugi senilai Rp 500 juta. 

“Putusan gugatan Partai Prima sudah menjelaskan dengan gamblang bahwa KPU tidak profesional,” ujar Lili. 

Sama halnya dengan Lili, Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem Titi Anggraini menilai peluang Partai Prima untuk menjadi peserta pemilu 2024 masih terbuka tanpa harus menunda pemilu. Ia mengatakan Partai Prima bisa mengajukan kembali gugatan ke PTUN dengan membawa putusan pengadilan sebagai bukti baru. Meski begitu ia mengingatkan putusan PTUN nantinya hanya akan menjawab keinginan Partai Prima untuk menjadi peserta pemilu dan tidak bisa memenuhi gugatan kerugian materil dan immateril sebagaimana diputus pengadilan. 

“Menurut saya bisa dicoba, gugatan perbuatan melanggar hukum oleh badan/penyelenggara pemerintahan itu diajukan ke PTUN,” ujar Titi. 

Selain itu, Titi menyarankan Partai Prima dapat membawa putusan pengadilan sebagai bukti baru adanya pelanggaran administratif dan tindakan tidak profesional serta tidak terbuka oleh KPU kepada Badan Pengawas Pemilu. Segala bukti yang muncul dalam persidangan dan putusan PN Jakpus bisa menjadi fakta baru untuk melapor ke Bawaslu. Pelanggaran administrasi dan pelanggaran tata cara pemilu telah diatur dalam pasal 460 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. 

Saluran lain yang dapat digunakan Partai Prima menurut Titi adalah dengan menggunakan jalur pelaporan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP. KPU bisa diadukan atas dugaan tidak cermat, tidak profesional, dan tidak transparannya KPU dalam memperlakukan PRIMA saat verifikasi partai yang lalu yang dikuatkan dengan putusan pengadilan. 

“Dalam konteks keadilan pemilu fakta yang terungkap di persidangan bisa diajukan sebagai bukti baru yang jadi dasar gugatan Partai Prima ke PTUN, Bawaslu dan DKPP,” ujar Titi. 

Secara keseluruhan Titi melihat, di luar putusan melewati wewenang yang dibuat hakim, proses sidang yang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menunjukkan perlunya pembenahan dari penyelenggaraan pemilu. Ia menyebut, gugatan yang diajukan oleh Partai Prima dapat terjadi lantaran masih ditemukannya ketidakprofesionalan KPU. 

Titi menilai gugatan partai prima tidak akan terjadi bila KPU bisa merespon hasil putusan Badan Pengawas Pemilu untuk memberi kesempatan pada Partai Prima melakukan perbaikan saat tahapan verifikasi administrasi berjalan. Selain itu ia menyebut, putusan pengadilan bisa saja tidak terjadi bila KPU serius dalam menghadapi gugatan yang tengah diajukan Partai Prima di pengadilan. 

Ia mencontohkan KPU seharusnya bisa menunjuk tim hukum yang kompeten untuk melawan gugatan Partai Prima di pengadilan. Apalagi pada 20 Januari 2023 PN Jakpus telah mengeluarkan Putusan Sela yang membantah eksepsi KPU soal kompetensi absolut PN Jakpus dalam menangani gugatan Partai Prima. 

“Mestinya ada upaya luar biasa dari KPU untuk mengantisipasi Putusan Sela tersebut. Justru langkah KPU adalah tetap tidak mengajukan saksi/ahli,”ujar Titi. 

Titi berharap ke depannya KPU lebih serius lagi dalam menghadapi upaya hukum yang dilakukan berbagai pihak. Ia meminta KPU mempersiapkan tim hukum yang solid, kuat, dalam menyiapkan materi banding serta jawaban KPU secara solid di persidangan. 

“Putusan PN Jakpus ini menjadi evaluasi bagi KPU untuk tidak menyepelekan semua upaya hukum terhadap KPU, terlebih ketika terdapat sejumlah pihak yang masih terus mewacanakan penundaan pemilu,” ujar Titi lagi. 

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...