Jaksa Tolak Pembelaan Johnny Plate Soal Fasilitas Rp 17 M di Kasus BTS
Jaksa Penuntut Umum atau JPU menilai bantahan Johnny Gerard Plate yang menyebut tidak menerima fasilitas setara Rp 17 miliar dalam perkara korupsi Tower Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo 2020-2022 tidak benar. Bantahan itu disampaikan Johnny melalui eksepsi atau nota pembelaan yang dibacakan di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu.
Dalam jawabannya, Jaksa menyebut surat dakwaan yang dibacakan di persidangan telah menguraikan runutan perkara yang melibatkan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu. Dalam uraian dakwaan Jaksa menyebut keterlibatan Johnny tergambar dengan jelas.
"Pendapat Penuntut Umum bahwa surat dakwaan telah memenuhi syarat materil sebagaimana ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf B UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwaan," kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/7).
Pada dakwaannya, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu disebut telah memperkaya diri sendiri senilai Rp 17.848.380.000 dari korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo 2020-2022. Fasilitas itu diterima dalam beberapa kesempatan.
Penasihat hukum Johnny melalui eksepsi yang disampaikan menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima uang maupun fasilitas yang didakwakan oleh penuntut umum. Johnny juga disebut tidak pernah mengetahui adanya pemberian uang yang dituduhkan dalam surat dakwaan.
Rincian Fasilitas Rp 17 Miliar yang Diterima Johnny Plate versi Jaksa
Adapun, rincian aliran dana kepada Johnny dalam proyek tersebut berdasarkan surat dakwaan yakni, pertama, menerima uang sebesar Rp 10 miliar. Fasilitas diterima bertahap yaitu sebesar Rp 500 juta rupiah perbulan sebanyak 20 kali mulai Maret 2021 hingga Oktober 2022. Uang itu diperoleh dari Irwan Hermawan melalui Windi Purnama dengan cara memerintahkan Anang Achmad Latif.
Kemudian, selama kurun waktu 2021-2022 Johnny disebut menerima fasilitas sebesar Rp 420 juta dari Galumbang Menak Simanjuntak berupa pembayaran bermain golf sebanyak 6 kali. Lalu, dalam dakwaannya Johnny disebut memerintahkan Anang Achmad Latif mengirimkan uang untuk kepentingannya pada beberapa kesempatan.
Pada April 2021 Johnny menerima sebesar Rp 200 juta yang diserahkan kepada korban bencana banjir di kabupaten Flores Timur; Juni 2021 sebesar Rp 250 juta kepada Gereja GMIT di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maret 2022 sebesar Rp 500 juta kepada yayasan pendidikan Katolik Arnold. Selanjutnya pada Maret 2022 sebesar Rp 1 miliar diserahkan pada keuskupan Dioses Kupang.
Sekitar 2022 Johnny disebut menerima uang sebanyak empat kali dengan total keseluruhan Rp 4 miliar dari Irwan Hermawan. Adapun rincian yang diterima sebesar Rp 1 miliar yang dibungkus kardus diberikan melalui Windi Purnama kepada Wilbersturs Natalius atas perintah Anang Achmad Latif. Uang tersebut kemudian diserahkan oleh Wilbersturs kepada Johnny sebanyak tiga kali di ruang tamu rumah pribadi Johnny di Jakarta Selatan, dan satu kali di ruang kerjanya di kantor Kemkominfo.
Lalu, sekitar 2022 Johnny mendapatkan fasilitas dari Irwan berupa sebagian pembayaran hotel bersama tim selama melakukan perjalanan dinas luar negeri. Saat berkunjung ke Paris, Prancis, sebesar Rp 453.600.000,00, London, Inggris sebesar Rp 167.600.000,00, dan Amerika Serikat sebesar Rp 404.608.000,00.
Jaksa mengatakan, rincian itu berdasarkan pada alat bukti yang selanjutnya akan dibuktikan ke persidangan.
"Dengan demikian, alasan materi keberatan atau eksepsi alasan materi keberatan atau eksepsi penasehat hukum terdakwa sudah masuk dalam penilaian fakta atau materi pokok perkara yang akan dibuktikan pada persidangan perkara pokok," kata jaksa.
Dengan berbagai temuan tersebut, jaksa berpandangan materi keberatan atau eksepsi Johnny tidak relevan dengan materi keberatan yang telah ditentukan batasan secara limitatif dalam pasal 156 ayat (1) KUHP.