Mengapa Sistem Pemilu Tertutup Dinilai Berbahaya untuk Demokrasi?
Uji materi pasal 162 (ayat 2) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu memunculkan perdebatan di masyarakat. Alasannya uji materi itu meminta Mahkamah Konstitusi mengubah sistem pemilu proporsional terbuka yang selama ini diterapkan menjadi sistem pemilu proporsional tertutup.
Sistem pemilu proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk menentukan langsung sosok calon legislatif yang akan diusung pada pemilu. Dengan sistem ini pemilih bisa mencoblos langsung nama calon legislatif atau hanya mencoblos gambar saja. Sistem ini telah berlaku sejak pemilu 2004 hingga 2019.
Pada sistem proporsional tertutup hanya memberi kesempatan kepada pemilih untuk mencoblos partai. Sedangkan penentuan legislator yang akan duduk di parlemen akan ditentukan oleh partai. Sistem proporsional tertutup diterapkan pada era sebelum reformasi dari tahun 1955 sampai 1999.
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi politik di Dewan Perwakilan Rakyat menolak perubahan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup. Hanya satu fraksi yang setuju dengan sistem ini yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai akan berbahaya jika sistem pemilu diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut disampaikan oleh peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz saat menyerahkan berkas kesimpulan sebagai pihak terkait uji materi sistem proporsional terbuka ke sekretariat MK di Jakarta Pusat, Rabu (31/5).
"Di dalam kesimpulan sendiri, lagi-lagi kami ingin tegaskan bahwa akan sangat berbahaya ketika sistem pemilu itu diputuskan oleh MK," kata Kahfi.
Menurut Kahfi, jika sistem Pemilu diputuskan oleh MK dan nantinya salah satu sistem tersebut dianggap konstitusional, maka akan muncul penafsiran bahwa ada pula sistem yang inkonstitusional. Ia mengatakan, jika hal tersebut terjadi maka sistem pemilu yang dianggap inkonstitusional tersebut tidak memiliki peluang untuk dibahas dalam diskursus sistem pemilu yang ada di Indonesia.
Kahfi beranggapan, jika hanya satu sistem pemilu yang dinyatakan konstitusional oleh MK sebagaimana yang dimintakan oleh pemohon dalam perkara tersebut, maka peluang untuk mengevaluasi atau melirik sistem pemilu lainnya.
Di sisi lain, Perludem menjadi salah satu pihak terkait yang menyampaikan kesimpulan ke MK hari ini berkaitan dengan gugatan Uji materi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 yang diajukan oleh enam orang atas nama pribadi. Para penggugat meminta dilakukan uji materi terkait pasal 162 ayat (2) tentang sistem pemilu.
Di MK, uji materi sistem pemilu sudah memasuki babak akhir. Setelah menerima dokumen kesimpulan hari ini selanjutnya majelis hakim akan membaca putusan. Juru Bicara MK Fajar Laksono, mengatakan dalam waktu dekat MK akan menyampaikan keputusan. Namun ia belum bisa memerinci kapan akan digelar sidang putusan.