Jadi Saksi di Sidang Haris - Fathia, Luhut Akui Jengkel Dipanggil Lord

Andi M. Arief
8 Juni 2023, 17:46
Luhut Binsar Panjaitan selaku Menko Maritim dalam acara Indonesia Economi Day 2019(IED 2019) di Hotel Mulia, Jakarta (31/1).
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Luhut Binsar Panjaitan selaku Menko Maritim dalam acara Indonesia Economi Day 2019(IED 2019) di Hotel Mulia, Jakarta (31/1).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan hadir sebagai saksi dalam sidang pencemaran nama baiknya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (8/6).  Sidang itu menempatkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai terdakwa.

Dalam kesaksiannya, Luhut memastikan pernyataan yang disampaikan Haris dan Fathia sebagai tudingan tak berdasar. Ia membantah mendapat manfaat dari usaha pertambangan yang ada di Papua seperti disampaikan Haris dan Fathia. Luhut mengatakan ia telah difitnah sebagai orang jahat dalam sebuah siaran digital.

"Sebagai seorang perwira TNI, perwira Kopassus, saya tidak pernah mengingkari apa yang saya lakukan. Saya akan berikan kesaksian itu dan saya siap dihukum kalau saya memang salah," kata Luhut di hadapan majelis hakim, Kamis (8/6).

Dalam persidangan sekitar lima jam tersebut, Luhut berulang kali mengatakan dirinya sudah tidak memiliki jabatan eksekutif maupun komisaris dalam perusahaannya. Walau demikian, Luhut tidak menampik bahwa dirinya masih memiliki perusahaan pertambangan, yakni Grup PT Toba Sejahtera.

Secara singkat, Fathia dalam siaran digital milik Haris menyatakan Toba memiliki andil dengan perusahaan asing untuk melakukan bisnis tambang dengan perusahaan asing pada 2016. Adapun, bisnis tersebut dinilai menimbulkan pelanggaran HAM dalam riset yang dilakukan Fathia.

Luhut mengakui mendapatkan informasi terkait rencana bisnis tambang di Papua dengan perusahaan asing tersebut. Namun Luhut telah meminta CEO Toba untuk menolak rencana tersebut pada 2017 dan 2018.

Akan tetapi, Luhut tidak menampik bahwa dirinya pernah menjabat sebagai Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2016. Saat itu, Luhut telah menjabat sebagai Menteri koordinator bidang Kemaritiman.

Advertisement

Namun Luhut menepis adanya dugaan pembangunan Jalan Trans-Papua untuk mempermudah proses bisnis pertambangan tersebut. Pasalnya, Luhut mengklaim telah melepas jabatan eksekutif maupun komisaris perusahaannya sejak 2014 saat masuk dalam Kabinet Kerja.

Pencemaran Nama Baik

Dalam paparannya, pencemaran nama baik yang dimaksud Luhut adalah saat Haris maupun Fathia memanggil Luhut dengan julukan Lord dan menilai Luhut sebagai orang jahat. Menurutnya, kedua julukan tersebut membuat kerugian immaterial setara dengan sekitar Rp 100 miliar.

Walau demikian, Luhut mengaku di persidangan bahwa kedua julukan tersebut tidak berdampak pada kesehatan, pekerjaan, maupun psikologisnya. Pada saat yang sama, Luhut menyampaikan siaran digital tersebut tidak menyebabkan kerugian material. 

"Buat saya pribadi yang penting bukan kerugian materiilnya, tapi jejak digitalnya ini yang akan dilihat anak-cucu saya," kata Luhut.

Luhut menilai julukan Lord memiliki makna yang merendahkan dalam pembicaraan antara Haris dan Fathia di siaran digital tersebut. Di samping itu, Luhut tidak pernah diundang untuk melakukan klarifikasi terhadap tudingan yang dilayangkan Fathia.

Selain julukan Lord, Luhut mempermasalahkan dirinya yang dicap sebagai orang jahat dalam tayangan tersebut. Namun momen penuduhan secara eksklusif tersebut tidak ditemukan dalam video siniar sepanjang hampir 27 menit dan diunggah pada 20 Agustus 2021 tersebut.

Luhut menjelaskan informasi terkait video siniar tersebut berawal dari laporan anak buahnya. Setelah melakukan verifikasi, anak buahnya membuat kesimpulan terkait video tersebut dalam sebuah laporan dan memberikan laporan tersebut ke Luhut.

"Saya kira apa yang ditayangkan ada kalimat penjahat itu. Nanti kami akan coba dalami lagi," kata Luhut.

Setelah mendapatkan laporan tersebut, Luhut berusaha bertemu dengan Haris dengan melayangkan undangan lisan sebanyak tiga kali. Akan tetapi, menurutnya, Haris membalas undangan tersebut dengan balasan yang seolah-olah menantang.

Dalam penjelasannya, Luhut mengatakan sebenarnya telah mengupayakan upaya damai dalam perkara itu. Namun, karena merasa tidak mendapat respon yang baik ia mengaku menempuh jalur hukum untuk memberi pelajaran dalam hal kebebasan berpendapat.

“Tidak ada kebebasan absolut, semua kebebasan harus bertanggung jawab,” ujar Luhut.  

Tanggapan Terdakwa

Haris menjelaskan isi dialog dalam video siniar tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan sembilan lembaga swadaya masyarakat. Haris mengaku secara sadar mengunggah video siniar tersebut dengan resiko rusaknya hubungannya dengan Luhut.

"Persidangan ini pun sudah saya duga. Saya bukan cari musuh, tapi saya sedih lihat orang di Papua," kata Haris.

Di sisi lain, Fathia memaparkan riset tersebut berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Fathia berargumen kata penjahat dalam siniar tersebut tidak pernah ditujukan secara eksklusif kepada Luhut.

"Melainkan dengan bahasan-bahasan lain yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan yang terlibat dengan pelanggaran HAM di Papua," kata Fathia.

Reporter: Andi M. Arief
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait